Adooh Mama Ani,

Janganlah posting pertanyaan "asli" dari orang2 yang belum beragama itu, 
terlalu sulit bagi aku yang mengaku beragama yang paling benar untuk 
menjawabnya he he he

Wass.OH

sekarningsih <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                     
  Satu pertanyaan yang menggelitik urusan surga-neraka yang menjadi tolok ukur 
kaum beragama selama ini. Karena hal itu pula yang telah mendorong saya masuk 
terjun  ke pedalaman Papua. Tatkala tak satu daI atau uztadzpun yang mengabdi 
di pelosok terpencil itu: 
   
  Apakah orang-orang yang terlahir dengan harkat-derajat sebagai MANUSIA, 
sebagai mahluk termulia,  namun masih terjebak budaya petik, dan zaman batu 
yang diciptakan Allah hanya untuk memenuhi neraka?
   
  Waktupun berjalan, bergaul semakin hangat dengan segala kesederhanaan orang 
Asmat. Sampai suatu ketika beberapa pemuda Asmat dari dusun Per menyatakan 
keinginannya sendiri, tanpa aku  harus pusing-pusing menyampaikan khotbah 
panjang, mereka menyatakan ingin dikirim ke pesantren. Sempat bikin aku ragu 
karena beberapa pertimbangan urusan sara. Namun berkat pertemuanku dengan 
beberapa rekan dermawan, salah seorang dari mereka, Yusuf Bandar, akhirnya  
kami kirimkan  ke pesantren Pabelan. Selesai pendidikan satu tahun, dialah yang 
menjadi ustadz pertama orang Asmat. Namun tak dinyana beberapa pemuda  lainnya 
mendatangi saya, yang sekonyong-konyong mengajukan pertanyaan yang sulit saya 
jawab: 
   
  “Mama! Bagaimana leluhur saya, yang belum Islam bagaimanakah nasib mereka? 
Akankah kami bisa berkumpul kembali bersama-sama seperti kami selalu berkumpul 
bersama-sama di rumah “jew” (=rumah adat) ?
   
  Pertanyaan itu sampai hari ini merupakan hutang saya. Belum bisa menjawabnya.
   
  Salam hangat selalu,
  Anice Bhadmurtiraka
  www.sekarningsih.com 
  www.media-indonesia.com 
   
  
     
     
                               

       
---------------------------------
Shape Yahoo! in your own image.  Join our Network Research Panel today!

Reply via email to