Dari semula, saya terus mengikuti kisah Ramadhan di
Amerika. Sangat menarik dan menyentuh hati dan iman. 
Kepada teman-teman dimilis agar meneruskan kisah ini
ke saudara-saudara kita yang muslim.

Untuk ngana Richie.. Baca bae-bae itu kisah waa.. baca
dengan "akal hidayah" ...uuwti liyo moonuu... dengan
memakai "mata hati" dengan selalu niat mencari jalan
menuju ALLAH..

Jangan pake "akal prokololo" dengan terlalu banyak
analisa dan tetek bengek, seperti yang dilakukan oleh
teman-teman dari "JIL" (saya banyak tahu tentang JIL
dan pengurus-pengurusnya, apalagi ketuanya).

Jangan marah poli te nunu waa... tidak usah tanggapi
itu paragraph di atas.  Jangan kuat ba darting karena
te nunu masih anak-anak, jangan sampe te nunu belum
sempat kawin tapi somo capat "game".

Karena saya sangat kecewa dengan teman-teman "JIL"
yang terlalu banyak mengoreksi dan mengkritik
(terutama mengkritik para ulama) tapi tidak usaha dari
mereka untuk memperbaiki umat.. INI NGANA PE TUGAS
RICHIE, KASE SADAR PA DORANG BAHWA BETAPA BANYAK
PERSOALAN UMAT YANG HARUS KITA PERBAIKI, BUKAN HANYA
BANYAK BICARA DAN BERDEBAT.. ILMU KALAU SUDAH KITA
DAPATKAN, MAKA KITA AMALKAN TERUS MENERUS...

OKE WAA....





--- imusafir <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Ramadhan di Amerika (Bag. 4) 
> Oleh: DR. Amir Faishol Fath 
>
----------------------------------------------------------------------
> ----------
> 
>   
> 
> Sang Ustadz
> 
> Ada dua Ustadz yang sempat aku temui dalam
> perjalanan Ramadhan ke 
> Amerika kali ini. Pertama Ustadz Joban di Seatel,
> kedua Ustadz Syamsi 
> Ali di New York. Keduanya adalah anak bangsa
> Indonesia yang telah 
> memberikan bimbingan terbaik terhadap umat Islam di
> Amerika. Keduanya 
> sangat popular. Hampir di setiap kota yang aku
> kunjungi, kedua ustadz 
> tersebut selalu disebut-sebut. Nama keduanya sangat
> harum, tidak saja 
> karena telah memberikan ilmu dan tuntunan ruhaninya
> secara maksimal, 
> tetapi lebih dari itu keduanya telah menjadi juru
> bicara Umat Islam 
> di Amerika.
> 
> Sungguh mengesankan ketika aku bertemu dengan Ustadz
> Joban di 
> Bellevue tidak jauh dari kota Seatel. Ia sangat
> sederhana, tetapi 
> sangat berwibawa. Pesan-pesannya menyentuh hati para
> pendengarnya. 
> Apa yang disampaikan pada saat itu tidak jauh
> sekitar tazkiyatunnafs 
> (permbersihan jiwa).
> 
> Seperti keharusan meresa malu di depan Allah swt
> jika kita berbuat 
> dosa. Dan memang benar apa yang ia sampaikan. Sebab
> umat Islam 
> Amerika hidup dalam lingkungan di mana masyarakat
> seputarnya hampir-
> hampir tidak mempunyai rasa malu. Pergaulan bebas
> tanpa batas adalah 
> pemandangan sehari-hari. Padahal diantara hal yang
> membedakan antara 
> manusia dan binatang adalah karena manusia Allah swt
> bekali rasa 
> malu. Bahkan Rasulullah saw. pernah menegaskan: "Al
> hayaa'u minal 
> iimaan (bahwa rasa malu itu bagian dari iman)". Dari
> hadits ini 
> terlihat betapa rasa malu adalah benteng utama untuk
> mempertahankan 
> iman. Bila rasa malu itu habis, maka dengan mudah
> syetan menggerogoti 
> iman seseorang. Karena itu perjuangan syetan sebelum
> menyerang ke 
> titik iman, ia serang terlebih dahulu rasa malunya.
> Bila rasa malu 
> itu sudah habis, baru setelah itu ia serang imannya.
> 
> Umat Islam di mana-mana –tidak hanya di Amerika-
> sangat membutuhkan 
> bekal bagaimana menumbuhkan rasa malu. Kemaksiatan
> meraja lela di 
> mana-mana adalah karena hilangnya rasa malu. Banyak
> pejabat yang 
> tidak segan melakukan korupsi adalah karena tidak
> mempunyai rasa 
> malu. Coba seandainya ia mempunyai rasa malu kepada
> Allah swt, pasti 
> ia tidak akan melakukan tindakan tersebut. Pun juga
> tidak sedikit 
> dari orang-orang yang mengaku muslim, sementara
> perzinaan baginya 
> adalah kebanggaan sehari-hari, wal iyadzubillah.
> Coba seandainya 
> mereka mempunyai rasa malu, pasti tidak mungkin
> mengerjakan 
> kemaksiatan sejauh itu.
> 
> Ustadz Joban, selain sering mengisi pengajian di
> kalangan umat Islam 
> Amerika di berbagi kota, ia juga guru ruhani bagi
> nara pidana di 
> sebagian tempat di Amerika. Banyak dari mereka yang
> tersentuh lalu 
> masuk Islam. Tidak jauh dengan Ustadz Joban, Ustadz
> Syamsi Ali juga 
> sering meng-Islamkan banyak orang. Menurut ceritanya
> hampir setiap 
> hari di New York satu atau dua orang masuk Islam
> melalui dakwah yang 
> ia sampaikan. Dan memang aku lihat Ustadz Syamsi
> sangat sibuk. 
> Pengajian yang ia isi, tidak hanya kalangan umat
> Islam Indonesia di 
> New York, tetapi lebih dari itu kalangan umat Islam
> lainnya secara 
> umum. Di New York telah berdiri satu-satunya Islamic
> Center yang 
> dikelola umat Islam Indonesia (Indonesian Muslim
> Community), yang 
> terpusat di masjid Al Hikmah. Ustadz Syamsi adalah
> salah seorang 
> Pembimbing Islamic Center tersebut.
> 
> Sudah cukup lama aku mengenal Ustadz Syamsi, ia
> memang diberi 
> kemampuan oleh Allah swt dengan suaranya yang
> menyentuh hati ketika 
> membacakan Al Qur'an. Kini setelah aku menemuinya di
> New York, ia 
> bukan hanya Syamsi yang dulu pernah menjadi pelatih
> silat, tetapi ia 
> adalah seorang syaikh, tempat rujukan umat Islam di
> Amerika. Bahasa 
> Inggrisnya sangat fasih. Malam itu ia menyampaikan
> ceramahnya di 
> Islamic Cultural Center New York. Aku sempat hadir
> acara tersebut, 
> sebab ia minta aku menyampaikan ceramah setelah ia
> berbicara. Ustadz 
> Syamsi pada saat itu menyampaikan rahasia Al Qur'an
> dan kaitannya 
> dengan lailatul qadar. Sementara aku menyampaikan
> tema 
> tentang "langkah-langkah menuju kebahagiaan
> sebagaimana dalam 
> pembukaan surat Al Mu'minun. Sampai tengah malam
> acara itu 
> berlangsung penuh haru. Para hadirin tetap bertahan
> duduk sambil 
> menunggu hadirnya lailatul qadar. Memang malam itu
> pas malam tanggal 
> dua puluh tujuh Ramadhan. Mereka hadir memang untuk
> tidak tidur 
> semalam suntuk. Dan menariknya bahwa masjid yang
> sangat megah itu, 
> ternyata benar-benar penuh. Menyaksikan suasana
> tersebut, 
> mengingatkanku pada suasana malam-malam sepuluh
> terakhir di masjidil 
> Haram. Penuh kelezatan ruhani. Tiada terhingga.
> 
> Aku berpasan, ayo kita pertahankan suasana seperti
> ini sepajang hidup 
> kita, jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Tidak ada
> ayat atau hadits 
> yang menerangkan bahwa Ramadhan hanya untuk
> Ramadhan. Karenanya –
> pesanku lebih lanjut- para ulama berkata: "Kun abdan
> rabbaniyan walaa 
> takun ramadhaniyan (jadilah hamba Allah yang rabbani
> dimana saja dan 
> kapan saja, jangan hanya menjadi hamba Allah di
> bulan Ramdhan saja)". 
> Wallahu a'lam bishshawab. New York. 
> 
> 
> 
> 



      ________________________________________________________ 
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi 
Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/

Kirim email ke