Petikan dari: Media Indonesia Peran Intelektual dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
BAGAIMANA kondisi riil Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, tetapi dari sisi kesejahteraan rakyat ternyata masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan? Dan kenapa bisa terjadi? Dalam The FactBook 2007 yang dikeluarkan Juli lalu, Indonesia digambarkan sebagai sebuah negara yang mempunyai potensi strategis bagi kehidupan masyarakat dunia. Setumpuk potensi milik Indonesia itu, antara lain, kaya akan sumber daya alam (SDA), baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui. Tengok saja area hutan Indonesia yang luasnya kurang lebih 120 juta hektare merupakan yang kedua terbesar di dunia setelah Brasil. Luas hutan itu meliputi 63% daratannya. Tanah Indonesia juga terkenal subur, sedangkan lautnya menyimpan potensi kekayaan yang luar biasa, yang hingga saat ini baru sedikit sekali dieksplorasi. Indonesia juga adalah penyuplai minyak dan gas di dunia yang memiliki kandungan cadangan minyak bumi dan gas cukup besar. Tidak hanya itu, Indonesia juga merupakan penghasil timah, nikel, tembaga, dan emas dunia . Banyak lagi kekayaan alam Indonesia. Selain yang berada di perut bumi, maupun di permukaannya, seperti flora, fauna dan sebagainya, Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup besar, dengan perkiraan jumlah penduduk Indonesia pada Juli 2007 sebesar 234.693.997 jiwa. Namun ironis, Indonesia yang memiliki kekayaan SDA berlimpah itu bukanlah menjadi negara maju, negara adidaya, melainkan hanya menjadi salah satu negara berkembang, bahkan negara miskin. Pendapatan per kapita Indonesia pada 2006 (The World Fact Book) adalah US$3.900 (atau kurang lebih Rp2,9 juta per bulan). Namun, angka itu tidak mencerminkan kondisi masyarakat secara umum. Menurut Human Development Report 2006 yang dikeluarkan UNDP, jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan di bawah US$1 per hari adalah 7,5%, sedangkan yang di bawah US$2 per hari sebanyak 52,4% (1990-2004). Sementara itu, jumlah populasi yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional sebesar 27,1% (1990-2003). Sangat memprihatinkan!!! Kondisi berbeda justru dialami perusahaan-perusahaan asing yang mengeksplorasi kekayaan SDA di Indonesia. Tengok saja salah satu CEO perusahaan penambang di Indonesia, yang mendapat tunjangan mencapai puluhan miliar rupiah. Fakta itu, kalau dibandingkan dengan masyarakat sekitar yang sangat jauh dari kesejahteraan, tentu sangat memiriskan hati. Tengok saja kondisi masyarakat Papua yang daerahnya kaya akan kandungan emas. Ternyata, masyarakat di sana, khususnya yang tinggal di Mimika, Paniai, dan Puncak Jaya, meski di tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di dunia, pada 2004 hanya mendapat rangking Indeks Pembangunan Manusia ke-212 dari 300-an lebih kabupaten di Indonesia. Kemudian, hampir 70% penduduknya tidak mendapatkan akses terhadap air yang aman, dan 35,2% penduduknya tidak memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Selain itu, lebih dari 25% balita juga tetap memiliki potensi kurang gizi. Jumlah orang miskin di tiga kabupaten tersebut mencapai lebih dari 50% total penduduk. Demikianlah potret buram Indonesia yang kaya akan SDA. Apakah Indonesia akan terus terperosok ke jurang yang paling dalam? Atau,akankah ada perubahan yang datang dari para intelektual negeri ini? Karenanya, ketika dihubungkan dengan generasi muda penerus bangsa, orang jadi bertanya, di mana peran kampus dan pemerintah dalam membangun bangsa? Dan apa yang dilakukan para intelektual, yang seharusnya menjadi agen perubahan? Kampus sebenarnya memiliki potensi luar biasa yang di dalamnya terdapat para intelektual unggul yang beraktivitas menekuni berbagai bidang keilmuan. Para intelektual tersebut ada yang berstatus sebagai dosen dengan tingkat pendidikan dari S-1, S-2 sampai S-3, peneliti, pemikir, dan mahasiswa yang beraktivitas mengembangkan berbagai macam keilmuan, sains dan teknologi. Sejalan dengan pembangunan sumber daya alam (SDA) yang meliputi lahan, hutan, air dan tambang, para intelektual semakin terdorong untuk meneliti sumbar daya alam, baik sumber daya alam yang berada di permukaan tanah maupun yang berada di perut bumi. Melalui penelitian-penelitian tersebut, ragam jenis SDA yang ada di Indonesia, tempat keberadaan SDA, sekaligus kualitas, kuantitas dan cara pengelolaan serta pemanfaatannya dapat diketahui. Sayangnya, hasil temuan peneliti tersebut tidak diberdayakan untuk kemaslahatan umat atau masyarakat. Kebanyakan hasil penelitian tersebut hanya dipublikasikan di media-media publikasi, baik nasional maupun internasional atau membuat laporan hasil penelitian kepada lembaga penelitian atau pihak pemberi dana. Sementara itu, mekanisme pelaporan kepada pemerintah tidak ada sehingga peran pemerintah untuk menggunakan penelitian tersebut sebagai landasan mengeksplorasi SDA dan mengelolanya untuk kemaslahatan masyarakat tidak berjalan. Justru yang mengetahui secara detail akan potensi SDA Indonesia adalah orang asing sehingga merekalah yang akhirnya memetakan SDA bangsa ini. Kenapa terjadi demikian? Karena pemerintah tidak lagi memiliki SDA, sebab pengelolaannya sudah diserahkan kepada perusahaan-perusahaan asing melalui privatisasi. Karenanya, pemerintah sekarang harus mulai mencegah pengambilalihan SDA oleh asing, dan melihat kemampuan bangsa sendiri. Sebab, jika membiarkan pengelolaan SDA di tangan asing, yang menikmati hasilnya hanyalah asing. Masyarakat hanya merasakan limbahnya. Hal itu jelas-jelas merugikan rakyat dan merugikan negara ini.Amhar, Hasil Wawancara dengan Staf Pengajar Institut Teknologi Bandung, Eva Muchtar/T-1 Salam cerah selalu, Anice Bhadmurtiraka