Om Bram, tulisan yg om share di milis luar biasa. Saya bnyak blajar dari tulisan ini. Pada postingan yg mengutarakan ttng sejarah dari civil war yg brhbngan dgn tulisan ulil. Sebgaimana peran luther kiog dlm pidatonya yg bertepatan pd hari ini mengenai hal persamaan dan kebebsan kulit hitam amerika dan hingga skrng terus diperingati seperti kampanye bersama oleh hillary, obama dll sbg kandidat presdn US. Sejak dlu dari zaman wildwest antara indian dan pendatang, civil war xg menyangkut perbudakan, perang mexico, tak terlepas dari makna liberty itu sendiri. Hak utk bertahan dmi hidup dan kelayakan. Meski kita dgar USA dan fremasonry yg telah mantap menguasai berlanjut dgn tahapan pelebaran sayap setelah menguasai oval roomnya gedung putih. Meski ada keraguan kredibilitar para wajah xg terpahat di gunung rushmore. Kebebasan yg didengungkan terbuka lebar dgn luka torehan sejarah kelam. Jejak yg tertulis di uang kertas novus ordo seclorum yg berarti orde bru yg membersihkan kekejaman knigh templar lama di perang salib terlahir lagi secara tersirat pada crusader perang iraq. Di negeri kita diawali dgn gerakan taman siswa, budiutomo yg kita tdk bsa menxangkal awal kbngktan bgsa kita di pelopori oleh paham freemasonry. Menolak pilpahit yg sudah tertelan tak mungkin dimuntahkn karna sudah tercerna. Jika rasulullah hijrah karena inginkan kebebasan dlm berislam dari cengkraman pengganas kafir quraisy, maka sama atw tdk dgn para pencari kebebasan di benua yg ditemukan colombus itu? Saya tdk tau pasti. Sampai jumpa
----- Original Message ----- Subject: [GM2020] Re: Bisakah Tiada Dusta diantara Kita [3] Date: Tue, 22 Jan 2008 10:43:39 From: M. Iqbal Makmur <[EMAIL PROTECTED]> To: <gorontalomaju2020@yahoogroups.com> Bismika allahumma ahya..wassamai. .walbashari. .warahmatallilal amiin.. Subhanallah, Dinginnya udara yang hampir mencapai 0 derajat diluar bisa dihangatkan oleh postingan bung imusafir yang sangat sarat dengan argumen2 berdasarkan fakta2 ilmiah yang validitasnya sangat akurat dari Amran Nasution. Rasanya saya jadi malu berkomentar meskipun saya juga pernah membaca beberapa buah buku yang sudah disebutkan dalam referensinya Amran Nasution tadi termasuk sejarah perang sipil di Amerika yang pernah melahirkan istilah yankee (sekarang menjadi simbol salah satu tim anggota liga NFL di Amerika). Bagaimana radikalnya Ku Klux Klan yang bahkan pernah menempelkan stiker2 di toilet2 Amerika yang bertuliskan : Negro dan Anjing dilarang masuk. Atau bagaimana pengaruh lobby yahudi dalam pengambilan keputusan strategis di house of representatif bahkan sampai ke Oval Office. Tidak mengherankan, Allah pun mereka lobby melalui Nabi Musa as sebagaimana diceritakan dalam peristiwa sapi betina (Al Baqarah) Saya jadi ingat sejarah bangsa Aceh yang sangat sulit ditundukkan Belanda pada waktu itu yang kemudian dikirimkanlah Snouk hurgronje untuk mempelajari Islam dan seluk-beluk budaya masyarakat Aceh. Saya juga ingat pasca perang shiffin (tolong dikoreksi kalau salah Ustad Mansur) ketika Abu Musa Al asyari dari pihak Aisyah ra berhadap- hadapan dengan Marwan bin Hakam dari pihak Muawwiyah. Figur-figur Thomas Jefferson, S. Hurgronje, Marwan Bin Hakam, George Bush, George Soros, Condoliza Rice, Tony Blair, Salman Rushdie, Perves Musharaf akan terus bermunculan seiring dengan perkembangan zaman, pergolakan arus pemikiran dan hiruk pikuk perebutan pengaruh dan kekuasaan. Saya tidak berani memasukkan Ulil,luthfie, moqsith dkk nya dalam daftar diatas karena kapasitas saya tidak cukup untuk itu. Kita hanya bisa berdoa semoga teman-teman, saudara-saudara kita yang diberikan kelebihan Allah berupa pemahaman yang kuat serta ilmu yang dalam akan dipelihara dari bisikan iblis yang begitu manis tapi menyesatkan. Untuk skala Gorontalo kita tidak perlu khawatir, ada Ustad IwanMusafir, Ustad Mansur Martam, Ustad Lutfi Kobisi, Kiyai John Pomalingo, Om Hengky dan lain2 yang bisa menjadi penasihat spiritual GM2020. Amien.. yorishiku onergaishimasu, gambarimasyou. Wassalam, Iqbal, yg lagi kedinginan.. hiiiiii.. . --- In gorontalomaju2020@ yahoogroups. com , "imusafir" <[EMAIL PROTECTED] .> wrote: > > > Masih Sambungan ..... > Sekali lagi semoga bermanfaat guna menambah wawasan. > > > Odu olo > > Imusafir > > > Bisakah Tiada Dusta diantara Kita [3] > Selasa, 15 Januari 2008 > Jika Inggris melindungi Ahmadiyah, itu bukan karena kue kebebasan > Barat dan Eropa, itu urusan utang moral penjajahan. [jawaban untul > Ulil Abshar bagian ketiga-habis] > > Oleh: Amran Nasution * > > Kebebasan Hanya untuk Orang Kulit Putih > > Sekarang semua sudah jelas. Semestinya tulisan ini diakhiri. Tapi > tiba-tiba saya sangat kaget, ketika di akhir tulisannya Ulil memberi > saya ''bonus'' dengan menyamakan Nabi Muhammad SAW dengan Thomas > Jefferson, dalam urusan budak. > > Ulil menulis, Sekadar ''bonus'': Amran menyebut Thomas Jefferson yang > memiliki ratusan budak. Tentu ini adalah ''paradoks'' yang sudah > sering disebut para sarjana yang menulis mengenai Jefferson. Saya > ingin sekali menanyakan kenapa dia lupa bahwa Nabi Muhammad SAW juga > memiliki sejumlah budak. Apakah Amran melihatnya sebagai ''paradoks'' > pula? (Saya sendiri sih tidak). > > Saya menjawab: Sangat jelas, tak ada paradoks pada Rasulullah > sendiri. Paradoks itu adalah Thomas Jefferson dengan Nabi Muhammad > SAW. Keduanya bicara tentang pembebasan manusia, tapi yang satu > penikmat sistem perbudakan, yang satu lagi adalah seorang pejuang > pembebasan budak. > > Saya mulai dengan Thomas Jefferson, Presiden ketiga Amerika Serikat, > yang merancang Declaration of Indefendence. Ia banyak bicara tentang > kebebasan manusia. Suatu kali ia berkata ingin menjadikan Amerika > sebagai "imperium kebebasan'' (the Empire of Liberty). Tapi di dalam > hidupnya, ia sendiri memiliki ratusan budak, dan setelah ia meninggal > budak-budak itu menjadi harta warisan. > > Karena itu, Abraham Lincoln yang menjadi Presiden Amerika Serikat, > tiga generasi setelah Jefferson, dan menjadi amat terkenal karena > memimpin Perang Saudara (civil war) untuk menghapuskan perbudakan di > selatan, ketika itu berkata: ''Kita semua bicara tentang kebebasan > dengan kata yang sama, tapi dalam pengertian yang tak seluruhnya > sama.'' (Eric Foner: The Story of American Freedom. WW Norton, 1998). > > Bagi Jefferson dan tokoh Amerika sebelum Lincoln, kebebasan hanya > untuk orang putih Amerika, tidak untuk orang hitam yang diburu dari > Afrika, dirantai seperti binatang, dan dipaksa bekerja di perkebunan > milik tuan kulit putih. Adalah Jefferson pula yang melemparkan > pendapat bahwa membuka lahan baru lebih murah ongkosnya dibanding > memberi pupuk di lahan lama yang sudah kurus. > > Tentu membuka lahan baru lebih murah karena menggunakan budak yang > tak perlu dibayar, cuma dikasih makan seadanya. Tapi akibatnya, > kematian dan penderitaan para budak kulit hitam berlipat-lipat. > Setiap kali kebun milik tuan mereka sudah kurus, dengan peralatan > seadanya, mereka harus merambah rimba belantara untuk membuka > perkebunan baru. > > Sebuah studi menunjukkan bahwa aset utama bisnis itu memang budak. > Harga budak di setiap perkebunan jauh lebih tinggi dibandingkan harga > tanah dan infra-struktur lainnya. > > Yang paling menarik, bahwa perbudakanlah yang menyebabkan Inggris dan > kemudian Eropa serta Amerika, tumbuh menjadi negara industri maju > seperti sekarang. Itu bukan pendapat saya, yang selalu ingin > menyerang Barat, seperti dituduhkan Ulil. > > Tapi itu adalah hipotesis yang dibangun Eric Eustace Williams, dan > berhasil dengan brilian dipertahankannya dalam ujian Doktor di Oxford > University pada 1938. Tesis itu kemudian dibukukan untuk pertama kali > pada 1944, dengan judul Capitalism and Slavery (Kapitalisme dan > Perbudakan). Eric William dianggap sebagai pionir dalam mengungkap > hubungan perbudakan, kapitalisme dan industrialisasi, suatu sistem > yang menjadikan Samudera Atlantik, waktu itu, menjadi jalur > perdagangan dunia yang paling sibuk. > > William menjadi Perdana Menteri Trinidad dan Tobago dari 1956 sampai > ia meninggal dunia 1981. Menurut William, jutaan budak diangkut dari > Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan kopi, tebu, tembakau, dan > kapas, di koloni Inggris di kawasan Karibia dan Amerika, yang > dijuluki sebagai Dunia Baru (the New World), yang ditemukan > Christopher Columbus pada 1492. > > Hasil bumi itu kemudian diekspor ke Inggris atau Eropa, sebagai bahan > baku industri. Itulah yang disebut perdagangan trisula, yang > menghubungkan Afrika, Dunia Baru, dan Eropa. Dan itu pula yang > menyebabkan Inggris tumbuh menjadi negara industri paling maju, > begitu pula Amerika Serikat kemudian. > > Seperti ditulis dalam Capitalism and Slavery, pada 1840, perkebunan > kapas di selatan Amerika, menghasilkan separuh dari seluruh ekspor > negeri itu. Dan 70% dari bahan baku industri tekstil Inggris ・ > industri utama waktu itu ・dipasok dari sana. Karena Selatan > mengkhususkan diri dengan perkebunan kapas, maka di Utara tumbuh > bermacam bisnis servis untuk kebutuhan para budak dan majikan kebun > kapas, termasuk berdirinya pabrik tekstil, broker perdagangan kapas, > industri makanan, perusahaan perkapalan, dan asuransi. Dengan kondisi > ini, pada 1860, pendapatan per-kapita di Selatan melonjak menjadi > 3.978 dollar, dan di Utara 2.040 dollar. Bandingkan dengan Indonesia - > - sekitar 150 tahun kemudian -- yang hanya 1000 dollar. > > Perkapalan merupakan bisnis menarik karena berperan mengangkut budak > dari Afrika. Keuntungannya gila-gilaan. Sekadar contoh, pada 1675, > seorang budak di Afrika berharga 355 dollar, di New York harganya > jadi 3793 dollar. Maka booming bisnis perbudakan waktu itu, > dilukiskan setara dengan bisnis minyak sekarang. Para juragan kapal > banyak yang kaya-raya, kemudian menjadi industriawan atau politisi. > Beberapa di antaranya sukses menjadi anggota Parlemen Inggris > (British House of Common) atau Senator Amerika. Surat kabar pun > kecipratan untung dari iklan jual-beli budak. > > Di Inggris, hasil perdagangan budak, dan berkembangnya perkebunan di > Dunia Baru, menyebabkan terjadinya penumpukan modal yang kemudian > menumbuhkan industri perbankan. Itulah yang memodali industri > Inggris, yang merupakan pionir industri di Eropa. > > Tapi bagaimana nasib para budak? Jangan ditanya. Inilah tragedi > kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah ummat manusia. Karena kerja > paksa yang berlebihan, pemeliharaan kesehatan yang minim, dan > perlakuan tak berprikemanusiaan dari para majikan, kebanyakan mereka > mati muda. Sebuah penelitian menyebutkan usia harapan hidup rata- rata > (the everage life expectancy) para budak itu cuma 37 tahun. > > Seperti dideskripsikan oleh Profesor Marcus Rediker, ahli sejarah > dari University of Pittsburgh, di dalam buku terbarunya, The Slave > Ship ・A Human History (Viking, 2007), sejak berada di atas kapal > dari Afrika, praktis mereka sesungguhnya berada di dalam penjara. > Kaki dan tangan dirantai, dan mereka berdesakan seperti ikan > sardencis. Para awak kapal memperlakukan mereka dengan bengis ・ > perlakuan kejam yang menurut Rediker sulit dipercaya -- untuk > dipersiapkan menghadapi kehidupan yang tak kalah kejamnya nanti di > perkebunan-perkebun an di Amerika atau Karibia. > > Misalnya, bila ada yang melakukan kesalahan, kapten sudah siap dengan > hukuman: mulai dari telapak tangan dipakukan ke kapal, tubuh disundut > besi membara, dicekik, atau berbagai penyiksaan fisik lainnya. Tak > aneh kalau pemberontakan sering terjadi. Profesor itu menemukan > sedikitnya 500 dokumen pemberontakan di kapal budak. > > Sepanjang sejarah perbudakan, ditaksir sekitar 12 juta budak yang > diangkut dari Afrika ke Dunia Baru. Tapi karena buruknya perlakuan di > atas kapal, sekitar 10% di antaranya meninggal di perjalanan. Sekian > banyak pula harus meninggal dalam perjalanan dengan kaki melintasi > belantara dari pelabuhan ke lokasi perkebunan. Di sanalah tenaga > mereka diperas seperti kerbau sawah guna menghasilkan dollar bagi > tuan-tuannya di London, Paris, Amsterdam, New York, atau Washington. > Wajar, usia mereka pun singkat, setelah itu mati. > > Bukan Faktor Produksi > > Perlakuan ini sama sekali berbeda dengan apa yang terjadi di dunia > Islam. Dan sekali lagi, ini bukan pendapat saya. Itu adalah pendapat > para ahli yang melakukan riset sekitar perbudakan. Bisa disebut > beberapa nama seperti Bernard Lewis, Ronald Segal, Reuben Levy, atau > Azizah Y. al-Hibri. > > Bernard Lewis, sejarahwan senior Amerika kelahiran London itu, > berpendapat bahwa perbudakan diakomodasikan di dalam Islam. > Alasannya, di masa Nabi Muhammad SAW, dan di masa para khalifah > sesudahnya, perbudakan masih eksis. Memang sebelum kedatangan Islam, > institusi perbudakan sudah mapan di tengah masyarakat zaman Romawi > sampai Byzantium. > > Tapi orientalis yang dekat dengan Presiden Bush ini, mengakui bahwa > sejumlah ayat Al-Qur'an dan Hadis Nabi, memerintahkan emansipasi > terhadap budak (abd'). Pada prinsipnya, Islam mengajarkan, tak ada > perbedaan antara budak dan bukan budak, di hadapan Tuhan. Orang Islam > dilarang memaksa budaknya bekerja di luar kemampuan, apalagi > menyiksanya. > > Menurut Lewis, itu yang menyebabkan posisi budak di masyarakat Muslim > sangat dihormati dibanding di zaman sebelumnya (Romawi dan > Byzantium) atau perbudakan di Amerika pada abad ke-19. Kondisi > ekonomi para budak di zaman Islam tidak lebih buruk ・dalam sejumlah > kasus malah lebih baik ・dibanding orang miskin yang bukan budak. > > Lebih penting dari itu, di dalam bukunya, Race and Slavery in the > Middle East (Oxford University Press, 1994), Lewis menulis bahwa > ajaran Islam menganjurkan dengan kuat agar ummatnya membebaskan para > budak, dengan berbagai cara. Lalu seorang Muslim yang merdeka tak > boleh dijadikan budak. > > Di dalam sejarah Islam, amat terkenal kisah Sumayya bin Khubbat, > martir Islam yang pertama. Sumayya disiksa sampai mati oleh tuannya, > Abu Jahal, karena menolak meninggalkan Islam yang sudah ia peluk. > Atau kisah Bilal, budak hitam yang ditimpa batu besar oleh tuannya, > karena ketahuan menjadi Islam. Bilal diselamatkan Abu Bakar, kelak > menjadi khalifah pertama itu, yang menebusnya dengan uang. > > Yang lebih penting, Lewis menyebutkan bahwa budak di dalam Islam tak > dijadikan faktor produksi sebagaimana halnya perbudakan di perkebunan- > perkebunan di Dunia Baru abad ke-17 sampai 19. Hal yang sama > disebutkan Ronald Segal dalam buku Islam's Black Slaves, Reuben Levy > dalam The Social Structure of Islam, dan Azizah Y. al-Hibri dalam An > Islamic Perspective on Domestic Violence. > > Para budak lebih banyak berfungsi sebagai pembantu rumah tangga > (seperti TKW zaman ini), atau menjadi penjaga istana di zaman > kerajaan Islam yang lebih kemudian. Atau yang paling banyak malah > menjadi tentara ・dengan peran yang amat penting di zaman Imperium > Ottoman. > > Para budak yang memiliki bakat mendapat lebih banyak kemudahan > seperti diajari tulis-baca, musik, atau pelajaran artistik lainnya. > Di zaman pertengahan, banyak budak menjadi penyanyi atau penari. Yang > paling terkenal tentu Ziryab, budak asal Persia di Baghdad. Ia > kemudian menjadi pencicip makanan di Andalusia (Spanyol). Namanya > tercatat di dalam sejarah sebagai orang yang memperkenalkan asparagus > ke Eropa. > > Adalah bidang militer yang menyebabkan paling banyak para budak > mengalami mobilitas vertikal, dari menjadi perwira sampai jenderal > atau panglima pasukan Islam. Dari sini, tulis Lewis, selangkah lagi > mereka mencapai puncak karir yang paradoks (ultimate paradox), yaitu > menjadi penguasa atau raja. > > Lewis mencatat sejumlah raja yang berasal dari budak pernah berkuasa > di Cairo, Delhi, dan sejumlah kota lain. Di dalam Imperium Ottoman, > menurut Lewis, banyak raja yang dilahirkan dari seorang ibu yang > budak. Di sini pula terdapat pasukan infantri khusus budak, disebut > Jannisaries. Mereka adalah budak kulit putih yang berasal dari > Yunani, Albania, Bosnia, dan berbagai daerah Balkan lainnya. Di > Mesir, di zaman Khalifah al-Hakim, tahun 1021, ada resimen khusus > yang beranggotakan budak hitam. > > Semua ini tentu mereka tiru dari perlaku Nabi Muhammad SAW. Ia > mengangkat Zayd Bin Haritsah yang budak sebagai anaknya. Zayd, yang > kemudian menjadi sahabat setia dalam sejarah Islam, seperti diketahui > menjadi panglima tentara waktu itu. Ia mati syahid dalam pertempuran > di Busra, salah satu kota milik Imperium Byzantium, pada tahun 630. > Putra Zayd, Usamah, sangat terkenal sebagai panglima di zaman > Khalifah Abu Bakar, Umar, sampai Usman. > > Dari berbagai kisah ini, wajar kalau banyak ahli berpendapat bahwa > sebenarnya, Islam punya misi untuk menghapuskan perbudakan secara > gradual. Bahwa dalam sejarahnya itu tak terlalu sukses, soal lain > lagi. > > Yang jelas, menurut Profesor Azizah Y. al-Hibri, ahli yurisprudensi > Islam dari the T.C.Williams School of Law, University of Richmond, Al- > Qur'an dan Hadis berulang kali mendorong orang Islam untuk > memperlakukan budak dengan baik. Dan menurutnya, Nabi Muhammad SAW > memberikan contoh dengan konsisten, baik ucapan mau pun perbuatan. > > Konsistensi itulah yang tak ada pada Jefferson, sebagaimana banyak > pemimpin negeri super power itu yang lain. Presiden Bush, misalnya, > mengkampanyekan demokrasi ke Timur Tengah, sementara tentaranya > membunuh hampir 1 juta penduduk Iraq yang tak berdosa. Dia berbicara > tentang HAM sembari mendirikan penjara Abu Ghraib sebagai tempat > penyiksaan paling brutal di zaman modern ini. Operator CIA seenaknya > menculik orang di mana saja, untuk ditahan, disiksa, di banyak > penjara rahasia di Asia dan Eropa. > > Lalu ada penjara Guantanamo yang oleh organisasi HAM, Human Right > Watch, dijuluki Gulag of to day (Gulag hari ini), dan oleh Amnesty > International disebut Gulag in our Time (Gulag di masa kita). Gulag > adalah rumah penjara Uni Soviet dulu, tempat penjahat dan tahanan > politik disekap dengan perlakuan buruk. Ketika itu, para pemimpin > Amerika Serikat paling suka mengejeknya. > > Sekarang Amerika menahan ratusan orang di Guantanamo dengan segala > macam siksaan, termasuk mencemplungkan Al-Quran ke dalam kloset, > dengan maksud para tahanan Muslim menjadi tersiksa, lalu mau buka > mulut. Sudah berjalan 6 tahun, mereka tak pernah diadili. > > Katanya, Amerika surga demokrasi dan karenanya di sana semua > ditentukan oleh rakyat. Tapi sampai sekarang Guantanamo tetap > bertahan, sekali pun Partai Demokrat ・oposisi yang anti-Guantanmo - - > menguasai DPR dan Senat. Setelah membaca buku Profesor Mearsheimer > dan Profesor Stephen Walt, The Israel Lobby (Farrar, Straus and > Giroux, 2007), baru saya mengerti masalahnya. > > Rupanya keputusan penting di sana bukan ditentukan rakyatnya, tapi > cuma oleh lobi-lobi tertutup dari grup yang punya pengaruh dan duit, > para Senator, Gedung Putih, para pengamat, dan wartawan. Itulah > sebabnya, lobi Israel ・yang sesungguhnya kelompok minoritas ・ bukan > main ampuhnya, menentukan arah politik luar negeri Amerika. > > Saya kira Ulil, sebagai seorang intelektual muda yang sekarang > belajar di Harvard University ・salah satu universitas terbaik dunia ・> sudah tahu betul soal yang diperdebatkan ini. Tinggal masalahnya: > bisakah tiada dusta di antara kita? [Habis/www.hidayatu llah.com] > > * Penulis adalah mantan Redaktur GATRA dan TEMPO. Kini, bergabung > dengan IPS (Institute for Policy Studies) Jakarta > Share this article > ___________________________________ L'email della prossima generazione? Puoi averla con la nuova Yahoo! Mail: http://it.docs.yahoo.com/nowyoucan.html