Bang Danny yang baik, Saya senang skali ada tanggapan langsung dari Bang Danny. Untuk members lainnya, ini bukan debat, tapi diskusi yang mencerahkan kita semua. Sebab, ada Bang Danny yang dapat menjadi rujukan kita dalam keikutsertaan kita memikirkan pembangunan kawasan Kantor Gubernur Gorontalo.
Bang Danny, Pertama, mengenai profesionalisme aparat Pemda di Gorontalo memang boleh kita pertanyakan. Begitu bagusnya masterplan yang dibuat Bang Danny di tahun 2002 (kebetulan saya mengikuti presentasi di UNG), tetapi akhirnya tidak terlaksana sepenuhnya secara teknis di lapangan. Ternyata asumsi bahwa "Aparat setiap Pemerintah harus siap menghadapi model pembangunan apa saja" belum dapat digunakan ketika kita berbicara dalam konteks Gorontalo. Ini memang menyedihkan. Tetapi kita masih punya harapan di masa depan, ada titik cerah di sana, tidak jauh, dimana ratusan aparat Pemda Gorontalo yang masih muda dan bervisi tajam siap untuk menggantikan para seniornya. (Amin...) Kedua, memang kita tidak ingin mencari kesalahan2 Pemda dalam pembahasan kita tentang pembangunan kompleks Pemprov yang tak sesuai masterplan. Kita hanya ingin informasi yang valid, otentik dan reliabel mengenai hal-hal teknis. Harap maklum, banyak orang seperti saya kurang mengerti masalah teknik sipil dan arsitektur. Hanya bertanya-tanya dengan logika yang terlalu sederhana. Menjadi wajarlah kalau kami bertanya kepada Bang Danny yang menguasai sepenuhnya masalah teknis di sana. Ketiga, pertanyaan yang diajukan kebetulan belum dijawab oleh Bang Danny. Tetapi kami juga tidak ingin memaksa Bang Danny untuk menjawabnya. Pertanyaan itu mengenai informasi tentang: (a) akibat teknis dari pembangunan yang "terdeviasi" sangat besar secara teknis terhadap masterplan yang ada, (b) izin dari Bang Danny untuk mempublikasikan penjelasan teknis tersebut kepada umum (termasuk secara resmi ke DPRD Provinsi). Keempat, mengenai "terkomentar sangat lama", saya setuju, sebab sejak 2002 sampai hari ini tidak sedikit orang yang belum tahu (atau sudah lupa) tentang masterplan itu dan kenyataan teknis di lapangan. Sehingga kita pun maklum jika masih ada pertanyaan dan komentar yang amburadul mengenai pembangunan perkantoran Pemprov di Botu. Kelima, tentang "variasi komentar yang 80% negatif" mungkin itu masih debatable, Bang Danny. Sebab, sejak pak Fadel menjadi gubernur (Desember 2001), hampir 80 % (mungkin lebih) isi koran-koran kita adalah dukungan terhadap apa pun yang dilaksanakan oleh Pemprov. Tentu saja termasuk pembangunan kompleks perkantoran Pemprov tersebut. Memang, mengenai isi dari komentar-komentar di koran itu lebih banyak yang terasa "kurang bermutu" karena hanya berupa pernyataan "mendukung" atau "menolak". Lebih banyak lagi komentar yang bersifat "koprol" (memuji atau menolak untuk mendapatkan sesuatu dari penguasa, pejabat atau Pemda secara institusional). Bang Danny benar, komentar-komentar seperti itu membiaskan pembahasan topik utama ke hal-hal lain yang lebih melebar dan kurang relevan. Tidak progresif, memang. Tidak juga solusif. Keenam, bahwa "orang pintar di Sulbar dan Sulsel lebih banyak daripada di Gorontalo"...itulah masalah kita, Bang Danny... Orang Gorontalo (mungkin seperti saya ini, hehe) pintar sedikit saja, belagunya minta ampun...! Bahkan walaupun dia sudah merantau lama dan hidup dalam masyarakat yang cerdas. Dalam satu-dua kasus, malah, kita-kita yang sudah pernah studi di luar negeri pun banyak yang sok tahu tapi tidak mau lagi belajar. Seperti yang Bang Danny bilang, "merasa benar sendiri". Itu sudah terbukti ketika beberapa "orang Jakarta" merasa lebih tahu persoalan Gorontalo daripada mereka yang hidup di Gorontalo. Namun kita juga harus mengakui betapa kualitas rata-rata SDM Gorontalo memang masih berada di lembah dalam...maka mestinya kebijakan untuk kemajuan pendidikan lebih diprioritaskan daripada membangun bangunan fisik. Ketujuh, saya sepakat dengan Bang Danny bahwa gubernur kita memiliki visi yang tajam sampai 100 tahun kedepan dan bahwa organisasi pemerintahan kita kurang sejalan (mungkin juga "tidak manut") dengan visi tersebut. Namun, seperti di atas, kita masih punya harapan yang besar 5-10 tahun kedepan aparat Pemda kita akan mampu seperti yang kita inginkan. Menurut saya, itu realistis. Kedelapan, bahwa "masyarakat intelektual Gorontalo yang gemar memberikan komentar yang tidak solusif" itu saya setuju jika kita berbicara mengenai 1-2 intelektual tertentu. Kalau kita menghitung jumlah intelektual Gorontalo, mungkin tidak lebih dari 500 orang. Sedangkan yang kerap kali muncul di media-media lokal kita itu hanya 3-5 orang (hanya 1% dari populasi). Komentar mereka memang banyak yang kurang solusif, dan biasanya politis. Tetapi kita belum dapat melakukan generalisasi bahwa seluruh masyarakat intelektual Gorontalo sama saja seperti mereka yang hanya 1 persen tersebut. Kesembilan, berbagai persoalan seperti di atas memang membutuhkan kepemimpinan yang lebih baik dan lebih kuat daripada Fadel Muhammad. Sebab, Fadel sudah terbukti kurang mampu mengatasi penyakit yang menjangkiti aparat-aparatnya, sebaik apa pun visi yang digaungkannya. Kita juga membutuhkan kontribusi yang signifikan dari 100 persen masyarakat intelektual Gorontalo untuk "membantu pembangunan daerah" agar tidak terdeviasi secara signifikan dari cita-cita mulia perjuangan pembentukan provinsi Gorontalo. Terakhir, saya baru bisa berangan-angan Gorontalo HARI INI memiliki pemimpin, aparat Pemda dan intelektual seperti tersebut di atas. Sayang sekali jikalau orang seperti Bang Danny enggan menjadi pemimpin kita, HARI INI. Walaupun bukan di Provinsi Gorontalo (karena memang belum jadwalnya), orang seperti Bang Danny mesti kita paksa untuk menjadi walikota Gorontalo atau Bupati Gorut. Bukan saja untuk kepentingan orang Kota atau orang Gorut saja, tetapi untuk seluruh masyarakat Gorontalo. Setidaknya, jikalau saja Bupati Gorut atau Walikota adalah orang seperti Bang Danny, saya akan dengan bangga bercerita kepada anak-anak saya, di tahun 2020 nanti, bahwa kita pernah memiliki contoh pemimpin yang cerdas dan berakhlak mulia. Kepada Bang Danny, saya mohon maaf untuk 'aspirasi' ini, jikalau tidak mengenakkan hati Bang Danny. Saya hanya ingin angan-angan saya terealisasi, dan tidak bermaksud "koprol", apalagi "salto". Demikian 10 poin dari saya. Mudah-mudahan tidak dianggap sebagai "debat". Sebab, sejak milis ini ada, hanya diskusi yang ada, bukan debat...apalagi jika ditambah-tambahi dengan embel-embel "kandidat". Seperti juga Bang Danny, Bang Verri, OH, Bang Ickydei dan yang lainnya, saya mengajak kita semua untuk sedikit saja serius membahas masa depan anak-anak kita tanpa bias-bias komentar politis. Tapi kalau ada juga yang ingin becanda, ya tidak masalah sih...hehehe, asal candanya tidak kebablasan. Odu olo, Elnino Ps: Bang Danny, di kelompok kajian yang saya ikuti, nama Bang Danny sering kami sebut untuk memberikan contoh orang muda yang patut diteladani dan dibanggakan. Begitu banyak kepercayaan yang Bang Danny peroleh di luar sana, maka mestinya orang Gorontalo memberikan kepercayaan yang lebih besar kepada Bang Danny daripada yang orang luar berikan itu.