Pak Taufiq
berita ini sempat hangat beberapa minggu yang lalu di komunitas 
indonesia di amerika.
lagi-lagi soal kemiskinan......



LAPAR, ANAK SD GANTUNG DIRI

Wednesday, 20 February 2008


Magetan-Surya, Heran melihat Teguh Miswadi, 11, tidak masuk sekolah 
sejak 
Senin (18/2), Sujarwo menjenguk salah-satu murid pintarnya itu 
kemarin. 
Pak guru Sujarwo, 45, khawatir sakit maag Teguh kambuh, dan dia ingin 
membawanya ke Puskesmas.

Namun, tiba di rumah Teguh yang tinggal bersama neneknya di Desa 
Pupus, 
Kecamatan Lembeyan, Kab. Magetan, Sujarwo terkejut bukan kepalang. Di 
sebuah kamar yang tak terkunci di rumah setengah kayu dan setengah 
bambu 
itu, Sujarwo melihat siswa kesayangannya tergantung kaku. Teguh sudah 
tak 
bernyawa. Teguh bunuh diri.

"Seutas tali tampar biru menjerat lehernya," kata Sujarwo saat 
ditemui 
Selasa (19/2). Tali itu diikatkan pada blandar atau kayu penopang 
atap.

Menurut Sujarwo, Teguh gelap mata, sangat mungkin karena tidak tahan 
akan 
rasa sakit yang menyerang perut. Maag itu sering membuatnya 
mengerang. 
Penyakit ini seharusnya dilawan dengan makan teratur dan bergizi. 
Tapi, 
justru itulah yang tak mungkin didapatkan.

Beberapa tetangga membenarkan Teguh hanya makan satu kali sehari. 
Kondisi 
Teguh yang tinggal hanya berdua dengan neneknya yang renta, memang 
sangat 
memprihatinkan. Siswa kelas 5 SDN Pupus 02, Kecamatan Lembeyan, 
Kabupaten 
Magetan ini sering mengeluh sakit perut.

"Teguh menderita sakit maag akut sejak cukup lama dan.tak ada yang 
memperhatikan secara penuh sakitnya, termasuk kebutuhan makannya," 
tutur 
Sujarwo dengan nada prihatin.

Dengan kondisi keluarga Teguh yang miskin, makan sebagai kebutuhan 
paling 
dasar tampaknya memang tak sanggup dipenuhi keluarganya. Teguh 
tinggal 
bersama Mbah Ginah, 76, neneknya yang buta di RT 2 RW 7 No 672 Desa 
Pupus, 
Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan. .

"Sebetulnya tidak ada yang aneh. Anak itu mudah bergaul dengan teman 
sebayanya dan tergolong cerdas. Hanya, dia sering tiba-tiba terdiam," 
kata 
Sukarni, 35, tetangga Mbah Ginah.

Baru ketika bocah ini nekat gantung diri, orang-orang dewasa di 
sekitarnya 
melek. Betapa tersiksanya Teguh yang hanya bisa mengisi perut sekali 
sehari. Bahkan sebelum meregang nyawa, dia diduga sangat kesakitan. 
Ini 
terlihat dari tas sekolah, buku-buku, sepatu, serta seragam sekolah 
yang 
ada di bawahnya berantakan.

Sangat mungkin Teguh yang mengenakan kaus hijau dan celana jins biru 
ini 
berkelojotan menahan sakit.

Menurut Sukarni, Mbah Ginah menjadi satu-satunya orang yang dianggap 
paling bisa memberi perhatian pada Teguh. Tetapi, karena sudah tak 
bisa 
melihat, Mbah Ginah memiliki keterbatasan. Selain itu, kemiskinan 
selalu 
saja menjadi sandungan.

Bahkan ketika bocah malang ini tinggal bersama ayahnya, Suwarno, 41, 
dia 
juga tidak mendapat perhatian apalagi dirawat layaknya seorang anak. 
Lagi-lagi kemiskinan yang membuat keluarga kecil ini berantakan.

Kata sejumlah tetangganya, Suwarno harus berangkat ke sawah sebagai 
buruh 
tani usai subuh dan kembali ke rumah menjelang senja. Ibu Teguh, 
Supartinah, 38, telah pergi merantau ke Sumatera sejak Teguh masih 
kecil. 
Hingga kini Supartinah tidak pernah kembali, sehingga tak ada yang 
sekadar 
menyapa apakah bocah ini sudah makan atau belum, apakah di rumah ada 
yang 
bisa dimakan atau tidak.
"Teguh kemudian memilih tinggal bersama Mbah Ginah yang tinggalnya 
masih 
sedesa dengan ayahnya. Meski sama-sama miskin, mbah yang buta ini 
lebih 
telaten," kata Sukarni.

Teguh memilih mengakhiri rasa sakit dan kemiskinan itu dengan caranya 
sendiri. Bayu, 11, teman sebangku Teguh di kelas, menangis mendengar 
teman 
belajar dan teman bermainnya meninggal.

Menurut Bayu, nilai pelajaran Teguh yang duduk di bangku terdepan ini 
bagus-bagus. "Selalu 7 dan 8. Dia juga mampu menirukan semua bentuk 
lukisan maupun gambar di atas kertas," kata Bayu.

Bayu ingat, ketika bermain bersama, Teguh sudah berpesan mulai Senin 
(18/2) tidak masuk sekolah lagi. "Sabtu lalu dia bilang sakit maagnya 
kambuh," tuturnya.

Setelah memastikan sebab kematian, Kapolsek Lembeyan, AKP Subagyo 
langsung 
menyerahkan jasad Teguh kepada keluarga untuk dimakamkan atas 
permintaan 
keluarga.

Ayahnya, Suwarno, tak bisa dimintai keterangan karena pingsan setelah 
melihat Teguh meninggal.



Kirim email ke