Ada lagi nih, Viva feminista!!!!...
Pse scroll down UU Negara Muslim Mengenai Poligami Ayang Utriza NWAY Tidak sedikit orang yang menyatakan ketidaksetujuannya jika poligami dilarang negara. Lebih baik memberi syarat ketat kepada lelaki yang ingin berpoligami. Jika melanggar, ia harus dikenai sanksi berat. Ada beberapa hal menarik untuk menilai kembali pandangan seperti ini. Apakah KHI (Kompilasi Hukum Islam) tahun 1991 tidak menerapkan syarat ketat bagi yang ingin poligami? Bagaimana pula UU di negara-negara Islam memandang poligami? Benarkah Islam membolehkan poligami? Pasal 55 sampai Pasal 59 KHI menetapkan syarat ketat bagi lelaki yang akan poligami. Bahkan, saya menilai hampir mustahil seorang lelaki dapat memenuhi syarat dalam KHI. Pasal 55 Ayat 2 misalnya, menyebutkan lelaki yang akan poligami harus adil kepada istri dan anaknya. Jika tidak adil, maka orang tersebut dilarang berpoligami (Ayat 3). Masalahnya, bagaimana membuktikan seorang itu adil atau tidak? Adil merupakan sifat dan kualitas yang tak dapat dinilai siapa pun. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS. 4:29 bahwa lelaki tidak akan mungkin berbuat adil. Satu contoh lagi betapa KHI mempersulit poligami. Pasal 57 menyebutkan tiga kondisi yang membolehkan lelaki poligami: istri tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai istri, atau sakit yang tak dapat disembuhkan, atau mandul. Kenyataannya, hampir semua lelaki yang poligami mempunyai istri sempurna: ibu rumah tangga yang baik, melahirkan anak yang lucu dan sehat. Negara-negara Muslim Mengenai sanksi, persoalannya, perempuan selalu menjadi korban praktik itu. Untuk memberi perlindungan kepada perempuan, negara harus melarang poligami. Sebagai perbandingan kita melihat undang-undang negara Muslim lainnya dalam memandang poligami. Tunisia, selain Turki, melarang poligami sejak tahun 1958. UU perkawinan 1958 yang diperbarui 1964 menyatakan hukuman pelaku poligami adalah satu tahun penjara dan denda 240.000 franc (Pasal 18). Dua negara Muslim di Benua Eropa pun melarang praktik poligami, yaitu Uzbekistan dan Tajikistan. UU Pidana Uzbekistan Nomor 2012-XII Tahun 1994, Pasal 126 menyatakan, "Poligami, yaitu hidup bersama dengan paling sedikit dua perempuan dalam satu rumah, dihukum denda 100 hingga 200 kali gaji minimal bulanan, atau kerja sosial sampai tiga tahun, atau dipenjara hingga tiga tahun." UU Pidana Tajikistan dalam Pasal 170 menyatakan, "Poligami, melakukan pernikahan dengan dua perempuan atau lebih, dihukum denda 200-500 kali gaji minimal bulanan, atau kerja sosial hingga dua tahun." Negara Muslim lain, seperti Maroko, Irak, Yaman, Jordania, Mesir, Aljazair, dan Pakistan, meski tidak secara tegas melarang, tetapi menerapkan syarat ketat dan memberi sanksi berat bagi pelanggarnya, sama seperti Indonesia. UU Maroko al-Mudawwanah 1957, diperbarui 2004, Pasal 31 menyatakan, poligami dilarang jika suami dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil. Pasal itu juga memberi hak bagi perempuan mengajukan cerai jika si suami poligami (Badriyyah) al-'Iwadi, Masa'il Mukhtarah, Kuwait, 1982:29-38). UU Irak 1959 (sebelum invasi AS) Pasal 3 melarang poligami, kecuali ada kondisi yang membolehkannya seperti dalam Ayat 4, yaitu berkecukupan harta untuk menghidupi istri-istrinya dan ada kemaslahatan. Jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil, maka poligami dilarang seperti dinyatakan dalam Ayat 5. Pelanggarnya dihukum satu tahun penjara dan denda 100 dinar (Ayat 6). UU Yaman 1974 Pasal 11 melarang poligami, kecuali atas izin pengadilan dengan kondisi istri mandul atau punya penyakit yang tak dapat disembuhkan. Adapun Pasal 19 UU Jordania 1976 memberi ta'lik talak bagi wanita. Mereka berhak minta janji suami tidak akan poligami. Jika dilanggar, istri dapat mengajukan cerai ke pengadilan. "Maqasid al-Syari'ah" UU Aljazair 1981 Pasal 4 sebenarnya melarang poligami, tetapi dibolehkan jika terpaksa. Pengecualian ini tidak berlaku bagi mereka yang tak dapat berbuat adil atau tak ada alasan syar'i dan izin istri. Istri boleh mengajukan ta'lik talak, yaitu janji suami tidak akan poligami. Jika suami poligami, istri dapat mengajukan cerai (Pasal 5). UU Pakistan tahun 1964 memberi hak bagi istri mengajukan cerai ke pengadilan jika diperlakukan tidak baik/adil. Menilik UU negara-negara Muslim ini, tampak persyaratan poligami sangat sulit dan praktis mustahil dipenuhi. Begitu juga sanksi bagi yang melanggar cukup berat. Tidak adanya larangan yang tegas terhadap poligami, karena ulama dan umat Islam berpatokan pada QS. 4:3 yang mengisyaratkan kebolehan poligami. Namun, apakah teks ayat tersebut menutup kemungkinan menciptakan hukum yang lebih adil? Semua hukum Islam punya tujuan (maqasid al-syari'ah). Menjaga kemaslahatan adalah tujuan utama hukum Islam. Oleh karena itu, 'Allal al-Fasi (m. 1974), ulama pembaru dan tokoh nasionalis Maroko, dalam Maqasid al-Shari'at al-Islamiyyat wa Makarimiha (1991:181-185) mengajukan tiga alasan mengapa poligami harus dilarang tegas. Melarang poligami bertujuan menjaga kemaslahatan umum. Pertama, mencegah akibat buruk oleh perorangan untuk mencegah akibat buruk yang lebih besar. Artinya, kemaslahatan umum dikedepankan dari kemaslahatan pribadi. Al-Fasi mengatakan, melarang poligami itu merugikan orang sebab mencegah keinginan mereka yang ingin poligami. Tetapi, dengan tetap membolehkan poligami akan menimbulkan kerugian lebih besar pada masa sekarang. Dampak negatif yang besar itu adalah merugikan citra Islam. Jika Islam berbicara peningkatan derajat wanita, itu tidak akan tercapai dengan adanya poligami. Kedua, mencegah kerusakan untuk lebih dikedepankan daripada menarik manfaat. Ketiga, perubahan hukum suatu perbuatan mengikuti perubahan kemaslahatannya. Pada masa Nabi, dibolehkannya poligami hingga empat untuk melindungi anak yatim piatu. Jika keadaan perempuan kini lebih baik, yaitu sederajat dengan pria dan harta gadis yatim-piatu bisa diatur lembaga keuangan profesional, konsekuensi logisnya poligami tidak boleh. Berkaca pada beberapa UU negara-negara Muslim dan argumentasi fikih ini, maka hukum Islam yang lebih berpihak pada perempuan sudah seharusnya diterapkan di Indonesia melalui payung hukum berupa undang-undang. Ayang Utriza NWAY Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Jakarta --- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, Elzha Esfandyari <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > sotuju skali asal.......sesuai sunah rasul : "kawin ehh...menikah dengan janda yang miskin, udah tidak ada yg ngurus & udah tua...hehehehe....kalo yg begitu dunia & akhirat saya dukung,(mo dapa pahala kalo mo kase izin suami kawin dgn perempuan yg seperti itu) malah depe antar harta nanti saya yg urus olo bole...bo depe yg laki2 mau tdk dengan calon istri yg kondisinya seperti itu > > > Rizka Elizha > > --------------------------------- > Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search. >