saya setuju , jika berbahasa yang baik dan benar . kalau mau gunakan bahasa 
inggeris , bahasa inggeris yang baik , kalau mau gunakan bahasa gorontalo , 
gunakan bahasa gorontalo yang baku .
   
  bukan karena ketidak tahuan kita lantas kita inginkan hanya dalam satu bahasa 
saja . kenapa saya menyarankan dalam bahasa gorontalo misalnya ? karena 
komunitas kita adalah komunitas gorontalo maju dan banyak yang berpendidikan 
bahkan menyelesaikan sarjananya di luar negeri .
   
  jika bukan kita sendiri yang memelihara bahasa gorontalo , terus siapa yang 
kita harapkan harus memelihara bahasa ini ? yang lalu drs. arief rahman 
mengkhawatirkan akan kepunahan bahasa-bahasa daerah di indonesia . haruskah 
kita membiarkan bahasa gorontalo juga menjadi bahasa yang penuturnya sangat 
sedikit dan terbawa dengan perginya generasi tua kita ? bahasa romansh misalnya 
yang menjadi bahasa ke 4 di switzerland , bahasa tersebut juga diambang 
kepunahan seiring penuturnya yang makin berkurang .
   
  yang lalu saya sempat mengusulkan misalnya pada waktu-waktu tertentu bahasa 
yang digunakan adalah dalam bahasa daerah gorontalo , niatnya supaya kita yang 
namanya komunitas gorontalo maju ini juga terlibat langsung dari generasi yang 
menghidupkan dan bertutur dalam bahasa daerah atau bahasa ibu kita .
   
  ke-gorontalo-an kita juga harus dipelihara , jauh dalam perjalanan saya 
kemana saja jika datang saatnya 'bertepatan dengan tumbila (tumbilo) tohe' , di 
kamar hotel saya saya selalu menyalakan beberapa lilin dalam kamar hotel yang 
saya inapi hanya untuk mengingatkan tradisi yang dipelihara oleh almarhumah 
nenek saya . yang setiap saat tumbilo tohe , selalu menyiapkan peralatan dan 
perlengkapan  untuk tumbilo tohe berupa loga-loga untuk menaruh lidi dari daun 
palma 'ombulo' sehingga malam harinya siap untuk dinyalakan di 'leger' rumah 
kami di tjempaka .
   
  salah satu yang saya acungi jempol adalah ketika moderator kita bung el nino 
di arkansas mengenakan busana adat gorontalo ketika 'function perpisahan' 
mereka sehingga beliau terpilih menjadi 'the star of the party' .
   
  ada beberapa rumah gorontalo yang saya sempat kunjungi , baik si suami hanyut 
dan larut ke dalam adat isterinya . kalau yang demikian masih dalam batas 
kewajaran , dan ada yang perempuan gorontalonya malah hanyut dalam budaya 
suaminya . kenapa dengan si perempuan ini ? biasanya yang memegang peranan kan 
isteri sebagai nyonya rumah , nah ketika saya perhatikan dalam photo keluarga , 
tidak ada sehelai photopun ada terlihat sesuatu dari gorontalo . semuanya 
benda-benda budaya sang suami atau malah cindera mata dari luar negeri .
   
  di rumah saya baik di bumi asih indah - pondok gede ataupun di ciledug , 
rumah masih komplit dengan sesuatu yang mengingatkan kampung kita yang namanya 
gorontalo . masih ada bahan-bahan krawang untuk jamuan makan atau untuk 
'entertain' teman-teman baik yang dari manca negara ataupun teman-teman lokal . 
masih ada 'polulutube' dengan disain semasa kanak-kanak saya dan tentunya 
dengan dupa yang semerbak pada malam-malam tertentu .
   
  yang lalu ada salah satu anak yang mengaku 'mahasiswa' dan ketika ada 
postingan dalam bahas inggeris , tanpa malu-malu minta diterjemahin . saya 
menjadi sedih , bagaimana kwalitas mahasiswa seperti ini akan jadi pemimpin di 
kemudian hari dengan penbendaharaan bahasa yang sangat minim ? bagaimana ybs 
dapat menjadi pemimpin di zaman globalisasi sekarang ini ?  bagaimana text-book 
dapat dikuasai kalau bahasa untuk memahami text-book nya saja tidak tahu ?
   
  masih ingat lagi bagaimana koran lokal kita dengan se-enak-enak perutnya 
menggunakan 'diel' dari bahasa inggeris 'deal' , 'ivent' dari 'event' . itu 
yang menyangkut bahasa asing , penulisan gelar (yang sedemikian pentingnya bagi 
sebagian pemimpin pada saat kampanye) untuk gorontalo dan sebagian indonesia 
timur digunakan 'hi' untuk kata 'haji' yang menurut bahasa indonesia yang baik 
dan benar hanya dituliskan dengan huruf 'h' saja . 
   
  ketika dulu kerja di kapal pesiar di 'front desk' pada waktu 'crew show' saya 
terpaksa menggunakan pakaian adat bali atjeh atau bugis , itu karena pada saat 
merantau hanya pakaian adat tersebut yang terbawa dalam bagasi saya . dan 
menarik wisatawan berkunjung ke indonesia menjadi lebih penting dari pada hanya 
ke gorontalo .
   
  nah , kalau sekarang kita tidak mengerti postingan dalam bahasa tertentu , 
saatnya kita untuk belajar , karena dunia sudah menjadi tanpa batas sekarang 
ini . seperti slogan televisi mimoza 'jangan seperti katak di bawah tempurung' .
   
  tulisan ini untuk menggugah supaya kita sama-sama belajar , sama-sama maju 
dan sama-sama pintar dan sama-sama menjadi kaya dalam khazanah perbendaharaan 
hidup dan hati kita .
   
  dan ke depannya mudah-mudahan postingan di dalam mailing list ini akan 
semakin bermutu , sesuatu yang kita posting , adalah sesuatu yang memberi 
inspirasi atau sumbangan untuk kemajuan baik secara langsung atau tidak 
langsung bagi kemajuan komunitas gorontalo (lokal atau perantauan diseantero 
jagat)  yang sama kita cintai .
   
  salam dan maaf jika ada yang idak berkenan ,
   
  tot
   
   

   
                           

       

Kirim email ke