berikut ini kutipan berita dari HArian Komentar tgl 24 Juni 2008 ttg penolakan PDS terhadap pengesahan RUU Perbankan Syari'ah menjadi UU. Saya mengundang kawan-kawan milist untuk menelaah/ mengkaji dan memberikan opini mengenai statement penolakan salah satu partai "Agama" ini. Apakah memang dilatarbelakangi oleh isu/masalah ekonomi ataukah hanya karena faktor sentimen "Agama".
PDS Tolak RUU Perbankan Syariah Partai Damai Sejahtera (PDS) lewat pernyataan Wakil Ketua Umumnya, Denny Tewu SE MM menyatakan, penolakan terhadap pengesahan RUU Perbankan Syariah dan RUU SBSN (Surat Berharga Sya-riah Negara) menjadi UU. "Ini merupakan salah satu bentuk neokolonialisme atau pen-jajahan zaman baru yang ha-rus ditolak," kata Tewu kepa-da Komentar, kemarin (23/06) Menurutnya, bentuk `penja-jahan baru' itu lebih pada pen-jajahan dari sisi ekonomi, di mana dengan memberikan pinjaman jangka pendek mau pun jangka panjang itu sebe-narnya mengikat, sehingga terjadi ketergantungan Indo-nesia terhadap negara-negara lain. Dia mengatakan, saat ini dengan berbagai cara Indone-sia ingin memutuskan hubu-ngan dengan IMF dan lem-baga sejenis, agar tidak selalu tergantung dengan mereka. Hal yang sama seharusnya kita juga berlaku dalam ben-tuk tawaran ekonomi lainnya, seperti tawaran-tawaran dari negara-negara Timur Tengah dalam bentuk penyetoran modal dengan jaminan Surat Berharga Syariah Negara yang akan berimplikasi ke-tergantungan. `'Bukan hanya sekadar bergantung, tetapi aset-aset negara kita dalam bentuk obligasi sudah dipe-gang oleh mereka (sebagai jaminan),"ulasnya. Lebih jauh lagi, Tewu men-jelaskan, kalau hal itu sampai terjadi, artinya sama saja dengan aktivitas perekono-mian akan didominasi oleh pemegang obligasi yang akan mempengaruhi bank konven-sional penjajahan era baru de-ngan cara penguasaan di bi-dang ekonomi. "Yang kita khawatirkan adalah dengan adanya Undang-Undang Per-bankan Syariah akan menjadi dualisme tafsiran kebijakan moneter karena terjadi pe-misahan antara bank kon-vensional dengan bank sya-riah. Nah, munculnya Un-dang-Undang SBSN juga akan menggerogoti berbagai aset bangsa, apa bedanya dengan IMF (Bank Dunia) yang memberikan pinjaman kepada Indonesia dengan berbagai persyaratan tanpa harus jaminan obligasi? Kalau bicara pinjaman atau penyertaan modal, banyak negara pasti mau membe-rikan pinjaman sekarang, tetapi kita harus hitung-hitungan apakah harus dengan obligasi negara,'' ungkapnya.(zal)