Seminar nasional yang akan dilaksanakan oleh Persatuan Mahasiswa GTLO di
Makassar sangat baik untuk dijadikan ajang melihat siapa yang peduli
terhadap pembangunan di Gorontalo. Kepedulian itu haruslah yang nyata
dan bukan menjual konsep saja.
Gorontalo mempunyai 7 orang wakil rakyat yang diduduk di DPR-RI dan
DPD-RI (Zainuddin, Trully H. Suharso M, Nani T, Ade K, Amir A, dan
Roland N) beliau2 itu tentunya harus mau dan mampu mempersentasikan
keberhasilan, kegagalan dan harapan mereka selama menjadi wakil rakyat
dari GTLO. Maaf ini bukan usul agar dimasukan pada agenda seminar tapi
hanya  pendapat pribadi saya pribadi.

Para wakil rakyat itu tentunya harus berbuat yang terbaik untuk GTLO,
karena sekian banyak masyarakat GTLO yang menggangtungkan hidupnya
kepada mereka ber-7 selama 4,5 tahun yang lalu (2004 - 2009 minus 7
bulan terakhir).

Semoga Bapak dan Ibu tersebut bersedia untuk ikut menjadi peserta atau
narasumber di SEMNAS tersebut. Perlu di ingat bahwa kemungkinan dari
mereka ber-7 tersebut ada yang masih menginginkan untuk duduk kembali
sebagai wakil rakyat dari GTLO untuk PEMILU 2009  nanti, jadi sekiranya
mulai dari sekarang kita harus selektif untuk mengakui bahwa wakil
rakyat itu harus dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Bukan Tebar
Pesona pada waktu kampanye atau sebelum kampanye dan setelah itu suara,
kinerja, dan karakteristik wakil rakyat itu hilang bersamaan dengan
selesainya PEMILU.

Yang perlu diingat kita kaum intelektual jangan hanya menjadi office boy
atau pengemis berdasi yang bermodalkan Proposal dan demonstrasi untuk
mendapatkan materi dari para wakil rakyat tersebut (kita harus idealis
pada tempatnya dan yang penting jangan idoilis).

Ok. selamat atas pelaksanaan SEMNAS nya semoga SEMNAS ini akan
menjadikan GTLO sebagai daerah yang beradab, beradat, beretika,
bermoral, berahklak dan saling menghormati. Dan Insya Allah SEMNAS ini
tidak akan menjadi tangga masyarakat GTLO menuju ke-bulan
(makalah-makalahnya kalau disusun pasti akan sampai ke-bulan).

BY

MIB

--- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, Taufik Polapa <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> Dear MIB,
>
> Sangat inspiratif sekali tulisan anda di bawah ini apalagi dengan
membudayakan HUYULA di tengah masyarakat Gorontalo yang majemuk.
>
> Sebenarnya tdk di pungkiri masyarakat gorontalo memiliki Kualitas SDM
di atas rata-rata bahkan jika di di lakukan Debat Tanding utk
Menyampaikan sesuatu di Depan Podium, Pastilah Orang Gorontalo Juara 1.
>
> Akan tetapi perlu kita sadari jika kemampuan masing2 Orang gtlo
tersebut kita satukan maka bisa di pastikan Gorontalo bisa menjadi
Daerah yang sangat Pesat kemajuannya.
>
> Sebut saja di Jakarta LAMAHU, SSG, di Bandung Ada S31, di Makassar ada
KKIG dan Moawota, di Palu,Manado dan daerah lainnya memiliki Komunitas
juga yang tentunya memiliki Visi yang sama membangun utk memajukan
Gorontalo. Tapi oleh karena saat ini belum ada jalinan kerja sama yang
baik sehingga masih terkesan berdiri sendiri2.
>
> Melalui Budaya HUYULA yang di sampaikan oleh MIB di bawah ini sangat
memgang peranan penting utk bisa menyatukan Visi dari masing2 Komunitas
tersebut. dengan Landasan, Saling Menghargai, Menghormati dan Mendukung
kepada sesama Gorontalo yang bisa menghasilkan Karya yang besar.
>
> Adapun Makian dengan Kata "Huangango" yang di sampaikan oleh salah
satu member Milist ini, bisa di katakan sebagai peringatan buat orang
gtlo dalam 2 Hal Yakni Negatif dan Positif,, Untuk Negatifnya tentu saja
Kata tersebut sangatlah Kasar dan tdk bisa di terima dengan baik oleh
siapa saja, Jika di Kota Makassar Kata "Huangango" bisa di sejajarkan
dengan Kata "Anak Sundala" dan Jika ada orang berkata demikian di Kota
Makassar maka ganjarannya adalah biasanya Orang yg berkata tersebut
sudah di TIKAM dengan Badik oleh orang yang menerima Kata tersebut.
Untuk yang Positifnya, mungkin teman2 Milist yang tentu saja terdiri
dari banyak Unsur, seperti Media Cetak, Media Elektronik, LSM,
Politikus, Budayawan, Akademik, dll harusnya termotivasi dengan kata2
tersebut untuk bisa berbuat lebih dan jangan cuman dengan dengan Ucapan
seperti makna yang di sebut oleh si pemaki tersebut. Mungkin di harapkan
ke depan Harus ada Tindakan Kongkret yang lebih nyata utk
>  membicarakan Gorontalo ke depan.
>
> Tanpa mendahului saudara2 Gorontalo yang lain, seperti Lamahu, SSG dan
Komunitas lainnnya walaupun saya dan teman2 dari Makassar yakin bahwa
teman2 dari JKT,Bandung,Manado serta Lain2 memikirkan Gorontalo maka
bersama ini kami dari Komunitas Moawota Makassar Insya Allah di Hari
Lebaran (H+4) akan menyelenggarakan Seminar Nasional yang di adakan di
Kota Gorontalo dengan Nara Sumber : Sandiaga Uno, Dany Pomanto, Fikri
Fadel Muhmmad. Ke tiga Narasumber ini telah bersedia utk bisa mengisi
Acara tersebut.
> Adapun kegiatan tersebut mendapat Dukungan sepenuhnya dari HSG
(Himpunan Saudagar Gorontalo) yang di Ketuai oleh Pak Toni Uloli dan
Badan Investasi Prop. Gorontalo.
> Tidak menutup Kemungkinan utk Narasumber akan bertambah sesuai dengan
Bidang yang di kuasai.
> Adapun persiapannya sudah mulai di persiapkan sejak saat ini agar
pelaksanaannya bisa berjalan dengan Sukses pada Hari H, tentu saja
dengan Berbekal Kata HUYULA,AMBUA dan TUWOTO di harapkan support dari
semua pihak baik yang ada di luar gorontalo maupun yang ada di
Gorontalo.
>
> Tentu saja ini bukan merupakan Acara Moawota Makassar, akan tetapi
merupakan Kegiatan Masyarakat Gorontalo cuman kebetulan pelaksananya
adalah Masyarakat Gorontalo dari Makassar.
>
> Insya Allah Besok tanggal 25 Juni 2008 Pak Fadel akan mampir ke
Makassar semoga beliau bisa mendukung kegiatan tersebut.
>
> MARI KITA BERSAMA SALING MEMBANTU, BERKUMPUL UNTUK MEMIKIRKAN
GORONTALO, DENGAN LANDASAN SALING MENGHARGAI, KURANG BUDAYA TUTUHIYA.
>
> Sekali lagi mohon maaf kepada teman2 yang lain jika ada yang kurang
berkenan.
>
> Wassalam
>
> Taufik Polapa
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> --- On Mon, 6/23/08, eecbal_agri [EMAIL PROTECTED] wrote:
> From: eecbal_agri [EMAIL PROTECTED]
> Subject: [GM2020] Budaya HUYULA dan Berbuat Nyata
> To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
> Date: Monday, June 23, 2008, 12:09 PM
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>             Berbicara mengenai sejarah Gorontalo mungkin tidak akan
habis di bahas pada millis ini, akan tetapi implementasi sejarah dan
budaya Gorontalo dalam kehidupan masyarakat Gorontalo perlu diadakan
kajian bersama sebagai suatu bentuk aksi sosial kaum inteltual untuk
kemajuan Gorontalo.
>
> Hal ini perlu laksanakan, karena implementasi budaya Gorontalo dalam
kehidupan masyarakat Gorontalo sudah mulai hilang. Kita jangan bicara
dulu masalah danau limbato, karena hal itu sudah merupakan fenomena alam
yang lebih identik dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
perilaku masyarakat Gorontalo dari jaman dulu sampai sekarang yang
seakan memfungsikan danau limboto dengan segala aktivitas kehidupan,
sehingga danau kebanggaan masyarakat Gorontalo tersebut tidak akan lama
lagi akan punah ditelan masa. Untuk tetap mempertahankan pelestarian
danau limboto tidak sedikit anggaran pemerintah sudah dikeluarkan oleh
Pemrintah baik melalui penelitian maupun program lainnya, akan tetapi
penelitian itu sampai sekarang perlu dipertanyakan hasilnya apakah
berdampak positif terhadap pelestarian danau limboto atau tidak.
>
> Sejalan dengan hilangnya danau limboto, maka budaya HUYULA yang sangat
melekat dengan adat istiadat Masyarakat Gorontalo seakan mulai memudar
di Masyarakat Gorontalo.  Hal ini terlihat dari menurunnya rasa
solidaritas dan persatuan di kalangan masyarakat dan pemerintah.
>
> Fenomena ini dapat kita lihat dalam masyarakat Gorontalo dengan tidak
ditemukannya lagi budaya persatuan dan kerjasama, semua dinilai dengan
materi, sehingga menyebabkan masyarakat miskin semakin miskin,
masyarakat kaya semakin kaya sehingga hal ini sudah semakin jauh dari
adat-istiadat Gorontalo.
>
> Fenomena yang paling jelas yaitu tidak dapat dipertahankannya ADIPURA
di bidang kebersihan Kota oleh Kota Gorontalo, karena semua mengenai
kebersihan seakan dibebankan kepada petugas kebersihan yang memerlukan
anggaran daerah untuk membiayai petugas kebersihan, disisi lain petugas
kebersihan adalah masyarakat yang membutuhkan kesejahteraan hidup, akan
tetapi apakah harapan petugas kebersihan itu dapat direalisasikan oleh
pemerintah terutama peningkatan pendapatan mereka?
>
> Fenomena lainnya dibidang pemerintahan yaitu tidak adanya koordinasi
antara pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam
melaksanakan pembangunan. Indikatornya yaitu berbagai pembangunan yang 
akan dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Gorontalo seperti;
pembangunan KANAL Tamalate, pembangunan Pembangkit Listrik dan depot
pertanima di Gorontalo Utara semuanya mendapat respon yang beragam dari
masyarakat ada yang setuju dan ada juga yang tidak setuju, sehingga hal
ini menyebabkan kesenjangan pelaksanaan pembangunan di Gorontalo.
>
> Fenomena-fenomena di atas perlu disikapi oleh kita semua, karena
dengan makin menurunnya budaya HUYULA di Gorontalo maka akan menyebabkan
kemunduran masyarakat Gorontalo dari segi: (1) etika, (2) moral, (3)
akhlak, (4) budaya saling menghormati dan menghargai, dan (5)solidaritas
antar sesama masyarakat. Semua akbiat dari menurunnya budaya HUYULA ini
semakin mengkristal di Masyarakat Gorontalo, indikator menurunnya budaya
HUYULA di Gorontalo yang paling signifikan dengan Pembangunan Gorontalo
yaitu:
> 1. Bencana Banjir setiap tahun diakibatkan oleh kerjasama masyarakat
dalam menjaga dan melestarikan lingkungan sudah mulai pudar.
> 2. Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan yang tidak terlalu
memperhatikan kondisi lingkungan, sehingga menyebabkan masyarakat
semakin tidak respon dengan rencana pembangunan tersebut.
> 3. Kerjasama masyarakat dan pemerintah seakan hanya mementingkan
kepentingan pribadi dan golongan, sehingga menyebabkan perilaku
masyarakat menjadi malas untuk bekerjasama kalau tidak ada imbalan.
> 4. Perkembangan daerah yang semakin hari semakin maju, sehingga
masyarakat Gorontalo lupa bahwa perkembangan daerah akan berdampak juga
terhadap kehidupan masyarakat terutama moral, etika dan ahklak.
>
> Dengan berdasarkan pada 4 indikator di atas, maka upaya yang harus
dilakukan untuk tetap melestarikan budaya HUYULA adalah dengan
memberdayakan masyarakat dalam semua proses pembangunan serta adanya
kewibawaan pemerintah dalam melakukan koordinasi di semua Level
Pemerintahan. Hal ini perlu ditunjang oleh adanya aksi sosial dari
pemerintah, kaum intelektual, akademisi, teknokrat, dan lain sebagainya
sebagai bentuk kepedulian pada nilai-nilai budaya Gorontalo. Singkatnya
marilah kita berbuat nyata untuk masyarakat Gorontalo dan tinggalkan
tebar pesona untuk berbagai kepentingan pribadi dan golongan demi
kemajuan Gorontalo.
>
> Tulisan ini sekaligus menanggapi kata yang makian Gorontalo yang
ditulis di Millis ini. Kata itu dalam bahasa Gorontalo dapat berarti
makian, akan tetapi jika kita terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
Makian berbahasa Gorontalo tersebut dapat berarti "Jangan Hanya Bunyi
atau Gaung Saja" akan tetapi berbuat nyata untuk Gorontalo. Jadi saya
berharap kata makian itu jangan dinilai dari sisi negatifnya melainkan
kita harus nilai juga dari sisi positifnya. Karena makian seperti itu
dapat berarti memotivasi kita untuk selalu berbuat baik dan tidak 
seenaknya mengeluarkan kata dan kalimat kalau tidak ada realisasinya.
> Dan mungkin ini peringatan bagi para kandidat wakil rakyat pada PEMILU
2009 nanti. Bukan hal yang mustahil kata Makian itu akan menjadi bahan
renungan untuk wakil rakyat nanti (DPRD maupun DPR RI).Seperti lagu Iwan
Fals (Surat Bagi Wakil Rakyat). Lagu tersebut bermakna philosofis
"Jangan Hanya Gaung"
>
> By.
>
> MIB.
>

Kirim email ke