kalau saja dosen UNG yang lebih dari 400an orang itu mampu membuat
satu tulisan setiap dua bulan dari hasil penelitian & pengabdiannya
maka setiap 4 bulan akan ada 800an tulisan yang siap dimuat diberbagai
jurnal. Jadi butuh sekitar 100an jurnal untuk menampung semua karya
ilmiah itu. Kondisi sekarang dengan jumlah jurnal internal yang
sekitar 10 saja selalu molor terbit karena minimnya karya ilmiah yang
masuk. Padahal dosen hanya diminta minimal 2 jam saja dalam sehari
diluar jam kuliah hadir di kampus untuk keperluan bimbingan akademik
mahasiswa.

Pak Nurdin, bukannya fenomena di UNG banyak dosen lebih senang rebutan
jabatan struktural dari pada melaksanakan fungsinya? Rebutan jadi
kepala dan sekretaris LP2M, Lemlit dll yang seharusnya ditempati para
administrator. Seharusnya para dosen bergiat menjadi profesor dengan
kegiatan ilmiahnya bukan rebutan menjadi rektor atau jabatan2
administratif lainnya.

Ini sekedar sharing, untuk lanjutannya silahkan diteruskan di milis ung.


Rgrds,
PN




Pada tanggal 05/07/08, Nurdin Baderan, SP <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
> assalamu alaikum
> setelah membaca posting tentang 4 hari kerja bagi dosen terkait dengan uang
> lauk pauk, saya sebagai salah satu bagian tersebut menilai cukup baik jika
> dilihat dari sudut pandang administratif. tetapi jika kita lihat dari
> keseluruhan permasalahan kinerja dosen yang dianggap belum efektif dan
> efisien, rasanya tidak cukup untuk menjadi solusi terbaik. selama bekerja
> dengan profesi ini, saya justru melihat beban kerja dosen dengan dharma yang
> seharusnya dilaksanakan oleh seorang dosen belum berimbang. seorang dosen
> khususnya di UNG harus bekerja kadangkala sudah melampaui jam kerja efektif
> seorang dosen dan paling banyak justru bukan persoalan akademik, tetapi
> persoalan administrasi contohnya penyiapan berkas administrasi programstudi
> (prodi), jurusan,bahkan fakultas..akibatnya, produktifitasnya sebagai
> seorang fungsionalist belum terpenuhi secara optimal, seperti meneliti,
> menulis (artikel atau buku)dan mengabdi kepada khalayak sasaran antara yang
> strategis
>  (masyarakat). hal ini merupakan fenomena yang terjadi hampir disemua
> fakultas. di sisi lain, UNG harus menjadi universitas yang besar dan
> kualifaid dengan jumlah dosen ahli yang punya spesifikasi khusus di
> bidangnya masing2 serta diakui oleh masyarakat lokal Gorontalo, regional
> sulawesi, tingkat nasional, bahkan internasional. ini dapat dicapai
> diantaranya jika UNG punya prodi dengan kurikulum standar nasional prodi
> tersebut dengan dosen yang kompeten dan kulifaid di mata kuliah pada
> kurikulum tersebut. untuk mencapai hal tersebut, dosen harus diberikan waktu
> untuk mengexplore ranah ilmunya yang spesifik tersebut melalui membaca,
> meneliti, menulis dan mensosialisasikan hasil explorasi keilmuannya baik
> studi literatur maupun penelitian kepada khayalayak (masyarakat) supaya
> terjadi interaksi yang baik. ini butuh waktu dan kesempatan yang cukup lama.
> sehingga kebijakan absensi dosen, apalagi bagi dosen dengan basik lapangan
> cukup menjadi kendala bagi
>  kesempatan mengexplore ranah kilmuannya, seperti dosen di faperta. IPB, UGM
> dan universitas yang sudah besar saat ini, dosen-dosennya banyak meneliti
> dan berinteraksi di luar kampus, sehingga dikenal dan secara tidak langsung
> melambungkan nama besar almamaternya (interaksi yang positif), tetapi punya
> komitmen yang kuat terhadap kegiatan akademik..ini dapat dijadikan bahan
> perbandingan untuk UNG dan dosen-dosennya, agar UNG menjadi universitas yang
> lebih maju dari sekarang..
>
> NM
>
>
> --- On Sat, 7/5/08, Pandu Nusantara <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>> From: Pandu Nusantara <[EMAIL PROTECTED]>
>> Subject: Re: [GM2020] Re: Kebijakan 4 hari kerja
>> To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
>> Date: Saturday, July 5, 2008, 5:27 AM
>> Bung Redho, sebenarnya latar belakang adanya daftar hadir
>> bagi dosen hanya
>> terkait dengan uang lauk pauk. Syarat administrasi menerima
>> uang lauk pauk
>> yang sekitar 500 - 600 rb perbulan (kalau tidak salah) itu
>> hanya daftar
>> hadir yang sudah ditandatangani. Sayangnya absen yang
>> manual ini pun sering
>> dirapel, ditandatangan sekaligus untuk satu bulan
>> hehehe.... Absensi finger
>> print hanya sekedar data pembanding absen manual.
>> Tapi di beberapa unit kerja di UNG, data absensi finger
>> print ini yang
>> dijadikan acuan pencetakan absensi manual.  Artinya kalau
>> tidak absen finger
>> print di hari tertentu, tidak bisa tandatangan absen manual
>> karena kotak
>> tempat untuk tanda tangannya itu otomatis tercetak hitam
>> penuh. jadi
>> walaupun tanda tangannya di rapel saru bulan, pegawai tidak
>> bisa tanda
>> tangan di hari-hari dimana  dia tidak hadir (tidak absen
>> finger print)
>>
>> Rgrds,
>> PN
>>
>> Pada 5 Juli 2008 03:06, rhedho <[EMAIL PROTECTED]>
>> menulis:
>>
>> >   Teruntuk Bung Pandu Nusantara! Benar sekali apa yang
>> anda kemukakan di
>> > milis ini. Secara pribadi, saya selaku orang UNG
>> mengakui keadaan yang
>> > terjadi di UNG sedemikian adanya seperti yang Bung
>> Pandu kemukakan.
>> > Namun ada hal yang perlu saya kemukakan tentang isi
>> dari Pedoman
>> > Akademik UNG yang telah anda baca tersebut. Hal ini
>> saya kaitkan juga
>> > dengan apa yang dipertanyakan oleh Ibu Titien tentang
>> daftar hadir
>> > para dosen yang ada dimasing-masing jurusan dan
>> program studi di UNG.
>> > Salah satu latar belakang dimunculkannya konsep
>> kehadiran dosen dalam
>> > Pedoman Akademik UNG dengan direalisasikannya dalam
>> bentuk Daftar
>> > Hadir Dosen adalah dalam rangka mengenjot kinerja para
>> dosen di UNG
>> > yang dihargai dengan kenaikan pendapatan dari
>> Kelebihan Mengajar para
>> > dosen di UNG (entah sekarang masih berlaku atau
>> tidak). Menurut saya
>> > tujuannya sangat baik jika benar dalam rangka
>> meningkatkan kinerja Tri
>> > Dharma Perguruan Tinggi para dosen di UNG. Namun! Hal
>> ini menurut saya
>> > tidaklah efektif dan efesien.
>> >
>
>
>
>

Kirim email ke