Empat Modal Menjadi Entrepreneur (Ternyata Bukan Uang)



Walau banyak kasus korupsi dan persoalan lainnya, ekonomi negara kita bisa

tetap berjalan. Ini tentu saja berkat ada penggerak-penggerak di masyarakat

yang tidak tergantung pada peraturan dan pemerintah. Mereka yang jarang

diketahui orang ini disebut entrepreneur. Ini beberapa dari mereka dan upaya

yang telah dilakukan untuk menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita.



Wimar's World Rabu malam (28/3) menghadirkan tiga orang entrepreneur yaitu

Bob Sadino (pemilik supermarket Kem Chicks), Hadrijanto Satyanegara (PR

Manager Patrakom), dan Fred Hehuwat (salah satu pendiri Yayasan ASHOKA

Indonesia). Mereka adalah orang-orang yang tidak putus asa bahkan

bersemangat dan memberi contoh kepada kita. Berikut potongan percakapan

mereka dengan Wimar Witoelar.



*Empat Modal Entrepreneur*



Wimar: Katanya, Anda dulu pelaut, lalu bagaimana Anda bisa sampai menjadi

entrepreneur dengan membuka supermarket?



Bob: Sederhana saja. Saya dulu bekerja di negeri Belanda dan berkeliling

Eropa. Ketika kembali ke Indonesia, saya melihat telor di sini berbeda

dengan telor yang saya lihat di Eropa.



Wimar: Apa bedanya?



Bob: Beda bentuknya. Jadi, saya meminta orang mencari ayam yang bisa

bertelor.



Wimar: Apakah saat itu Anda sudah ahli ayam atau telor?



Bob: Salah satu faktor saya menjadi seperti saat ini karena saya beruntung

tidak mengetahui apa-apa.



Wimar: Apakah Anda mempunyai banyak teman di bank yang bisa menyediakan

modal?



Bob: Bank hanya untuk menabung saja



Wimar: Jadi tidak betul orang membutuhkan modal untuk membangun usaha baru.



Bob: Apa pengertian modal itu? Banyak orang hanya menterjemahkan modal itu

hanya benda yang bisa dilihat dan dihitung saja, pokoknya uang. Sebetulnya

ada modal yang tidak bisa dilihat. Ini modal pegangan bagi seseorang untuk

menjadi entrepreneur yaitu:



1. Harus mempunyai kemauan

2. Tekad yang bulat

3. Keberanian mengambil peluang. Ada sejuta peluang di luar sana termasuk di

dalam badan kita sendiri



Wimar: Bob, saya bertemu banyak sekali orang yang ingin menjadi

enterpreuner. Katanya, itu susah sekali karena iklim tidak kondusif,

peraturan tidak berpihak pada pengusaha. Bagaimana ini Bob?



Bob: Ketiga faktor tadi belum membuat seseorang untuk masuk menjadi

enterpreuner. Faktor keempat adalah Anda *jangan cengeng dan tahan banting*.



*Manfaatkan Teknologi*



Wimar: Kita beralih ke Hadrijanto. Perusahaan Anda menyediakan sarana

telekomunikasi di perusahaan terpencil. Bagaimana perusahaan Anda bisa

berbisnis di daerah terpencil?



Hadrijanto: Kita melihat ada peluang usaha dan keterbatasan saran

telekomunikasi terutama di luar Pulau Jawa. Mereka mempunyai kebutuhan dan

terkadang mereka memiliki uang. Telekomunikasi itu bukan lagi kebutuhan

sekunder tapi sudah primer. Karena itu kita berupaya membantu menyediakan

sarana telekomunikasi di daerah terpencil.



Wimar: Berapa banyak dan dimana contohnya?



Hadrijanto: Di Kalimantan Timur seperti di daerah pedalaman Samarinda,

Tabang. Kalau sekarang jumlahnya sekitar 150 unit



Wimar: Jadi karena daerah terpencil maka mereka mesti wireless. Jadi

dipergunakan satelit.



Hadrijanto: Iya, kita mengadakan warung telekomunikasi satelit (Wartelsat).



Wimar: Kuncinya di sini mahal tapi kok bisa dikerjakan dan orang tidak

membayar mahal. Jadi, siapa yang memberikan dukungan sehingga ini tersedia?



Hadrijanto: Sebenarnya yang mendukung itu teknologi. Kita memanfaatkan

teknologi yang ada. Kita melakukan rekayasa teknologi di dalamnya sehingga

kita bisa. Secara kualitas memang tidak bisa mencapai seperti cyber atau

berlangganan, tapi untuk daerah terpencil cukup memadai agar ada sarana

telekomunikasi.



Wimar: Apakah investasi itu akan kembali dari sisi uang?



Hadrijanto: Mungkin bukan kembali tapi kita berusaha mencapai break event

point saja. Itu sudah bagus.



Wimar: Itu mungkin perbedaannya antara perusahaan tempat Anda bekerja dengan

Bob Sadino. Kalau Bob, pure entrepreneur yaitu investasi dan uang kembali.

Sedangkan Anda, ada yang investasi dan kembali dalam bentuk menyenangkan

masyarakat.



*Social Entrepreneur ASHOKA*



Wimar: Ini yang ketiga Fred Hehuwat. Dia pada 1983 mendirikan Yayasan ASHOKA

Indonesia. Saya tahu karena turut mendirikannya, tapi saya tidak tahu

kelanjutannya. ASHOKA memakai konsep social entrepreneur. Apa konsep itu dan

apa yang dikerjakan Ashoka saat ini?



Fred: Kalau kita biasanya mengaitkan dengan kegiatan ekonomi. Memang

lahirnya istilah social entrepreneur ini dari Ashoka. Kalau kita

membandingkan sektor ekonomi dan industri yang perkembangannya sangat maju

maka bidang sosial seperti pendidikan dan kesehatan tertinggal. Kalau kita

melihat kondisi di Indonesia, kondisi sosial merupakan yang sangat parah.

Siapa yang menangani ini? Biasanya kita menggantungkan harapan pada

pemerintah. Kita semua tahu pemerintah banyak keterbatasannya. Kalau ini

tidak ada jalan pintas yang diciptakan maka keadaannya makin lama makin

ketinggalan.



Wimar: Apa orang yang dibina ASHOKA?



Fred: Kita membina orang-orang yang memiliki program-program entrepreneur.

Awalnya, seseorang melihat keadaan, mengenal lapangan, mempunyai ide

cemerlang, mempunyai kemampuan menyelesaikan masalah, tidak tergantung

fasilitas, dan sebagainya, maka ide cemerlang itu akan kita bantu. Kita

mencari orang-orang seperti itu.



Wimar: Berapa orang yang sudah dibina sejak 1989?



Fred: Sekarang ada sekitar 140 orang di Indonesia.



Wimar: Ini konsepnya internasional. Kalau dengan contoh konsep

internasional, kita mungkin lebih mengerti social entrepreneur itu?



Fred: Kalau kita melihat social entrepreneur yang top adalah Muhammad Yunus

dari Banglades dengan program di Grameen Banknya sehingga meraih hadiah

Nobel. Idenya itu yang paling unik dan bagus.



Wimar: Kalau saya membaca di brosur Anda, ASHOKA banyak juga bergerak di

daerah-daerah. Bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi di

sana?



Fred: Saya kira mereka tidak akan menunggu sesuatu tapi melihat keadaan.

Kemungkinan-kemungkinannya berbeda. Kendalanya juga berbeda. Jadi mereka

sama sekali tidak menunggu sesuatu dari luar. Dari mereka sendiri tumbuh

ide, "Oh, keadaannya begini. Ini yang bisa saya lakukan."



Wimar: Bagaimana Anda memilih orang yang akan dibina itu?



Fred: Saya kira kita memang memilah-milah orang terutama berdasarkan

penilaian,

Apakah idenya itu baru?

Apakah orang yang melakukan itu, menurut penilaian kami, mempunyai

kemampuan?

Bagaimana dampaknya ide tersebut? Kalau dampaknya kecil maka kita tidak

tertarik.



Wimar: Kalau Bob Sadino 50 tahun lalu yaitu saat masih remaja, apakah bisa

menjadi pilihan ASHOKA? Apakah syarat-syarat yang ada pada diri Bob itu yang

dicari ASHOKA?



Fred: Mungkin sifat-sifatnya iya, tapi bidangnya mungkin tidak. Bob tentu

ingin berhasil secara komersial, sedangkan yang kita nilai adalah bagaimana

dampaknya pada kehidupan sosial.



Alfi (penelpon dari Bekasi): Saya sangat tertarik dengan Yayasan ASHOKA

Indonesia. Bagaimana mekanisme kontrol terhadap orang yang didukung sebagai

entrepreneur di ASHOKA?



Wimar: Jadi pertanyaannya bagaimana niat baik orang tersebut bisa dikontrol?



Fred: Pertama, kita memiliki jaringan yang cukup banyak sehingga dapat

memberi informasi ke kita. Kedua, kita tentu memonitor bagaimana

perkembangan selanjutnya dari orang yang didukung. Sesungguhnya ASHOKA

sendiri tidak mau banyak mengontrol. Kalau entrepreneur mau berkembang

jangan terlalu banyak dikontrol, jadi kita hanya memonitor saja.



*Dampak Perubahan Pemerintah*



Wimar: Kita telah mengalami perubahan drastis pemerintahan sejak 1998 hingga

sekarang. Jika dibandingkan dengan situasi sebelumnya, apakah ada perbedaan

perubahan tersebut untuk masing-masing bidang entrepreneur?



Fred: Sangat berbeda. Dulu kita untuk mendirikan ASHOKA harus

mengumpet-umpet. Sekarang sangat leluasa



Bob: Iya ada perbedaan. Tapi Saya dari dulu tidak tertarik dengan

pemerintah. Saya hanya ingin kami jangan terlalu banyak diatur-atur karena

yang tahu mengenai usaha saya adalah saya.



Hadrijanto: Kalau kita melihat lebih baik sekarang karena peraturan

pendukungnya jauh lebih baik dan sikap dari teman-teman daerah juga sudah

lebih terbuka.



*Dikutip : dari Wimar Witoelar*




=============================================================================================

ramang H demolinggo

Consultant Management & 
Calon Entrepreneur



      

Reply via email to