Dengan berita di bawah ini, mengartikan Pemerintah menerima Kehadiran para Tengkulak di Indonesia.
Ini sebenarnya apa benar ide dari WAPRES ? Gimana pendapat teman2 jika melihat dari sudut Pandang Ekonomi dan Agama ? Wassalam TP Jumat, 01-08-2008 | 14:26:57 Wapres Dukung Terbentuknya Wadah Para TengkulakLaporan: Kompas.com/Suhartono Jakarta, Tribun - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menyatakan dukungannya dengan terbentuknya organisasi para tengkulak seluruh Indonesia yang mengatasnamakan Asosiasi Punggawah Nusantara (APN). Organisasi ini baru terbentuk tiga bulan lalu dan dipimpin Bupati Rembang Muhammad Salim. Dukungan Wapres Kalla itu disampaikan oleh Ketua Umum DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumyaryo Sumiskum, dalam keterangan pers seusai bertemu Wapres Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (1/8) siang. Sumyaryo didampingi sejumlah pengurus HNSI, di antaranya Sekjen HNSI Adi Surya dan lainnya. "Wapres Kalla mendukung institusi apapun yang berpotensi secara bisnis mendukung aktivitas dan pemberdayaan nelayan, termasuk Asosiasi Punggawah Nusantara dan lembaga syariah," tandas Sumyaryo. Menurut Sumyaryo, lembaga tersebut akan dilegalkan secara resmi di Musyawarah Nasional (Munas) yang akan diselenggarakan oleh DPP HNSI setelah Idul Fitri, Oktober mendatang. Wapres Kalla diundang untuk membuka pertemuan para nelayan tersebut sekaligus berhalal bihalal. Sumyaryo mengatakan, APN nantinya akan legal menjadi wadah bagi para tengkulak se-Indonesia yang memberikan kredit langsung kepada para nelayan, tanpa jaminan dan tanpa birokrasi kepada para nelayan. "Punggawah yang dalam bahasa Makassar adalah komandan yang mengarahkan. Di Jawa, Punggawah itu dikenal dengan tengkulak. Tengkulak itu, dalam kenyataan masyarakat nelayan merupakan sosok yang paling dekat dengan nelayan. Nelayan memiliki hubungan emosional dengan para tengkulak, karena kalau nelayan butuh uang untuk melaut, nelayan bisa langsung mengetok pintu rumah tengkulak," ujar Sumyaryo. Bergantung tengkulak Dulu, tambah Sumyaryo, tengkulak itu musuh nelayan. "Itu cara berpikir kita dulu. Akan tetapi, sekarang, kenyataannya, tengkulak harus kita rangkul dan bukan lagi momok bagi nelayan. Dia harus jadi mitra di saat perbankan dan institusi keuangan penuh birokrasi dan sulit bagi nelayan yang membutuhkan dana," jelas Sumyaryo. Adi Surya, yang juga penasehat APN menambahkan, 70 persen nelayan Indonesia sangat tergantung pada tengkulak, mengingat untuk biaya produksi penangkapan ikan di laut membutuhkan biaya yang sangat besar dan tidak mungkin ditanggung sendiri oleh nelayan. "Untuk memproduksi 5 juta kg ikan per tahun, katakanlah dengan biaya Rp 2.000 per kilo dikalikan dengan 5 juta nelayan, maka dibutuhkan dana sekitar Rp 10 triliun. Jika ada 500.000 kapal, artinya biaya yang dibutuhkan sekitar Rp 7 triliun. Padahal, anggaran Departemen Kelautan dan Perikanan hanya Rp 3 triliun, berarti sebagian pembiayaan nelayan mau tidak mau bergantung kepada tengkulak," demikian Ady. (*)