var m3_u = 
(location.protocol=='https:'?'https://openx.detik.com/delivery/ajs.php':'http://openx.detik.com/delivery/ajs.php');
   var m3_r = Math.floor(Math.random()*99999999999);
   if (!document.MAX_used) document.MAX_used = ',';
   document.write ("");

        
Dear All Gm2020

Semoga saudaraku di GM2020 ini tidak termasuk dalam kategori KIKIR,PELIT dan 
BAKHIL. dan selalu membantu sesama yang membutuhkan terutama Anak Yatim, Kaum 
Duafa.... Semoga Surga balasan buat kita semua .......


Manusia bersifat kikir dan itu adalah warna sejati dirinya. Allah
Maha Tahu dan Dia memberitahukan hamba-Nya akan warna diri tersebut.
(QS. 17:100)

Dalam
buku Tazkiyatun Nafs karya Said Hawa disampaikan bahwa kikir, pelit,
bakhil dan berbagai sinonimnya adalah sebuah penyakit jiwa manusia yang
dapat menjauhkan dirinya kepada Allah Tuhan penguasa alam. Siapa saja
yang ingin berakrab diri kepada Tuhannya, maka semestinya ia mampu
untuk membebaskan diri dari belenggu segala penyakit jiwa, dan salah
satunya adalah penyakit kikir.

Allah Maha Penyayang terhadap
hamba-Nya. Dalam banyak kesempatan, Dia selalu berfirman agar para
hamba-Nya terbebas dari penyakit kekikiran. Dengan rahmat-Nya, ia
mengajak para hamba untuk berderma agar terbebas dari belenggu sifat
kekikiran.

هَاأَنتُمْ هَؤُلَاء تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ وَمَن يَبْخَلْ فَإِنَّمَا
يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنتُمُ الْفُقَرَاء وَإِن
تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا
أَمْثَالَكُمْ

“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk
menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka diantara kamu ada orang
yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir
terhadap dirinya sendiri.Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah
orang-orang yang membutuhkan(Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia
akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan
seperti kamu (ini).” (QS. 47:38)

Di kota suci Madinah, saat
Rasulullah Saw masih hidup. Tersebutlah seorang pria miskin yang sedang
melintas di sebuah kebun kurma. Hari itu ia merasa lapar. Tidak ada
makanan yang dapat ia makan dan tidak ada harta yang ia miliki untuk
sekedar membeli pangan.

Saat ia melintas di kebun kurma. Ia
dapati ada sebuah pohon kurma yang amat subur. Daunnya rimbun dan
buahnya menjuntai hingga hampir menyentuh tanah. Pria itu khilaf, sebab
saat berjalan, hidungnya yang naas tertubruk dengan jumputan buah kurma
yang ranum dan mengundang selera makan. Ia pun tak kuasa menahan diri.
Ia petik sebuah kurma, lalu dimakanlah.

Sial…!!! Apa yang ia
lakukan diketahui oleh pemilik kebun yang datang menghardik dengan
mengacungkan parang. Ia pun tertangkap. Kesialan itu semakin bertambah,
saat ia tahu bahwa pemilik kebun kurma itu adalah orang yang amat kikir.

“Aku
akan bawa dan adukan kamu kepada Rasulullah. Biar tanganmu dipotong!”
Pemilik kebun itu berkata dengan nada tinggi dan mata mendelik. Si pria
miskin tidak bisa berbuat banyak. Ia tahu dirinya salah. “Tapi, apakah
tanganku harus dipotong hanya sebab sebuah kurma?” ia membatin. Ia pun
pasrah saat digiring oleh pemilik kebun itu.

“Ya Rasul, potong
tangan orang ini. Ia telah mencuri di kebunku!” pemilik kebun berkata
kepada Rasulullah Muhammad Saw sambil menenteng pria miskin dengan
sebelah tangannya.
“Apa yang sudah kau curi, wahai saudaraku?” Rasul
Saw bertanya dengan penuh kesabaran. “Maafkan aku, ya Rasulullah! Aku
telah mencuri sebutir kurma dari kebun bapak ini. Aku khilaf, ya Rasul.
Aku lapar.” Pemuda itu mengiba.

Rasul Saw menghela nafas
sejenak, kali ini pandangannya ditujukan kepada pemilik kebun, “Hmm…
rupanya hanya sebutir kurma. Mengapa tidak kau infakkan saja kepadanya
sehingga engkau akan mendapat kebaikan dan pahala berlipat?” Rasul
bertanya dan menunggu jawaban dari pemilik kebun itu. “Tidak ya
Rasulullah. Orang ini harus diberi pelajaran. Kalau dibiarkan nanti
menjadi kebiasaan. Aku tidak mau menginfakkan kurma itu. Aku memilih
agar orang ini dipotong saja tangannya!” ia menyergah.

“Infakkan
wahai saudaraku…! atau maukah kau aku tawarkan yang lebih hebat lagi…?
Infakkan pohon kurma yang lebat itu, dan engkau akan dapat surga
karenanya?!” Rasul menerbitkan senyum di sudut bibirnya tanda optimis
menunggu respon dari pemilik kebun itu. 

Sang pemilik kebun
menerawang sesaat. Kepalanya diangkat ke arah langit. Ia
menimbang-nimbang kebenaran janji surga dari Rasulullah Saw yang baru
saja disebutkan untuknya. Terakhir, ia pun menghelakan nafas sambil
berujar, “Surga, ya Rasulullah?! Apakah sedemikian remeh kau tawarkan
surga hanya dengan sebatang pohon kurma? Tidak…. Aku tidak
menginginkannya!” bantah pemilik kebun itu tak percaya.

Rasul
Saw tersedak… Tak terbayang olehnya kekikiran yang dimiliki oleh salah
seorang umatnya. Namun Allah Swt tidak akan membiarkan hati Rasul
berubah sedih. Lalu terdengarlah tutur seorang pria yang juga turut
hadir dalam kesempatan itu. “Wahai pemilik kebun, bila engkau tidak mau
menerima tawaran surga dari Rasulullah mengapa tidak kau jual saja
padaku?” 

Rasulullah Saw dan pemilik kebun itu tertegun. Dalam
saat bersamaan keduanya menoleh pada sumber suara. Pemilik kebun itu
berkata kepadanya, “Aku tidak akan menjual pohon itu dengan harga yang
murah, wahai saudaraku?” kesombongan terdengar dalam nada suaranya.
“Berapa yang kau minta untuk pohon kurma itu?” sumber suara menunjukkan
keseriusannya. “Aku akan tukar pohon kurma lebatku itu dengan 40 batang
pohon kurma. Ayo… bagaimana, apakah kamu mau membelinya?”

Harga
yang amat hebat, fantastis dan tidak masuk akal. Sebuah harga yang
terbit dari sifat kekikiran yang membawa pada ketamakan. Namun,
kenikmatan surga tidaklah sebanding dengan mahalnya dunia. Pria itu
lalu membalas, “Baik, aku akan beli pohon kurma itu dengan 40 batang
kurma yang aku miliki. Bahkan bila engkau meminta lebih dari itu, aku
pun akan membelinya demi mendapatkan surga di akhirat nanti!”

Maka
dijuallah pohon itu dengan 40 batang pohon lainnya. Kemudian pemilik
pohon yang baru menginfakkan pohon itu di jalan Allah, berikut kurma
yang telah dimakan oleh pria miskin.
 
Sementara, si pemilik
kebun pelit telah mendapatkan keuntungan dunia yang berkali lipat.
Namun karena kekikirannya, ia telah menyia-nyiakan ajakan Rasulullah
Saw demi mendapatkan surga di sisi Allah Ta’ala. 

Kejadian ini kemudian menyebabkan turunnya (asbabun nuzul) beberapa ayat dari 
surat Al Lail:

فَأَمَّا
مَن أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ
لِلْيُسْرَى وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى 
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى

“Adapun
orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, Dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), Maka Kami kelak akan
menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan Adapun orang-orang yang bakhil
dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak
Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak
bermanfaat baginya apabila ia telah binasa.” QS. Al Lail [92]:5-11)

Demikianlah
akhir kisah manusia kikir yang Allah pastikan akan mendapat kesukaran.
Sementara yang terjadi bagi orang yang bersifat penderma adalah
senantiasa kemudahan.
Memang banyak manusia yang bersifat kikir dan
itu akan membawa dirinya kepada kerugian sejati. Saat Allah Swt
mengajak berderma dan meminta kita untuk mengeluarkan apa yang kita
miliki, itu berarti Allah menyediakan sebuah kesempatan emas untuk
diraih. Allah Maha Kaya, dan Dia tidak membutuhkan harta hamba-Nya. Dia
hanya ingin melipat-gandakan harta tersebut. Memberi keberkahan
padanya, lalu melimpahkan segala kemudahan. Bila demikian, lalu apa
ruginya berderma di jalan-Nya?

Allah berfirman dengan nada keheranan atas kekikiran manusia,
وَمَاذَا
عَلَيْهِمْ لَوْ آمَنُواْ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَنفَقُواْ
مِمَّا رَزَقَهُمُ اللّهُ وَكَانَ اللّهُ بِهِم عَلِيمًا
“Apakah
kemudharatan (rugi) bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan
hari kemudian dan menafkahkan sebahagian rezki yang telah diberikan
Allah kepada mereka Dan adalah Allah Maha Mengetahui keadaan mereka.”
(QS. 4:39) 

Pada kesempatan lain Dia Swt berfirman hal senada, 
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ 
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ 
“Dan
mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah,
padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi” (QS.
57:10)
Mulai sekarang, tanamkan dalam hati kita semua... untuk
selalu bersedia menerima ajakan Allah Swt untuk berderma. Janganlah
kesempatan ini anda lepaskan dan lewatkan! Sehingga pada saatnya kita
semua tidak menjumpai penyesalan dimana tidak ada lagi orang miskin
yang mau menerima derma kita. Di hari... tiada berguna lagi harta serta
keturunan.... Semoga Allah Swt merahmati selalu. Amien!





      

Reply via email to