-----Original Message-----
From: R. H. Uno [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, September 11, 2008 12:08 PM
To: '[EMAIL PROTECTED]'
Subject: FW: Menyelamatkan Sekolah Islam di daerah non Muslim


URGENT !  URGENT !
 
Dear Vanny& Ardath, tolong print-kan tulisan dibawah ini dan serahkan ke
pk. FM dari saya. Tk.Ws.OH
 
 
Assl. pak Fadel, ini Henk Uno. Saya rasa masalah penting dibawah ini
cuma orang sekaliber Anda yang bisa komunikasikan sama teman2 Minahasa
agar supaya tidak terjadi perang suku ! 
Makasih boss!
 
Wass. H.Uno
 
-----Original Message-----
From: Marwan Mujahidin [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Thursday, September 11, 2008 10:57 AM
Subject: Menyelamatkan Sekolah Islam di daerah non Muslim



Menyelamatkan Sekolah Islam di Daerah Non Muslim
Getirnya berdakwah di daerah mayoritas non muslim. Sekolah Islam
terancam tertutup. Gelisah, itulah gambran suasana batin Ustadz Muhammad
Ali Murtadho (40), pimpinan Pesantren Hidayatullah Bitung Sulawesi
Utara. Bagaimana tidak, lembaga pendidikan yang dibangunnya dengan
perasan keringat itu kini terancam tutup. Bukan karena ditinggal anak
didiknya, melainkan soal jalan. Jalan satu-satunya menuju komplek
Al-Muhtadin ditutup.


Padahal, didalam komplek berukuran 15 x 15 meter itu terdapat Play
Group, TK, Madrasah Ibtidaiyyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), rumah
pengasuh dan asrama santri putrid. Tentu saja, ditutupnya jalan itu
bakal mempengaruhi perkembangan Al-Muhtadin selanjutnya. Inilah yang
membuat Ali gelisah.


Awal ceritanya, jalan menuju Al-Muhtadin itu memang pinjaman dari dua
orang. Separuh milik seorang muslim, separuh lagi milik seorang non
muslim. Tanpa disangka, lahan miliknya orang muslim itu dijual kepada
seorang non muslim. Lebih celaka lagi, jalan itu tiba-tiba ditutup oleh
pemiliknya. Entah mengapa. Ali tak bisa berbuat apa-apa, karena itu
memang bukan miliknya.


Ali kemudian mencoba membuat jalan lain, kira-kira 10 meter dari jalan
lama. Lagi-lagi jalan itu pun ditutup oleh pemiliknya. Entah mengapa.
Ali tak bisa berbuat apa-apa, karena itu memang bukan miliknya.


Ali kemudian mencoba membuat jalan lain, kira-kira 10 meter dari jalan
lama. Lagi-lagi jalan itu pun ditutup. Diatasnya malah dibangun 3 lokal
yang konon untuk SMK. Ali benar-benar tak berkutik. "Saya sedih, karena
anak-anak akan kesulitan masuk sekolah," tutur pria kelahiran Lumajang
Jawa Timur ini.


Tidak Tinggal Diam
Bapak enam anak ini terus memutar otak dan juga terus memanjatkan doa.
Alhamdulillah, Allah SWT menunjukkan jalan. Sebuah lahan di belakang
komplek pendidikannya bisa menjadi pilihan. Diantara rerimbunan pohon
kelapa yang lebat, terdapat jalan tikus yang menghubungkan ke jalan raya
dari sisis utara Al-Muhtaddin. Malah lebih dekat jika dibandingkan
dengan jalan yang lama.


Gayung pun seperti bersambut. Lahan itu milik H. Muhammad Agil (65). Ia
berniat menjual lahan yang luasnya 1,7 hektar itu. Sejumlah orang bahkan
sudah melakukan penawaran. Tanpa buang waktu, ustadz yang pernah nyantri
di Pesantren Hidayatullah Balikpapan ini bertanya kepada pemilik lahan,
"Berapa harga per meternya, Pak Haji?" Padahal, Ali sadar betul bahwa ia
tak punya uang. Untuk menghidupi lembaganya ia sudah terengah-engah.


"Untuk Al-Muhtaddin saya kasih Rp 70 ribu per meter," kata Muhammad
Agil. Itu artinya, Ali harus menyediakan dana Rp 70.000 x 17.000 =
1.190.000.000 (satu milyar seratus sembilah puluh juta rupiah)!


Muhammad Agil bersedia member keringanan, bila Ali menyediakan uang muka
minimal 50 persen. Bagi pesantren yang belum memiliki sumber pendanaan
yang memadai, yang sebesar itu tentu amat berat.


Tanpa buang waktu, lelaki yang menjadi salah satu Pembina di Badan
Kontak Majelis Taklim (BKMT) kota Bitung ini mengkomunikasikan apa yang
dialaminya.


Ada puluhan majelis taklim yang dibinanya. Di forum-forum itulah ia
menyampaikan kegalauan hatinya. Salah seorang jamaah, seorang pengusaha
toko obat, mendengar problem yang menimpa lembaga pendidikan Islam
tersebut secara kontan memberikan dana Rp 150 juta. Demikian juga dengan
Wahyudin (35) bersedia menyerahkan rumahnya senilai Rp 150 juta untuk
dijual dan hasil penjualannya untuk membantu membebaskan lahan. 


"Allahu Akbar," tutur suami dari Najiatul Mufidah ini penuh syukur. Itu
artinya, dalam kurun waktu kurang dari sebulan sudah ada potensi dan
sebesar Rp 300 juta. Alias seperempat dari harga yang ditawarkan pemilik
lahan. Bagaimana langkah selanjutnya agar Al-Muhtadin tidak ditutup ?
Adakah diantara para dermawan yang ingin menanamkan investasi dakwah di
tengah komunitas non muslim ini ?

Hibah Pembebasan Tanah dapat melalui BCA Otista 553.021.2205 an Baitul
Maal Hidayatullah


Office :
Jl. Inspeksi Saluran No. 19 Kalimalang Jakarta Timur

Kirim email ke