Oleh : Herwin Mopangga Pengembangan ekonomi suatu daerah hendaknya tidak hanya ditujukan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi semata, yakni kenaikan produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh bekerjanya faktor-faktor produksi di daerah tersebut yang menyebabkan kenaikan pendapatan tetapi yang lebih penting yaitu adanya perubahan dan perbaikan kualitas hidup, transformasi struktural serta peran aktif masyarakat. Ukuran kualitas hidup yang dimaksud adalah meningkatnya kemampuan manusia baik individu maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokoknya (Makanan, Pakaian, Tempat Tinggal, Kesehatan, Pendidikan dan Hiburan) secara terus-menerus sekaligus menghapuskan berbagai bentuk ketidakadilan sosial, malnutrisi, buta huruf, pengangguran, pemukiman kumuh dan ketimpangan pendapatan. Transformasi struktural dimaksudkan agar terjadi perbaikan dari aspek sosial, budaya, politik dan regulasi yang menunjang pengembangan ekonomi, menciptakan iklim yang kondusif bagi masuknya investasi baik dalam dan luar negeri. Selain itu perlu adanya usaha-usaha terpadu dan menjadi sumber pendapatan. Hal ini untuk menghindari ketergantungan berlebihan terhadap sektor ekonomi tertentu seperti pertanian, yang rentan terhadap fluktuasi. Dengan demikian memberi ruang yang cukup untuk mengembangkan sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri dan jasa. Peran aktif masyarakat sebagai salah satu stakeholder dimaksudkan agar masyarakat tidak hanya menjadi objek pembangunan tetapi juga menjadi subjek yang memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan itu sendiri. Perekonomian Gorontalo sebagai salah satu Provinsi termuda yang dideklarasikan tepat di era otonomi daerah pun menarik dicermati. Daerah ini yang sebelumnya tergabung dalam provinsi Sulawesi Utara, awalnya amat diragukan unutk dapat mengurus dan mengelola perekonomiannya secara mandiri. Tetapi berkat kerja keras segenap komponen masyarakat bersama pemerintah beberapa tahun terakhir ini, telah menunjukan hasil-hasil positif. Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo memperlihatkan angka-angka yang cukup menggembirakan meskipun belum sesuai harapan. Pertumbuhan ekonomi yang menggunakan perhitungan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan tahun 1993, diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi sebesar 4.89%, tahun 2001 sebesar 5.38%, tahun 2002 sebesar 6.42%, dan 2003 sebesar 6.85%. Tahun 2004 7.2%. Laju pertumbuhan PDRB perkapita Atas Dasar Harga Berlaku setiap tahunnya meningkat tajam. Tahun 2000 sebesar 5.8%, tahun 2001 sebesar 12.82%, tahun 2002 sebesar 17.51% dan tahun 2003 sebesar 17.75%. Pendapatan perkapita masyarakat tahun 2003 sebesar Rp. 2.964.422,- naik 17.95% dibanding tahun 2002 sebesar Rp. 2.513.202,-. Provinsi Gorontalo dengan luas 12.215,45 Km2 (1.221.544 ha) dimana 463.649,09 ha (37,95%) merupakan areal potensi pertanian (dalam arti luas) tetapi yang dimanfaatkan (fungsional) baru seluas 148.312,78 ha (32%). Diantaranya 3.210,5 ha lahan sawah dan 312.138,81 ha lahan kering belum dimanfaatkan. Potensi tersebut jika dapat dikelola dengan baik, tentunya memberi kontribusi yang besar bagi perekonomian masyarakat. Mayoritas hasil perkebunan berupa kelapa, cengkih, pala, jambu mete, kakao, casiavera dan kopi dikelola melalui tanaman perkebunan masyarakat. Tanaman padi sawah dan jagung merupakan tanaman bahan makanan dengan produksi terbesar. Tahun 2003, luas panen jagung meliputi 56,556 ha naik 23,7% dibanding tahun 2002. Produksi mencapai 245.283 ton naik 88,23% serta rata-rata produksi 43,37 kuintal per ha naik 52,2%. Luas panen padi sawah meliputi 40.413 ha naik 18,11 % dibanding tahun sebelumnya. Produksi mencapai 178.682 ton naik 17,38% serta rata-rata produksi 44,21 kuintal per ha naik 0,6%. Produksi perikanan kurun waktu tiga tahun terakhir terus meningkat. Tahun 2002 berjumlah 33.331,70 ton naik 37% dibanding tahun 2001 yang berjumlah 24.328,50 ton. Tahun 2003 naik 17.27% menjadi 39.087,0 ton. Perkembangan investasi yang dipengaruhi ketersediaan infrastruktur di daerah nampaknya belum menunjukan angka mengembirakan. Jumlah dan nilai investasi baik Penanaman Modal Dalam Negeri maupun Penanaman Modal Asing (Foreign Direct Investment) yang disetujui pemerintah untuk tahun 2002 dan 2003 meningkat relatif lambat. Padahal ditinjau dari sudut makroekonomi, komponen investasi dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memiliki efek multiplier yang menguntungkan daerah. Tahun 2003 pemerintah menyetujui 31 buah proyek penggalian dengan nilai US$ 23,5 juta. Ditahun sebelumnya terrealisasi 2 proyek di bidang PMDN dengan nilai Rp. 590 miliyar dan lima proyek PMA dengan nilai hampir US$ 5 juta. Data indikator ekonomi diatas memang patut disyukuri dan dibanggakan, mengingat hal tersebut merupakan buah kerja keras pemerintah bersama seluruh masyarakat. Namun upaya transformasi struktural dalam hal ini diversifikasi usaha dan modernisasi struktur ekonomi belum optimal. Tahun 2002 sampai tahun 2003, sektor pertanian berkontribusi sebesar rata-rata 35,3% jauh diatas sektor industri yang rata-rata 9,33% dan sektor jasa, rata-rata 15,06%. Penduduk sebagai salah satu faktor penunjang produktivitas dan pertumbuhan ekonomi juga terus bertambah. Tahun 2002 berjumlah 855.057 jiwa tumbuh 1,5% dibanding tahun 2001. Tahun 2003 naik sebesar 2,16% menjadi 899.653 jiwa. Dengan luas wilayah yang sangat luas (44% dari Sulawesi Utara) dan jumlah penduduk relatif sedikit menyebabkan tingkat kepadatan penduduk (density of population) daerah ini sangat kecil yakni 69 jiwa per Km dibanding 130 jiwa per Km untuk Provinsi Sulut. Khusus Kota Gorontalo sebesar 2084 jiwa per Km dibanding 2850 jiwa per Km untuk Kota Manado dan Bitung. Laju inflasi cenderung menurun, yang secara teoritis mempermudah arus masuk modal investasi. Tahun 2002 laju inflasi sebesar 14,5 % dengan penyumbang terbesar dari kelompok bahan makanan sebesar 32,22%. Tahun 2003 berkurang menjadi 10,43% dengan penyumbang terbesar dari kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 64,88%. Jika dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional yang menunjukan angka 10,0% dan Sulut 15,22% maka laju inflasi Gorontalo tahun 2003 relatif aman. Velositas atau peredaran uang sangat lambat terutama di daerah pedesaan dan pinggiran kota (Rural ang Urban fringe), hal ini memang mempermudah pengendalian laju inflasi, memfasilitasi pemenuhan kebutuhan bagi kelompok masyarkat berpendapatan tetap (pegawai dan kaum profesional) tetapi menyulitkan kelompok masyarakat yang bekerja di sektor informal, prngusaha kecil menengah. Diperburuk lagi dengan rendahnya jumlah dan kualitas infrastruktur yang tersedia, pada gilirannya turut menghambat roda perputaran aktivitas ekonomi daerah. Tidak mengherankan jika sebagian warga yang sukses berkarir di perantauan sekembalinya ke Gorontalo mengatakan bahwa dari segi fisik daerah ini mengalami perubahan yang sangat lamban dibanding daerah-daerah lain di Indonesia. Terkait dengan hal-hal diatas, penulis merekomendasikan poin-poin sebagai berikut : 1. Kebijakan Makroekonomi dalam hubungan dengan percepatan pertumbuhan ekonomi daerah mencakup upaya peningkatan Investasi baik pemerintah maupun swasta diarahkan pada sektor dan atau komoditas unggulan daerah yang berdampak positif terhadap output, pendapatan dan kesempatan kerja. 2. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai hendaknya terus ditingkatkan dengan memprioritaskan pada pengembangan basis ekonomi rakyat , distribusi pendapatan, perbaikan kualitas hidup, transformasi struktural dan peran aktif masyarakat. 3. Pemerintah sebagai regulator fasilitator dan stimulator mendorong pengembangan jiwa wirausaha melalui penciptaan iklim bisnis yang sehat dan kompetitif, peningkatan jumlah dan kualitas infrastuktur (Social Overhead Capital) dan pengolahan produksi, distribusi dan pemasaran yang terpadu. Bidang ekonomi dan pembangunan: 1. Keterbatasan infrastuktur ekonomi baik jumlah maupun kualitas yang memadai untuk menunjang mobilitas faktor produksi yang segera menarik investasi dalam intensitas yang lebih besar sehingga mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. 2. Implementasi program unggulan ekonomi daerah yang memberi manfaat langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, disamping kualitasnya belum kompetitif dan masih panjangnya mata rantai produksi dan pemasaran yang dapat menimbulkan “margin profit” yang diterima produsen relatif kecil dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi (High Cost Economy). 3. Terbatasnya jumlah pelaku ekonomi yang bergerak di sektor riil dan produktif. 4. Sektor perbankan masih menerapkan Prinsip Kehati-hatian yang kaku (Prudential Banking) dan belum menjalankan fungsi intermediasi dengan efektif. Catatan : Tulisan sudah dimuat Manado Post, 2 April 2008 http://opini.manadopost.blogspot.com/2008_04_01_archive.html dan Gorontalo Post, 15 - 17 Maret 2008 dalam rangka memperingati HUT Provinsi Gorontalo 16 Februari 2008. ___________________________________________________________________________ Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru. Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. Cepat sebelum diambil orang lain! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/