--- On Fri, 11/7/08, bakri arbie <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: bakri arbie <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Fw: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Riset BPPT Mulai Dilirik Kalangan Industri
To: "arbie bakri" <[EMAIL PROTECTED]>, "Bp Ary Mochtar Pedju" <[EMAIL 
PROTECTED]>
Date: Friday, November 7, 2008, 6:37 PM



--- On Fri, 11/7/08, Agus Hamonangan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: Agus Hamonangan <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Riset BPPT Mulai Dilirik Kalangan Industri
To: [EMAIL PROTECTED]
Date: Friday, November 7, 2008, 1:31 AM










    
            http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2008/11/07/ 01145786/ 
riset.bppt. mulai.dilirik. kalangan. industri



Jakarta, Kompas - Hasil riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

atau BPPT mulai dilirik industri. Pemilik perusahaan Ciputra Grup,

Ciputra, dan PT Martina Berto, Martha Tilaar, Kamis (6/11),

menandatangani nota kesepakatan dengan BPPT untuk mengembangkan riset

aplikatif.



"Ciputra Grup mengharapkan riset kantong aspal yang tahan panas sampai

120 derajat Celsius. PT Martina Berto mengharapkan riset pengembangan

alat ekstraksi tanaman untuk minyak aroma herbal," kata Pelaksana

Tugas Kepala BPPT Wahono Sumaryono dalam konferensi pers seusai

penandatanganan nota kesepakatan atau letter of intent (LoI) tersebut.



Menurut Wahono, momentum ini mempertemukan inventor (penemu) dengan

investor yang jarang terjadi. Selama ini banyak temuan-temuan BPPT

yang kurang dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, termasuk

kalangan industri. Temuan tersebut merupakan hasil kerja keras periset

BPPT yang sekitar 500 orang berjenjang pendidikan doktor dan sekitar

600-700 orang berjenjang pendidikan master.



Harus dipasarkan



Ciputra mengatakan, hasil-hasil riset BPPT jangan cuma

didokumentasikan, tetapi harus bisa dikomersialkan. Caranya, bisa saja

BPPT menawarkan hasil risetnya ke pasar, atau mencari tahu riset apa

yang dibutuhkan pasar. Ciputra tidak menyalahkan sepenuhnya periset

yang lebih berorientasi kepada riset, tanpa berorientasi komersial.



"Pendidikan di Indonesia memang lebih suka melahirkan akademisi

semata. Seharusnya, juga mendidik entrepreneur yang bisa

mengomersialisasika n hasil-hasil riset," kata Ciputra.



Martha Tilaar mengkritik, selama ini banyak periset sampai tingkat

profesor pun masih menyimpan hasil-hasil risetnya sendiri. "Tidak ada

upaya untuk menjadikan hasil-hasil riset tersebut sebagai komoditas

yang bermanfaat untuk masyarakat banyak," ujar dia.



Wahono mengungkapkan, perspektif riset sekarang cenderung terbatas

pada kepentingan periset, karena minimnya dana dan infrastruktur.

Semestinya dalam kondisi seperti sekarang, riset lebih berorientasi

pada kebutuhan pasar.



"Peneliti atau perekayasa masih banyak yang mengejar kepuasan batin

semata. Ke depan, ini tinggal diarahkan saja supaya penelitian bisa

bersinergi dengan kebutuhan entrepreneur, termasuk kalangan industri,

sehingga bisa lebih berguna bagi masyarakat," kata Wahono.



Paten lama



Menurut Wahono, kendala aplikasi riset untuk menunjang sektor industri

terletak pada proses memperoleh paten yang sangat lama. Dalam 10 tahun

terakhir, misalnya, BPPT hanya memperoleh 79 paten dari ratusan temuan

yang diusulkan patennya.



"Proses pengajuan paten tidak pernah dijawab dengan tegas, bisa atau

tidak. Seperti hasil riset saya, sudah delapan tahun tidak pernah

jelas bisa memperoleh paten atau tidak," kata Wahono.



Kesulitan memperoleh paten juga dialami Martha Tilaar. Dalam lima

tahun terakhir, perusahaan yang dipimpinnya mengusulkan 29 paten,

tetapi baru satu paten yang diperoleh.



"Teknologi yang berkembang sangat cepat, semestinya bisa diimbangi

dengan proses memperoleh paten yang cepat pula," kata Martha Tilaar.



Menurut Wahono, pengujian untuk memperoleh paten paling cepat 18

bulan. Waktu ini dinilai terlalu lama. (ELN/NAW)




      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      


      

Reply via email to