Yth Rekan-rekan milis,

Tulisan yang indah karena menyentuh seni menulis,pengutaraan masalah
secara ringan namun tepat sasaran.
Bakat mengamati dan menulis yang memerlukan "high level thinking"ini
perlu terus dibina sehingga kita betul dapat menghayati makna IQRA'
dalam berkomunikasi di dunia maya.
Odu olo.

--------


--- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, sukirman rahim
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> BERITA KEPADA KAWAN........
> Catatan ringan Perjalanan ke LIPI Subang 
>  
> Perjalanan
> ini terasa sangat menyedihkan
> Sayang
> engkau tak duduk disampingku kawan
> Banyak
> cerita yang mestinya kau saksikan....
> Itulah sepenggal syair lagu
> Ebiet G. Ade, penyanyi favorit saya yang populer di awal tahun
80-an. Lagu ini
> pernah digosipkan dilarang MUI karena mengandung kalimat ”mungkin
Tuhan mulai
> bosan”. Alunan irama dan suara penyanyi yang mendayu-dayu,
mengharu biru serta
> syairnya yang bernuansa kritik sosial, religius, natural, seakan
mengajak kita
> untuk selalu merenung dan introspeksi diri. Bahkan ada sebuah lagu
”Untuk Kita
> Renungkan”, selalu mengingatkan saya kepada almarhum ayahanda
karena beliau
> sangat menyukai lagu tersebut.Tulisan ini bukan untuk membahas lagu
Ebiet G.
> Ade, tapi apa yang saya alami yang akan saya paparkan berikut ini,
mirip dan
> relevan dengan penggalan syair lagu di atas. 
> Sekitar jam 7 pagi di tanggal 5
> Nopember 2008, saya dengan beberapa anak Salemba, Razak Umar dan
Bustamin
> Hinta, diajak pa Bakri Arbi dan pa Ary Pedju, jalan-jalan ke Subang
Jawa Barat.
> Perjalanan ini terasa masih kurang lengkap karena pa Hengky Uno
sebagai salah
> satu personil ”Tiga Serangkai Provokator SSG” tidak sempat jalan
sama-sama.
> Selama perjalanan, banyak cerita lucu yang dikisahkan pa Ary maupun
pa Bakri
> yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal. Mulai dari anekdot
”Revolusi Bung
> Karno ketika berkunjung ke Gorontalo”, sampai cerita TNI versi Gus
Dur. Sungguh
> perjalanan yang sangat menyenangkan....
>             Lembaga
> Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI....ya, kesanalah kami menuju di
pagi itu.
> Sebuah lembaga yang konon kabarnya ”gudang para ahli dari berbagai
disiplin
> ilmu”, tempat pengembangan IPTEKS bahkan menjadi indikator
kemajuan sains di
> negeri ini. Singkat cerita, kami mengadakan pertemuan dan diskusi
setengah
> formal dengan beberapa pejabat yang khusus menangani pengembangan
dan penerapan
> teknologi tepat guna (TTG). Dan dimulailah cerita yang
memprihatinkan dan
> menyedihkan. Sayang engkau tak duduk di sampingku kawan...
>             ”Lembah
> kematian”, itulah istilah yang sering digunakan LIPI, ketika
ditanya tentang
> kondisi terkini pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
negeri tercinta
> ini. Berapa banyak hasil kajian dan temuan LIPI yang menjadi rujukan
untuk
> kemajuan negeri ini? Nampaknya sangat sedikit bahkan hampir-hampir tidak
> terdengar ”gaung” LIPI dalam mengangani berbagai masalah negeri
ini. Berapa
> banyak hasil pengembangan LIPI dalam teknologi tepat guna (TTG) yang
digunakan
> untuk kepentingan rakyat? Seberapa besar kepedulian pemerintah pusat
dan daerah
> untuk menggunakan hasil kreatifitas dan inovasi lembaga ini? Apakah
hasil
> pemikiran lembaga ini, hanya menjadi ”sampah” yang hanya
”layak” ditempatkan di
> lembah kematian? Sungguh menyedihkan kawan...
>             Berbagai
> hasil inovasi LIPI dalam pengembangan teknologi  tepat guna telah
kami saksikan dengan mata kepala sendiri. Mulai dari
> teknologi pembuatan berbagai jenis sirup yang higienis, pengolahan hasil
> pertanian, perikanan dan kelautan sampai pembuatan pembangkit tenaga
listrik, yang
> dapat diterapkan di negeri ini dengan biaya yang sangat murah.
Tapi...semuanya
> tersimpan rapi di ”lembah kematian”. Apakah kita akan selalu di
posisi ”technological adopters”, sebagaimana
> klasifikasi yang dibuat Jeffery Sachs, yang kegemarannya hanya mau
mengadopsi
> teknologi negara lain, dan kurang menghargai hasil karya bangsa
sendiri? 
>             Dalam
> konteks ini pemerintah daerah, Dewan Riset Daerah (DRD), LSM dan
terutama
> perguruan tinggi, dapat memperkecil jurang ”lembah kematian”.
Harapan paling
> besar kita letakkan di institusi pendidikan tinggi. Pemerintah
daerah sibuk
> dengan urusannya sendiri, sibuk mengadakan studi banding ke China,
Korea dan
> negara lainnya untuk melihat perkembangan TTG padahal di depan mata
demikian
> banyak hasil inovasi anak bangsa. Biaya seorang pejabat untuk studi
banding ke
> China sudah dapat membeli 2 atau 3 produk LIPI yang kemudian dapat
direproduksi
> di daerah. Bayangkan jika 30 orang yang melakukan studi banding....
Dari DRD
> pun kita tidak dapat berharap banyak, karena tidak jelas rimbanya.
Demikian
> pula dengan LSM, yang sering hanya sibuk mencari penyandang dana dan
melakukan
> ”move” politik.
>             Sekali
> lagi, harapan satu-satunya kita letakkan di pundak institusi
pendidikan tinggi.
> Dalam konteks Gorontalo, perguruan tinggi dapat mengambil peran
”jembatan TTG”
> dari LIPI ke masyarakat. Berbagai kegiatan dalam bentuk kerja sama dapat
> dilakukan untuk pengembangan IPTEK.  Bahkan laboratorium LIPI yang
cukup lengkap dapat menjadi laboratorium
> untuk mendidik mahasiswa. Sudah saatnya kita memulai langkah menuju
posisi ”technological innovators” sehingga
> menjadi pelopor dan pembentuk tatanan dunia baru (the shappers)? 
> Tak terasa jam di ruang
> pertemuan LIPI Subang menunjukan pukul 13.00, kami masih terlibat
diskusi
> serius tentang masa depan Gorontalo, meskipun perut sudah minta
dilayani tapi
> dapat terobati dengan informasi via SMS teman pak Ary Di AS tentang
kemenangan telak
> Barrack Hussein Obama. 
> Yes, we can, demikian motto Obama, yang menginspirasi dan
> memotivasi para pendukungnya, sehingga memenangkan pertarungan dalam
pemilihan
> presiden Amerika Serikat. Suatu kejutan yang luar biasa dan kita
dapat memetik
> pelajaran dari kejadian ini. Perubahan yang kita yakini, niscaya
akan menjadi
> suatu kenyataan. Namun motto dan semboyan belumlah cukup, tapi harus
dibarengi
> pula dengan kreatifitas dan keberanian untuk berubah. Salah satu
perubahan yang
> harus dilakukan adalah perubahan paradigma manajemen organisasi
perguruan
> tinggi yang hingga saat ini cenderung seperti ”organisasi
militer”, sebagaimana
> yang disinyalir sejak dulu oleh  Ary
> Pedju melalui tulisannya di harian Kompas.  Sebagai akibatnya, yang
lebih menonjol adalah suara Rektor sebagai
> komandan tertinggi dalam birokrasi kampus. Padahal yang seharusnya
ditonjolkan
> adalah hasil kajian dan temuan para dosen dan guru besar atau produk
> laboratroium maupun pusat-pusat kajian. Dan ini dapat terjadi jika
kerjasama
> dengan lembaga riset seperti LIPI terjalin dengan baik.
> Dan satu lagi, perlu dimulai
> budaya pengkajian suatu masalah secara komprehensif dengan
melibatkan berbagai
> disiplin ilmu. Sebagai contoh untuk masalah kanal Gorontalo, jangan cuma
> dilihat dari aspek masalah penanganan banjir tetapi juga aspek
sosial budaya,
> kelestarian lingkungan, politik, ekonomi dll dan itu berarti harus
melibatkan
> ahli dari berbagai disiplin ilmu. Konsep ini sedang getol- getolnya
dibicarakan
> oleh ”Tiga Serangkai Provokator” di forum SSG maupun forum
lainnya. Di
> negara-negara maju, penanganan suatu masalah tidak lagi dilihat dari
satu segi
> saja melainkan dari berbagai aspek sehingga hasilnya sangat
komprehensif. Trend
> semacam ini pula yang telah melanda perguruan tinggi luar negeri.
Seorang
> mahasiswa teknik tidak hanya diajarkan tentang hal keteknikan,
tetapi juga
> tentang lingkungan dan ekonomi dan bahkan sosial budaya.
Kecenderungan inter
> dan multidisiplin ini tidak hanya menghasilkan kajian yang utuh
tetapi juga
> meluaskan pandangan para ahli sehingga tidak seperti ”katak
dalam tempurung”.
> Apakah kita mampu melakukannya? Sekali lagi, ”Yes,
> we can”. Jika kita tidak mampu menjawabnya, maka wahai kawanku
“tanyalah
> pada rumput yang bergoyang”. 
>  
>  
> Syamsu Qamar Badu- Razak Umar-Bustamil Hinta.
> 
> 
> 
> ________________________________
> Dari: Sofyan Uli <[EMAIL PROTECTED]>
> Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
> Terkirim: Selasa, 11 November, 2008 12:57:34
> Topik: Bls: [GM2020] Tolong....cari buku metode inquiry
> 
> 
> Ini salah satu buku dari hasil googling saya. Smoga bisa membantu.
> "foundations- for-research- methods-of- inquiry-in- education-
and-the-social- sciences. 9780805836509. 22113.pdf"
> 
> Please find attachmet below.
> From www.pdfchm.com
> 
>  Best Regards
> Sofyan Uli
> 
> ________________________________
>  Nama baru untuk Anda!  
> Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan
@rocketmail. 
> Cepat sebelum diambil orang lain!     
> 
> 
>       Is it common movie star/actor join the election?
>


Kirim email ke