alangkah tidak baiknya berita di bawah ini karena menapilkan foto korban sodomi. sebagai jurnalis hendaknya mempetimbangkan kejiwaan anak dan lingkungan karena perjalan mereka masih panjang hargai hak2 mereka untuk tidak di publikasikan demi perkembangan jiwa anak di masa depan. mereka juga kan malu dan mereka korban bukan pelaku!!!! apalagi mereka masih anak2 gimana para wartawan! di milis ini??? wassalam
--- On Mon, 11/3/08, Nhink Budhy <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Nhink Budhy <[EMAIL PROTECTED]> Subject: [GM2020] Kembali: Oknum Polisi Sodomi 7 Siswa SMP Gorontalo To: "gorontalo maju" <gorontalomaju2020@yahoogroups.com> Date: Monday, November 3, 2008, 7:37 PM Oknum Polisi Sodomi 7 Siswa SMP Selasa, 04 Nopember 2008 Terbongkar Setelah Sekolah Layangkan Surat Panggilan ke Ortu Siswa GORONTALO - Belum habis di benak kita kasus rekaman pembicaraan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tilamuta, kali ini giliran Kepolisian diterpa isu tak sedap. Yakni seorang oknum anggota polisi yang bertugas di Polres Bone Bolango berinisial AB alias Dula diduga menyodomi 7 orang siswa salah satu SMP di Kota Barat, Kota Gorontalo. Dugaan kasus sodomi ini terbongkar berawal dari surat panggilan pihak sekolah kepada salah satu wali murid. "Padahal ti Nunu (sebutan anak kesayangan-red) tiap hari ka sekolah, masak ada panggilan," ujar Pende salah seorang wali murid. Setelah itu, lanjut Dia, wanita baya ini langsung mendesak Dik (nama disamarkan-red) , 14 tahun, cucunya untuk mengakui hal tersebut. Dari pengakuan Dik, tak disangka menyusul pula beberapa penuturan beberapa teman sebayanya yang mengaku 'senasib' dengan Dik. Sedikitnya ada tujuh siswa kelas III SMP Kecamatan Kota Barat itu. Diduga, Dula sang oknum polisi itu menjadikan berbagai fasilitas bermain anak di rumahnya kompleks Puncur, Kelurahan Bugis, Kota Timur itu sebagai 'umpan' untuk menjerat para mangsanya. Sebut saja diajak makan, Play Station 2, nonton film blue, rokok, hingga minuman keras. Kepada Gorontalo Post Dik mengaku, awalnya hanya menerima ajakan temannya dan seterusnya seperti itu. "Dorang bilang pa ti Komendan (oknum Polisi-red) banyak rokok. Abis itu main PS (Play Station-red) deng nonton bokep," bilangnya polos. Karena 'dimanja' dengan berbagai fasilitas yang senang digandrungi pelajar itu, para Anak Baru Gede (ABG) ini pun sering berkumpul di rumah tersebut hingga larut malam. Tak hanya itu, menurut penuturan Dik yang turut diamini enam temannya, pak Polisi memaksa mereka untuk meminum minuman keras beralkohol sembari menonton film porno. "Nanti tiga hari kemudian baru ti Komdan bekeng bagitu (dengan mimik malu-red) pa torang," katanya. Menurut mereka, tindakan oknum polisi berpangkat Bripka itu dilakukan tidak hanya sekali dan, diantara para korban sepakat mengaku, jika kejadian itu sekitar bulan Juli 2008. "Pokoknya waktu somo penaikan kelas," tambah Dik yang menjadi 'anak emas' pak polisi itu. Diduga, modus yang dilakukan sang oknum polisi tersebut dengan cara membuat mangsanya tidak berdaya dengan minuman keras serta menyajikan film porno sehingga birahi para pelajar yang rata-rata berumur 13 sampai dengan 14 tahun ini naik. Dengan begitu, sang pelaku agak leluasa untuk melakukan aksinya dimana para mangsanya sedang dalam posisi 'on'. "Dia jaga (maaf) isap saya punya, terus jaga tusuk di lubang panta," kata para korban. "Saya pigi jemput Acil (nama disamarkan-red) di rumah komendan sekitar jam 12 malam, ternyata banyak anak-anak disitu ada ba nonton," beber Karim Mohamad, 36, warga Pilolodaa Kota Barat yang mengaku orang tua korban. Dia menambahkan, tidak menerima jika anaknya diperlakukan layaknya budak seksual seperti itu. "Saya tidak terima, dia harus dihukum," lanjutnya. Hal senada juga diutarakan oleh Ais Dulialo, 31, warga kelurahan Paguyaman Kota Tengah. Dia berharap jika dalam menjalankan proses hukum terkait dengan adanya kasus sodomi ini. "Pihak Kepolisian jangan tebang pilih atau pilih kasih menindaklanjuti kasus ini dan diberikan hukuman yang setimpal," timpal Ais. Kapolda Gorontalo Brigjen Pol Bachrudin Ismail melalui Kabid Humas AKBP Burhan Pulubuhu mengatakan, pihaknya telah menerima laporan tersebut namun belum menerima informasi dari pihak Reskrim terkait berbagai indikasinya. "Sudah ada, tapi informasinya belum diterima. Mungkin masih ditindaklanjuti, " ujar Burhan. Dia menambahkan, walaupun sudah ada indikasinya namun dalam menangani sebuah kasus harus menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan jika terbukti akan ditindak sesuai hukum yang berlaku. gpinfo Kisah Siswa Korban Sodomi Selasa, 04 Nopember 2008 Ingin Merokok Gratis Malah Dapat "Cerutu" Tergiur akan rokok yang banyak, kebebasan bermain dan juga pemberian beberapa fasilitas seperti Play station (PS) serta menggunakan motor. Tapi semua fasilitas itu harus dibayar mahal dengan mengorbankan salah satu "barang berharga" mereka. Korban Sodomi yang masih belia ini mengaku tak pernah menyangka akan mengalami nasib seperti ini. Ini akibat dari pergaulan remaja saat ini yang mulai tak terkendali. (Deice/Gorontalo Post) Laporan : Deice Pomalingo Diperkenalkan Mardi teman sebayanya, akhirnya Fik (Samaran.red) mulai mengenal sosok AB alias Dulah salah seorang pria yang juga tercatat sebagai anggota Polres Bone Bolango. Bermula hanya karena ingin minum rokok dengan bebasnya akhirnya membuat Fik ikut bersama teman sebaya ke rumah kost-kostan Dullah di kawasan puncur Kelurahan Bugis Kota Timur. Fik mengaku pertama kenal itu diawal Juli 2008 kemarin, berawal dari minum rokok, nonton film blue dan juga bermain PS, tetapi selang tiga hari kemudian ternyata perlakuan aneh mulai dirasakan oleh mereka. Satu persatu dari beberapa anak yang datang dipanggil masuk kedalam kamar sedangkan yang lainnya menanti di luar. "Ada yang lagi main PS atau ada juga yang disuruh beli minuman," tutur Fik salah seorang korban dengan mimik malu-malu. Lebih lanjut Fik mengungkapkan sesampainya dikamar dia diminta untuk membuka celananya dan mulai melancarkan aksi layaknya perbuatan suami isteri. Pada awalnya Fik memendam sendiri apa yang dirasakan, namun lama kelamaan dirinya pun mulai bercerita kepada teman sebayanya yang sering berkumpul bersama. "Awalnya malu kage cuma kia yang dia beken bagini, namun ternyata yang lain juga merasakan hal yang sama," urai Fik lagi yang diamini Abin, Mardi yang juga merasakan hal sama. Namun berbeda dengan Fik, Abin dan Mardi mengaku lebih memilih tak mendapatkan fasilitas yang diberikan ketimbang harus mendapatkan perlakuan yang melanggar norma tersebut. "Ya torang pernah rasa juga sekali-dua kali dia bekeng begitu, namun itu karena torang mabuk dan so terangsang dengan film blue, namun setelah itu ketika di paksa untuk bekeng lagi torang torang tidak mau, bahkan torang rela tengah malam pulang bajalan kaki dari Kelurahan Bugis hingga Kelurahan Pilolodaa Kecamatan Kota Barat ," tutur Mardi. Namun ironisnya bagi Fik , karena dari semua anak yang berusia belasan yang kesemuanya adalah siswa di salah satu SMP di daerah Kota Barat ini mengaku ternyata yang paling merasakan keberingasan Dullah. Fik sendiri merasa di anak emaskan dari ke 6 rekan lainnya. "Saya selalu di jemput pas disekolah, dikase uang bahkan bisa memakai motornya dengan leluasa, jadi pulang sekolah langsung ke sana sampe bermalam disana," urai Fik, yang jika ditilik memang mempunyai paras wajah yang ganteng diantara teman lainnya. Fik bahkan mengaku perbuatan layak sensor ini bisa dilakukan sehari tiga kali, bahkan Fik sering diberikan minuman vitamin penguat tubuh. "Biasanya kalau pas pulang sekolah dijemput, itu artinya komdan mo bekeng pa saya sore hari, malam hari dan tengah malam dengan durasi waktu diatas satu jam keatas," tutur siswa yang kini duduk dibangku kelas IX itu. Fik pun mengaku ketika melakukan hubungan terlarang tersebut antara sadar dan tidak, karena terkadang dipaksa dengan meminum alkohol terlebih dahulu dan juga diperlihatkan film-film blue. Bahkan Fik mengaku menganggap Dulah adalah seorang gadis. "Jadi saya mulai terangsang, bahkan bila sudah melakukan hubungan terkutuk tersebut dalam halusinasi saya memperlakukan Dullah layaknya seorang perempuan, dia (Dullah.red) jaga (maaf) isap saya punya, terus jaga tusuk di lubang panta" imbuhnya. Namun ketika tersadar kembali Fik mengaku merasa sudah berbuat dosa dan ingi terlepas dari jeratan tersebut, namun tak kuasa untuk menolaknya. Rasa terbelenggu dan keterikatan yang sangat kuat dengan Komdan bejat itu membuat dirinya tak bisa berbuat apa-apa. Hingga di tanggal 25 Oktober kemarin, dirinya mulai menjaga jarak dengan Dullah, dengan beralasan mulai dicurigai orang tuanya, meskipun Dullah masih sempat menjemput dirinya di sekolah siang itu dan masih sempat mendatangi kost-kostan Dullah, namun Fik minta untuk cepat pulang dan tidak bermalam di Kost-kostan Dullah akibat ada orang tuanya dirumah. "Dari situ saya so tidak pernah kesana meskipun dia masih jaga ba sms," tutur Fik. Fik juga mengungkapkan ada perasaan senang ketika terlepas dari jeratan Dullah. Fik juga mengaku tidak pernah merasakan sesuatu yang tidak mengenakan pada tubuhnya meskipun dirinya setiap hari melakukan hubungan layak sensor tersebut tiga kali sehari. "Yang saya rasa cvuma lemas badan tidak bergairah, tetapi kalau sakit apa tidak ada," tutur polos terucap drai bbirnya. Sementara itu Oma Pende, nenek dari Fik yang mengaku cucu tertuanya ini telah diperlakukan seperti itu oleh Dullah mengaku tak bisa berbuat banyak, selain terkejut dan selalu menangis akan kejadian yang menimpa cucu tersayangnya ini. Betapa tidak Fik yang menjadi kebanggannya dan dirawat sejak kecil oleh Nenek Pende ini ternyata harus mendapatkan perlakukan asusila seperti ini. Nenek Pende juga mengaku kalau dalam kesehariannya Fik layaknya anak-anak seumurannya yang masih rajin belajar dan tidak pernah keluar rumah hingga diatas pukul 24.00, tetapi sejak berkenalan dengan Dullah inilah mulai menampakkan gelagat aneh. "Tidak tahu kenapa pokoknya kalau mo dapa dengar ti komdan penama itu dorang rupa gayi (ulat.red) somo baku riki pigi pa ti komdan perumah, tetapi mo tanya ada ba apa disana dorang bilang cuma ba nonton," tutur Nenek pende lirih. Pergaulan anak saat ini yang mulai mengarah pada penyimpangan seksualitas akibat beredarnya majalah maupun film blue membuat peran orang tua dan juga guru dalam memberikan pendidikan baik seksualitas dan agama harus seimbang. gpinfo