Tulisan agak lama...

Ramadhan tahun ini (2008) adalah kali kelima saya di Negeri Fir'aun. Terakhir 
saya 
menikmati Ramadhan di kampung halaman yaitu tahun 2003. Kala itu sedang 
puncak-puncaknya karir Aa Gym sebagai da'i. Selama Ramadhan hampir seluruh TV 
menyiarkan ceramah pengasuh Darut-Tauhid Bandung itu. Ada yang berupa kuliah 
shubuh, kultum menjelang buka puasa, tadarusan setelah 
taraweh, dll.
 
Apakah Ramadhan tahun ini, Aa Gym masih mendapat tempat di TV-TV..? 
Kabarnya, setelah menikah lagi, pamor Aa Gym jadi redup. Order ceramahnya tidak 
hanya menurun tapi benar-benar tak ada. Apakah betul itu 
karena poligami..??
 
Seminggu yang lalu saya mengunjungi Kantor Koran Harian Mesir Akhbar El 
Yom. Saya baca berita tertanggal 7 Desember 1946 tentang dukungan Liga Arab 
terhadap kemerdekaan Indonesia. 
 
Setelah membolak-balik banyak berita tentang Indonesia, saya dikejutkan 
dengan headline berita tertanggal 24 September 1955 yang ditulis dengan tebal, 
"Ceraikan Istri Keduamu, atau Mundur dari Jabatan 
Presiden"
 
Di bawahnya ada sub-judul "Perdana Menteri Indonesia berjanji akan 
menyampaikan masalah istri presiden di hadapan sidang kabinet".
 
Perempuan-perempuan Indonesia tadi malam meminta perdana menteri agar 
memberi peringatan kepada Presiden Soekarno dengan mengatakan, "Ceraikan Istri 
Keduamu, atau Mundur dari Jabatan Presiden". Perdana menteri berjanji akan 
menyampaikan masalah penting ini kepada kabinet dalam sidang pertamanya.
 
Presiden Soekarno menegaskan bahwa dirinya menolak campur tangan perdana 
menteri. Ia lebih memilih meninggalkan jabatannya sebagai presiden dan tidak 
akan menceraikan istri keduanya yang cantik. 
 
Nampak foto istri kedua presiden, Hartini.
 


 
Jadi, apa yang menimpa Aa Gym itu bukan hal baru. Dulu tahun 1955, Bung 
Karno pun menerima perlakuan serupa dari publik Indonesia. Bedanya, istri Aa 
Gym 
setia menerima pernikahan kedua Aa Gym, sedangkan Bu Fatmawati tidak. Bu 
Fatmawati minta cerai dan segera keluar dari istana begitu tahu ia dimadu. Ia 
bangun rumah di Jalan Sriwijaya yang sekarang ditempati putra 
bungsunya, Guruh Soekarnoputra.
 
Bu Fatmawati benar-benar sakit hati. Ia pernah diajak 
Bung Karno pergi haji dan ajakan itu ditolak. Dan, saat Bung Karno meninggal 
dunia tahun 1970, Bu Fatmawati tidak mau melihat jenazah suaminya.
 
Bu Fatmawati tidak kenal poligami. Dulu, tatkala masih di Bengkulu, Bung Karno 
melamarnya. Ia mau 
menerima lamaran denga syarat, "Selesaikan dulu urusan Bapak dengan Bu 
Inggit!"
 
Bung Karno pun menceraikan terlebih dulu Bu Inggit baru menikahi Bu 
Fatmawati. Maka, ketika Bung Karno menikah lagi dengan Bu Hartini, Bu Fatmawati 
minta cerai. Namun, permintaan itu tak dikabulkan Bung Karno. Jadinya, hubungan 
Bung Karno dan Bu Fatmawati sejak tahun 1955 sampai tahun 1970 menggantung. 
Secara 
formal masih suami istri tapi tidak pernah "tidur bersama". 
 
Pernah suatu hari, Bu Fatmawati mengunjungi putra-putrinya: Guntur, Mega, 
Rahma, Sukma dan Guruh di istana. Begitu senja 
datang, ia berpamitan kepada Bung Karno. "Saya pulang dulu, Pak," katanya.
 
"Mau kemana? Ini rumahmu, Fat," jawab Bung Karno.
 
"Tidak, Pak. Saya mau pulang," ujar Bu Fatmawati.
[<[EMAIL PROTECTED]>] 




      
___________________________________________________________________________
Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

Kirim email ke