Ya kalo gak khusu bukan sholat namanya, tapi olahraga
Allah menilai sholat kita dari kepasrahan dan kesungguhan hati 
menghadap wajah kita kepadanya (kekhusuan).

Sepanjang agama dilarikan ketata bahasa, 
yang dihasilkan hanyalah kreasi seni yang dipertontonkan.

Kita dapat mencapai khusu' manakala kita mampu 
membedakan bagaimana berhubungan dengan allah 
dan bagaimana berhubungan dengan sesama.

artinya apa ??

Sholat itu urusan rohani, bukan urusan jasmani
jasmani tugasnya adalah urusan dunia.

implikasi dari rohani yang sholat adalah jasmani
yang bersyariat/hubungan sesama secara baik dan benar. 

jasmani adalah rumah/masjid bagi rohani untuk berhubungan
dengan tuhan. makanya masjid itu harus suci. (suci dari segala dosa-dosa.)

knp rasulullah untuk bertemu tuhannya harus meninggalkan masjidil haram 
menuju ke masjidil aqsa (masjid suci) ??

karena dia harus membersihkan dulu jasmaninya (masjid bagi rohaninya)
dari segala dosa-dosa, setelah itu ia baru bisa bermi'raj (ketemu tuhannya)
 

 bersambung .....

hangat selalu,

Lutfi





________________________________
Dari: abihisyam <[EMAIL PROTECTED]>
Kepada: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Terkirim: Selasa, 18 November, 2008 22:16:05
Topik: [GM2020] Shalat Khusyu


Dari Milis Tetangga. Semoga
Bermanfaat
‘Shalat Khusyu’ 
  
Dalam konsultasi sufistik, banyak yang
menanyakan tentang bagaimana shalat yang khusyu’ itu dan berikut ini saya
kutipkan jawaban Syaikh Luqman tentang pertanyaan itu : 
 
Pertama-tama harus
kita ketahui bahwa Allah tidak pernah memerintahkan kita untuk khusyu' dalam
shalat. Dalam Al-Qur’an maupun hadits tidak ada satu kalimat pun yang
berbentuk fi'il ‘amr (kalimat perintah) tentang khusyu'. Kenapa ?
Karena Allah Maha Tahu bahwa manusia memang mengalami kesulitan untuk bisa
khusyu' sekalipun dia itu seorang ulama atau kiai. Memang belum ada pakar
tentang khusyu' dalam sejarah intelektual Islam yang benar-benar representatif.
 
Bahasa Al-Qur'an
menyebut orang yang khusyu' dengan sebutan khâsyi’ûn sebagaimana
dalam firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya” (Q.S. al-Mu'minun [23]
: 1-2).
Bentuk kata khâsyi’ûn,
adalah bentuk fa’il, bukan kata perintah tetapi semacam
penghargaan luar biasa bahwa Anda termasuk orang-orang khusyu'. Karena itu,
Anda sebagai fa’il, atau pelaku khusyu'.
 
Cukup menarik apa
yang pernah diungkapkan oleh Syaikh Ibn Athaillah as-Sakandari, pengarang kitab
al-Hikâm. Beliau mengatakan : “Jika Anda ingin shalat khusyu' lalu Anda
berusaha sekuat tenaga untuk khusyu', Anda malah tidak bisa
khusyu’.” Inilah bukti jika seseorang yang sedang shalat
dikhusyu'-khusyu' kan, apalagi dadanya ditekan-tekan untuk khusyu' akhirnya
malah tidak bisa khusyu'. Kenapa ? Karena keinginan Anda untuk khusyu' itu
merupakan bagian dari hawa nafsu. Hawa nafsu untuk ingin khusyu', oleh sebab
itu Anda malah terhalang dari khusyu' itu sendiri.
 
Lalu bagaimana
caranya khusyu' ? Beliau melanjutkan : “Caranya khusyu', yaitu ketika
Anda menyadari bahwa shalat Anda tidak khusyu' itu adalah takdir dari Allah.
Terimalah takdir Allah saat itu bahwa Anda tidak atau belum ditakdirkan
khusyu.” “Ya Allah, aku terima bahwa saat ini aku belum bisa
khusyu'." Kelak Anda dihantar khusyu' oleh Allah. Jadi khusyu' itu lebih
sebagai al-ahwâl itu sendiri.
 
Apakah al-ahwâl itu ? Jika disebut : La haulâ walâ quwwata illâ billâh, artinya 
:
“Tidak ada kekuatan secara batin dan kekuatan lahir kecuali bersama
Allah." Karena dari kalimat haulun ini berkembang jamaknya
menjadi ahwâl. Ini adalah kondisi ruhaniah, ketika kita
khusyu’, masuklah di dalam ahwâl al-qalb, karena itu
merupakan gerak-gerik hati kita. Khusyu' itu tentu bersemayam di dalam hati,
bukan dalam tingkah laku. Jika Anda berjalan dengan menekuk leher Anda,
menunduk, itu tidak bisa dibilang bahwa Anda orang yang khusyu'. Dulu ada
seorang pemuda yang seperti itu, lalu dibentak oleh Sayyidina Umar : “Hai
fulan, khusyu' itu bukan di situ” (khusyu' itu di dada Anda).
 
Jadi, khusyu' pada
akhirnya membutuhkan elemen-elemen yang mendukung. Dukungan khusyu' itu antara
lain al-khudhû’. Artinya ketundukan hati kepada Allah. Orang
khusyu' juga harus mempunyai perasaan at-tawakkul (kepasrahan) . Artinya
ketika kita shalat, dzikir menghadap Allah, mestinya hati kita juga harus
pasrah menghadap kepada Allah. Jiwa Anda, bagaikan sajadah yang Anda gelar.
“Ya Allah, inilah saya, apa adanya, kupasrahkan lahir batin saya
kepada-Mu ...”
 
Anda, jangan
menghadap Allah, seperti orang yang mengajukan proposal : "Ya Allah, sudah
sekian tahun saya sujud, dzikir, wirid, tahajud, maka saya mohon dipenuhi
permintaan saya ...”
 
Pada saat itu
seseorang merasa menutupi kelemahannya. Dia melebih-lebihkan dirinya, padahal
Allah itu butuh ash-shidqu (kejujuran hati), bukan kejujuran mulut.
Allah Maha senang kepada orang-orang yang jujur di hadapan-Nya. "Ya Allah,
saya ini lebih banyak jeleknya daripada baiknya ..." Tuhan, Allah lebih
senang kepada orang seperti itu, daripada yang mengatakan : “Ya Allah,
saya sudah melakukan ini dan itu..., namun do'a saya belum juga dikabulkan..
.” Lebih baik bicara apa adanya kepada Allah. Itulah antara lain usaha
khusyu'.
Selanjutnya, dalam
Al-Qur'an disebutkan : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang
beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Q.S. al-Hadid [57] :
10)
 
Dzikrullah,
merupakan elemen utama dalam khusyu'. Dzikrullah di situ secara spesifik
disebutkan sebagai mata uang dengan dua sisi, yaitu khusyu' dan dzikrullah.
Karena itu, sejumlah ulama kemudian membangun satu metode bagaimana agar
seseorang bisa khusyu'. Ada yang mengatakan, jika Anda ingin shalat khusyu',
ingatlah makna-makna di dalam shalat.
Lalu, bagaimana jika
seseorang tidak mengetahui maknanya apakah dia bisa shalat khusyu' ? Saya ingin
sedikit memberi solusi yang sedikit berbau filosofis tentang khusyu'. Ada
seorang ulama sufi mengatakan, jika Anda ingin khusyu', seluruh bacaan yang
Anda baca itu, Anda maknai dengan Allah ...Allah ...Allah.. , semua, bukan
makna yang lainnya. Jadi, basamalah pun, artinya "Allah".
 
Sayididina Utsman
bin Affan pernah meriwayatkan satu hadits. Rasulullah ditanya oleh sahabat Nabi
di dalam satu forum : “Kalau Al-Qur'an itu bukan makhluk, lalu apakah
huruf hija'iyah itu makhluk ?” Dijawab oleh Rasulullah :
“Tidak, huruf hija’iyah itu bukan makhluk." Alif,
ba’, ta’ sampai ya' itu juga bukan makhluk.” Rasulullah
melanjutkan : “Alif itu nama Allah, ta' juga nama Allah, sampai ya' itu
nama Allah.” Jadi Asmaul Husna yang 99 itu sebenarnya kalau dalam
struktur organisasi itu semacam Dewan Pengurus Pusat (DPP-nya) Asmaul Husna.
Sedangkan di atas DPP-nya itu adalah huruf hija’iyah. Ini semacam
kunci bahwa Allah benar-benar menyertai dan mengawal apa pun bentuk ucapan,
wacana, kata dan huruf.
 
Karena itu, seorang
sufi mengomentari hadits tersebut : “Jika Anda bicara, menulis, berucap,
maka berucaplah yang baik, karena Anda menggunakai nama-nama Allah untuk
menyampaikan kata-kata Anda. Anda yang memaki orang, berbicara jorok berarti
menggunakan nama Allah untuk ucapan kotor. Jika nama-nama Allah dipakai untuk
hal-hal seperti itu, awal dosa mulai tercatat, karena kita memanipulasi banyak
atas nama-nama Tuhan untuk kepentingan hawa nafsu kita, produknya adalah
kalimat yang jorok, misalnya.”
 
Oleh sebab itu,
ulama sufi itu melanjutkan, jika Anda ingin shalat khusyu', maka ketika membaca
basmalah, jika artinya "Dengan nama Allah Yang Mahapengasih lagi
Mahapenyayang" , hanyalah arti menurut "pikiran kita", tapi
menurut hati kita, basmalah itu artinya tidak demikian. Basmalah itu
sesungguhnya, merupakan kristalisasi dari seluruh nama-nama Allah. Semua
nama-nama Allah mengerucut, bermuara, satu ke arah ar-rahmân,
satu lagi ke arah ar-rahîm. Ar-rahmân yang disebut
sebagai kristalisai dari nama jalâlah-Nya, sedangkan ar-rahîm untuk nama-nama 
jamal-Nya. Kedua nama ini masuk dalam nama yang disebut ism
al-a’zham, yaitu "Allah".
 
Ada satu hal yang
harus disadari, bahwa shalat itu bukan sebagai suatu perantara menuju Allah.
Shalat itu menjalankan perintah, jangan dianggap shalat itu sebagai syari'at
atau jalan, jadi kalau kita sudah sampai kita tidak usah shalat. Itu merupakan
jebakan filosofis. Shalat itu menjalankan perintah, yaitu perintah Allah kepada
kita sebagai hamba Allah. Jika kita bukan hamba Allah, kita tidak menjalankan
perintah-perintah- Nya. Jadi inilah esensi khusyu', dengan elemen tunduknya
hati, kepasrahan, kejujuran hati dan mengetuk hati dengan nama Allah,
menghantar kita untuk khusyu'.
     


      Can I loose my weight?

Kirim email ke