---------- Forwarded message ----------
From: Adhie Massardi <massardisp...@yahoo.com>
Date: 2009/1/1
Subject: [NaratamaTV] The YEAR of the JUDGEMENT - 2009
To: Kompas Pembaca <forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com>
Cc: Naratama TV <naratam...@yahoogroups.com>, ANTV Karyawan <
wowke...@yahoogroups.com>, Weka Gunawan <wekaguna...@gmail.com>



The YEAR of the JUDGEMENT

Oleh Adhie M Massardi

SETIAP tahun punya nama dan karakternya sendiri. Dalam terminologi Budha
Cina, ada 12 jenis binatang untuk menamai dan memaknai tahun dalam siklus 12
tahunan. Tahun 2008, misalnya, simbolnya (shio) Tikus. Artinya, tahun
keberuntungan bagi para penangkap tikus. Makanya, jangan heran bila KPK bisa
menangkap banyak "tikus negara".

Nah, 2009 disebut Tahun Kerbau. Sesuai takdir kerbau sebagai binatang
pekerja, 2009 ini akan jadi tahun kerja keras. Para calon anggota legislatif
(caleg) harus kerja keras karena, seperti kata Mahkamah Konstitusi, yang
menentukan lolos tidaknya caleg ke parlemen adalah suara terbanyak. Ini
bikin gigit jari caleg yang sudah kadung bayar mahal untuk dapat nomer urut
kecil.

Benar, bagi mayoritas rakyat Indonesia (lebih dari 80 persen!), tidak
berlaku siklus 12 tahunan itu. Sebab setiap tahun adalah Tahun Kerbau, tahun
kerja keras, kerja keras dan kerja keras. Padahal berbeda dengan cerita
kerja keras dalam dongeng yang bisa menghasilkan banyak, kerja keras dalam
realitas Indonesia itu pertanda hasilnya sangat kecil.

Sementara bagi sebagian kecil anak bangsa (kurang dari 15 persen), setiap
tahun  adalah Tahun Tikus, tahun dengan hari-hari pesta pora bagi
tikus-tikus bangsa menggerogoti harta negara yang menurut konstitusi sih
"untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

Sialnya rakyat Indonesia, kelakuan orang yang sedikit itu oleh para analis
dan pengamat kelas kampung (meskipun banyak yang bergelar akademis bahkan
dari luar negeri) digeneralisasikan. Sehingga korupsi dianggap sebagai
"budaya bangsa". Akibatnya, puluhan juta petani miskin, puluhan juta buruh
miskin, puluhan juta penganggur (yang bisa dipastikan miskinannya), juga
ratusan ribu guru honorer yang terkatung-katung, harus menanggung "beban
budaya" sesat itu.

Agar di negeri kita yang kaya sumber daya alam ini tidak hanya ada Tahun
Kerbau dan Tahun Tikus, maka 2009 yang strategis, harus kita namai dan
maknai sebagai "The Year of the Judgement", tahun penghakiman rakyat.
Sehingga pada tahun pemilu 2009  nanti, ada The Judgement's Day, hari
penentuan. Penentuan anggota legislatif (9 April) dan penentuan
capres-cawapres masuk surga atau dijebloskan ke neraka jahanam!

Kalau kita sepakati 2009 sebagai The Year of the Judgement, maka bagi caleg
dan parpol, serta Presiden dan Wapres, yang hanya bisa ngumbar janji, 2009
akan terasa sebagai The Year Living of Dangerously, tahun
nyerempet-nyerempet bahaya, yang kata Bung Karno (17/081964) menjelang
kejatuhannya: Tahun Vivere Pericoloso.

Menamai dan memaknai kurun waktu tertentu dengan nuansa politik memang bukan
barang haram. Apalagi di alam demokrasi seperti sekarang. Makanya, Anda juga
bisa menamai dan memaknai 2009 dengan, misalnya, The End of the Nightmare,
tahun berakhirnya mimpi buruk bagi rakyat Indonesia.

Demokrasi memang bisa menjadi sarana untuk mengelaborasi hakekat khalifat
Allah, manusia sebagai wakil Allah di muka bumi, termasuk menjadi hakim
untuk menghukum parpol dan elitenya yang telah melakukan dosa-dosa politik
dan menimbulkan kerusakan di muka bumi.

Tugas para intelektual, jurnalis, pemuka agama, dan lain-lain untuk
melakukan "hisab politik" dan menyampaikan temuannya kepada rakyat untuk
bahan pertimbangan dalam menghakimi para pemimpinnya di "hari penentuan"
itu.

Kalau sudah begini, demokrasi kita akan jadi indah. Terminologi demokrasi
yang vox populi vox dei, suara rakyat suara Tuhan, di lorong pemilu bisa
ketemu dengan firman Allah: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumiā€¦!"

Akhirnya, selamat tahun baru Hijriah 1430 dan non-Hijriah 2009. ***

*) Tabloid Indonesia MONITOR edisi 31 Desember 2008 - 6 Januari 2009

 

Kirim email ke