Selamat Buat Gorontalo! Turut berbangga... Dikutip dari: http://www.gorontalopost.info/index.php?option=com_content&task=view&id=20656&Itemid=1
*Gorontalo Terbaik, Tanjungpinang Terburuk JAKARTA* - Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya meluncurkan hasil survei integritas publik. Dimana, Kota Gorontalo dinilainya sebagai kota yang memiliki nilai integritas antikorupsi tertinggi. Survei itu diumumkan Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK Muhammad Jasin, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (04/02). Muhammad Jasin menjelaskan, survei dilakukan pada Juni-September 2008 lalu terhadap 105 unit layanan yang berada di 40 departemen tingkat pusat dan 52 di tingkat kabupaten/kota dengan melibatkan responden sebanyak 9.390 orang. Mereka terdiri dari 3.150 responden tingkat pusat dan 6.240 responden di kabupaten/kota. Responden tersebut adalah pengguna pelayanan publik. Dia membeberkan 10 kota yang memiliki nilai integritas antikorupsi tertinggi adalah Kota Gorontalo, Kabupaten Magelang, Kota Balikpapan, Kabupaten Jembrana, Kota Yogyakarta, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Kudus, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Kuala, dan Kabupaten Probolinggo. Sedangkan 15 kabupaten/kota yang memiliki nilai integritas terendah adalah Kota Tanjung Pinang, Kota Bandung, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Bandung, Kota Pontianak, Kabupaten Sambas, Kota Palangkaraya, Kabupaten Serang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Malang, Kabupaten Kota Baru, Kota Banjarmasin, Kota Tangerang, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dan DKI Jakarta. ''Secara spesifik, ada 12 Pemkab/Pemkot yang unit layanan sampelnya berada di bawah nilai rata-rata. Daerah tersebut diantaranya; Kota Bandung, Tangerang, Malang, Pontianak, Tanjung Pinang, Palangkaraya, Manado, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Kutai Kartanegara,'' ungkapnya. Jasin memaparkan, memang tidak semua kabupaten/kota di seurvei oleh KPK. Kali ini, KPK mensurvei 52 kabupaten/kota yang tersebar di 20 provinsi dengan criteria penilaian di empat layanan yakni KTP, SIUP, IMB, PDAM. Jumlah keseluruhan responden adalah 11.268 orang yang terdiri dari 4.800 responden di tingkat pusat dan 6.468 responden di tingkat daerah. "Kriteria respondennya yaitu pengguna ataupun pengurus layanan langsung dalam dua tahun terakhir," ujarnya. Sementara metode penilaiannya menggunakan pembobotan indikator oleh ahli, pengisian kuesioner oleh responden, serta pemeringkatan/ranking berdasarkan nilai indeks 0-10. Semakin besar nilai, semakin baik integritasnya. "Survei dilakukan pada rentang waktu Juni-September 2008," tutur Jasin. Lebih lanjut Jasin menjelaskan, dari hasil survey itu terungkap bahwa petugas pelayanan publik masih berperilaku koruptif. Hal ini dapat dilihat dari 36% responden yang merasa terjadinya perbedaan perlakuan petugas dalam memberi layanan. Bahkan 31% responden menyatakan bahwa pengguna layanan akan dipersulit apabila tidak memberikan imbalan atau biaya tambahan kepada petugas. Selain itu, masyarakat pengguna layanan publik di daerah masih bersikap toleran terhadap perilaku koruptif. 45% responden di daerah menyatakan bahwa pemberian gratifikasi (imbalan) merupakan hal yang wajar dalam rangka mendapatkan pelayanan. "54 persen, mereka menganggapnya sebagai bentuk ucapan terima kasih dan 22 persen menganggap sebagai pelican proses pelayanan," sebut Jasin. Menurutnya, praktik suap dianggap umum terjadi oleh pengguna layanan di daerah (43,2%). Dari yang menganggap umum terjadi, 47% responden mengakui memberikan imbalan pada saat awal. "Umumnya praktik suap terjadi karena inisiatif dari kedua pihak," tandasnya. Parahnya, kata Jasin, upaya pencegahan korupsi belum banyak dilakukan oleh lembaga pelayanan publik di daerah. "Sebanyak 60 persen responden menyatakan mereka tidak melihat adanya kampanye antikorupsi di unit layanan yang mereka datangi," pungkasnya.*(jpnn)/gpinfo* ATG -- www.daengbattala.com update : "Berdamai Dengan Ketidaksempurnaan: Sebuah Kisah Tentang Rasa Marah" www.daenggammara.com