--- On Sat, 2/7/09, bakri arbie <daya...@yahoo.com> wrote: From: bakri arbie <daya...@yahoo.com> Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Bangga Menjadi Keluarga Pertamina To: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com, alumnipran...@yahoogroups.com, "Bp Ary Mochtar Pedju" <arympe...@yahoo.com>, "Bp Sutaryo Supadi" <ster...@cbn.net.id>, "Bp Budi Sudarsono" <budi_sudars...@yahoo.com> Cc: "arbie bakri" <arbieba...@yahoo.com> Date: Saturday, February 7, 2009, 9:03 PM
Yth Rekan milis, Selamat Datang Sarjana Terbaik di Pertamina,demikian cuplikan tulisan Mbak Susy dan Doty. Ada beberapa hal yang menarik dari wawancara selama 15 menit saja,dimana dalam waktu pendek terungkap hal-hal yang perlu diperhatikan secara mendalam.. 1.Pemimpin adalah role model, pembuat keputusan betapapun sulitnya memilih antara waktu dan kwalitas keputusan.Begitu lebar dan besar masalahnya dengan parameter waktu yang berbeda waktu kritisnya,maka untuk menjadi pemimpin itu tidak mudah. Saking banyak ragam masalah yang datang terus tanpa bisa ditawar,maka ada kemungkinan untuk salah,oleh karenanya Ibu Karen mengatakan seolah-olah jangan takut berbuat kesalahan,selama anda sudah yakin dengan segala informasi yang ada bahwa keputusan anda benar.Karenanya beliau yakin bahwa pemimpin pasti membuat kesalahan, karena pemimpin harus membuat keputusan dalam keadaan dan risiko apapun. Karena pemimpin yang tidak membuat keputusan,nggak ada yang bisa dikerjakan,ya status quo,ikut arus yang ada saja. Tidak ada inovasi dan tidak ada kemajuan. 2.Ingin membuat sesuatu yang lebih dari pada keamanan hidup untuk sekedar menghidupi keluarga saja.Ibu Karen ingin membuat Indonesia bangga dengan Pertamina,sehingga bisa berkata "I am proud to be Pertamina familiy" dan rakyat Indonesia bisa berbangga pula mempunyai Pertamina yang bisa membantu untuk sejahterakan rakyat. 3.Intervensi sebagai perusahaan pelat merah.Ini adalah pertanyaan paling sulit dan berlaku untuk seluruh perusahaan pelat merah yaitu BUMN. Mengapa BUMN seperti Singapore Airlines bisa menjulang begitu hebat sedangkan Garuda kita tidak bisa. Ahli manajemen,pimpinan nasional dan para politisi harus cari solusi terbaik untuk hal ini. Karena disini sudah ada faktor profesionalitas,budaya,politik dan macam-macam parameter lainnya.Berdasarkan informasi yang perlu dikonfirmasi oleh yang mempunyai otoritas dan kapasitas untuk mengurusnya,BUMN itu punya kelemahan mendasar secara aturan,kelemahan potensi orang dalam yang menggerogoti BUMN dengan memanfaatkan aturan yang ada baik untuk keuntungan pribadi maupun kelompok atau golongan. Meskipun tidak semua namun bagian yang paling sensitif yaitu bagian pengadaan atau logistik adalah tempat yang rawan untuk kebocoran dan inefisiensi. Selain itu rata-rata pegawainya bekerja untuk keluarganya saja,tidak untuk membangun BUMN agar tumbuh menjadi kuat dan berdaya saing.Hal ini semua membutuhkan pemimpin yang paling pas untuk Indonesia.Kalau terlalu mencampuri hingga mikro-manajemen para pemimpin bisa dianggap tidak percaya atau lainnya. Ini soal keseimbangan kata Ibu Karen.Semoga ibu Karen bisa mengubah sistem seperti niat dan kiat beliau. 4.Dari diskusi yang ada dalam diskusi-diskusai,selama ini sisi hulu adalah sisi yang mempunyai profit sedangkan sisi hilir lebih banyak aspek sosialnya.Seperti apa yang disebut sebagai Corporate Cocial Responsibility,maka anggap saja untuk sisi hilir Pertamina melakukan CSR,namun sisi hulu harus optimum untuk bisa mendapatkan profit sehingga bisa melakukan misi sosialnya yang memang sangat penting bagi rakyat.Masalahnya apakah sisi hulu ini tidak dipegang ekornya seperti kata pak Baihaki sehingga manuvernya sulit dan akibatnya adalah susahnya mengemban aspek sosialnya. Silahkan para pemimpin mencari yang ahli untuk melihat apakah bisa didapatkan solusi yang optimum.Solusi harus segara karena time is running out...dalam 12 tahun minyaknya akan habis kalau tidak ditemukan jebakan baru di Indonesia. Namun satu hal sudah pasti bahwa dilihat dari latar belakang Ibu Karen yang profesional, maka pemerintah telah mengambil keputusan yang tepat dimana BUMN harus mulai bangkit dengan membuat para pimpinan yang betul-betul profesional dalam bidanynya. Hal-hal lain akan dibenahi secara bertahap,asalkan critical mass dari para profesional makin banyak di setiap bidang ,sektor,eksekutif,legislatif maupun judikatif,maka Indonesia akan maju,mungkin perlahan kalau critical mass-nya lambat terbentuk,namun......pasti bisa. Semoga Ibu Karen sehat dan sukses dalam berkarya. Salam hormat, Bakri Arbie. --- On Sat, 2/7/09, Agus Hamonangan <agushamonan...@yahoo.co.id> wrote: From: Agus Hamonangan <agushamonan...@yahoo.co.id> Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Bangga Menjadi Keluarga Pertamina To: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com Date: Saturday, February 7, 2009, 3:37 PM Oleh Susi Ivvaty & Doty Damayanti http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2009/02/08/ 01204516/ bangga.menjadi. keluarga. pertamina Kaget juga ketika mendadak air mata mengalir di pipi Galaila Karen Agustiawan (50), membuat wawancara terhenti. Ia teringat almarhum ayahnya, Prof Dr Soemiatno, figur panutannya. "Beliau pernah bilang, posisi, jabatan, itu semua tidak ada artinya...," katanya. Galaila Karen Agustiawan, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang dilantik 5 Februari 2009 menggantikan Ari H Soemarno, adalah perempuan pertama yang menempati posisi puncak di Pertamina sepanjang 51 tahun sejarah perusahaan itu. "Mau nanya apa? 15 menit saja ya. Masih banyak yang harus saya kerjakan," kata Karen membuka wawancara di kantornya di lantai 19 gedung utama Pertamina. Sempat bingung juga, informasi apa yang bisa digali dalam wawancara 15-an menit. Namun, ternyata, dengan tempo bicara yang sangat cepat, Karen mengungkapkan cukup banyak hal. Mulai dari pandangannya tentang Pertamina, tantangan-tantangan dalam hidup, penolakannya terhadap intervensi ke tubuh Pertamina, suami dan tiga anaknya yang begitu mendukungnya, hingga impresinya pada Ari Soemarno. Yang terakhir inilah yang membikin mata Karen berkaca-kaca sebelum kemudian menangis. "Saya melihat Pak Ari sebagai figur yang mirip ayah saya. Ayah saya Dirut Biofarma selama 22 tahun. Ayah orangnya sangat sederhana, ada karakter Pak Ari yang mirip ayah saya, bagaimana ia membimbing orang," ungkap Karen. Suaranya sedikit melemah. "Saya ini bungsu dari sembilan bersaudara. Saya sangat dekat dengan ayah saya, ini sesuatu yang very touchy," sambungnya. Ia berhenti sejenak dan meneruskan, "Kalau saya pergi ke nisan ayah, saya pasti nangis." Kali ini Karen benar-benar berhenti. Pemimpin dan jabatan Apa kata Karen soal pemimpin? "Pemimpin itu role model, pembuat keputusan. Pemimpin itu pasti bikin kesalahan, karena pemimpin itu harus bikin keputusan. Kalau sampai pemimpin tidak bikin keputusan, gak ada yang bisa dikerjakan. Diem saja, status quo," paparnya. Soal banyaknya pertanyaan terlontar menyangkut posisi barunya ini—mengingat ia baru dua tahun masuk Pertamina—Karen menegaskan, hal ini bukan persoalan politis. Ia memandang pengangkatannya sebagai dirut hanyalah kebetulan. "Jangan salah, no no no, saya profesional. Jabatan itu comes and goes, bukan sesuatu yang harus dikejar," katanya. Yang dimaui Karen, Pertamina mampu menerapkan good corporate governance. "Kalau ini jalan, maka segala bentuk intervensi yang merugikan perusahaan dan negara, at all cost, tidak tolerir," tegasnya. Pernah merasa diintervensi? "Well, saya tidak bilang seperti itu. Masalahnya, persepsi publik atas Pertamina itu masih pada citra yang lama. Masih ada orang yang coba-coba (mengintervensi) , dan mengubah itu butuh waktu," sahutnya. Soal ini (mengingat kursi Dirut Pertamina konon teramat "panas"), Karen berjanji tidak akan melayani segala bentuk intervensi, seperti dikatakan usai pelantikan Kamis lalu. Ia juga memaparkan enam langkah prioritas (Kompas, 5/2). Selalu ada tantangan Sebelum di Pertamina, Karen telah lama berkarier di Mobil Oil Indonesia (1984-1996). Ia pindah ke CGG Petrosystem selama setahun sebelum pindah lagi ke perusahaan konsultan Landmark Concurrent Solusi Indonesia. Tahun 2002-2006 ia bergabung dengan Halliburton Indonesia. Dari pengalaman berpindah-pindah tempat kerja, Karen memetik satu hal, memberikan yang terbaik. Sempat muncul kekhawatiran dari teman-temannya, Karen akan berubah setelah di Pertamina. "Nyatanya saya malah mengubah sistem. Sistem yang harus ikut saya, itu yang terjadi kalau mau maju. Saya selalu mengambil langkah ke depan." Dua tahun lalu ketika masuk ke Pertamina sebagai staf ahli, peran Karen "hanya" sebatas konsultan. "Mengusulkan konsep, tetapi implementornya bukan saya. Sekarang, saya harus memastikan semuanya berjalan. Itu berat, tidak sebatas plan the work, tetapi work the plan. Waktu saya masuk sebagai Direktur Hulu, yang saya benahi adalah bagaimana work the plan," terangnya. Bagi Karen, Pertamina adalah tantangan, dan ia menyukai tantangan. Tantangan memicu ide di otak keluar, dan itu membuatnya hidup. "Dulu, menjadi Direktur Hulu banyak tantangan. Tetapi kalau saya melihat posisi itu sekarang, sudah tidak menantang. Saya sekarang memimpin tujuh anak perusahaan, itu berat, tetapi menantang." Tantangan lain, soal maskulinitas. "Tahu sendiri, kan, bisnis minyak itu maskulinitasnya kuat. Saat saya masuk, banyak yang mempertanyakan, bisa apa cewek ini." Jawabannya? "Banyak yang mengakui, she did bring something." Karen mencermati adanya perubahan cara berpikir di sektor hulu. Dulu orang masuk Pertamina lebih untuk keamanan kerja, masuk Pertamina untuk menghidupi keluarga. "Sekarang harus diubah menjadi I'm proud to be Pertamina family. Kayak dulu di ITB zaman Posma, kan ada spanduk selamat datang putra-putri terbaik Indonesia. Saya pengin begitu di Pertamina, selamat datang sarjana terbaik di Pertamina." Karen menyambung, ia akan menjadikan Pertamina minimal sama dengan Petronas, perusahaan minyak Malaysia itu. Sulitnya membuat Pertamina menjadi berkelas dunia? "Ini soal keseimbangan, we can not see our selves as a full private corporate karena ini kan perusahaan pelat merah yang mengembang tugas negara," jawabnya. Karen memandang Pertamina di satu sisi sebagai korporat, maka untung harus diraih. Sisi hulu pun digenjot. Namun, di sisi hilir, banyak aspek sosial yang harus dihadapi. Misalnya, bagaimana memastikan agar BBM dan elpiji tersedia dan gampang diakses.