Teman teman milis yang berbahagia,,,beberapa waktu yang lalu
saya ketemu teman teman anggota milisGM2020 yg rajin posting tentang apa saja
yang sangat berguna bagi anggota pada khususnya. Mereka mengeluhkan beberapa 
anggota
milis yang saling menyalahkan dan saling menyerang sesama anggota milis dan
merasa benar satu sama lain. Anehnya ada yang berani dengan memakai indentitas
yang tidak jelas dan berani menghakimi anggota lain, seakan akan dialah yang
paling benar dari semua.Ijinkalah saya berbagi pengalaman mungkin barangkali
bisa menjadikan pencerahan buat kita semua. 

Dulu ketika masih duduk dibangku STM, saya pernah punya
pengalaman unik.Waktu itu saya baru saja pulang mengantar pacar, ketika di
sebuah jalanlurus yang panjang, ada sebuah motor yang tepat berada ditengah
jalur,dengan lampu sen kiri menyala. Wah harus dikasih pelajaran nih orang.
Segera motor saya pacu mendekat, setelah berada persis disebelah motornya, saya
langsung memberi kode dengan tangan kiri, yang mengisyaratkan agar ia mematikan
lampu sen nya yang terus menyala sedari tadi. Setelah itu, tanpa memperhatikan 
reaksinya,
saya tancap gas menjauh. Sempat pula kepala ini menggeleng kecil beberapa kali.
Nggak belok kok nge-sen, gitu kira-kira. Tetapi tanpa diduga, tidak berapa lama
kemudian, ganti motornya yang mendekat dan dengan tersenyum geli dia memberi
kode yang persis sama dengan yang saya lakukan tadi. Kurang ajar ! Dikasih tahu
bukannya terima kasih malah ngeledek.Beberapa saat omelan terus meluncur dari
bibir ini, sampai ketika mata saya tidak sengaja terarah ke lampu sen motor
sendiri. Astaga !!! Ya ampuuuunnn…!! ternyata lampu sen kiri motorku..juga
menyala…dari tadi…bahkan ketika saya sedang “sok” memberitahu orang itu !!!

Ketika pertama kali membaca uraian Dale Carnegie, mengenai
betapa Al Capone – pemimpin mafia di Chicago sana - dan para penjahat kelas
wahid tidak pernah sekalipun memandang diri mereka sebagai penjahat, saya
tertegun.Betapa tidak, mereka yang jelas-jelas berbuat kriminal, 
memperkosa,membantai
manusia dengan tanpa alasan, melindungi peredaran obat bius,ternyata tidak
pernah memandang diri mereka bersalah. Dalam buku yang sama,Dale juga
menceritakan bahwa hampir 100% dari mereka yang berada dipenjara Sing-Sing –
penjara kriminal nomer satu di New York- juga sama sekali tidak melihat diri 
mereka
sebagai para kriminal, melainkan sebagai korban.Sungguh-sungguh kenyataan yang
hampir tidak dapat dipercaya. Yang lebih

mengherankan lagi, jika sifat yang satu itu, juga terjadi
dikalangan atas.Presiden Taft – masih menurut buku itu – ketika berbuat sebuah
kesalahan,dan diberitahu tentang itu, juga tidak pernah mengaku salah. Lengkap
sudah.Jika demikian berarti sifat “tidak mau disalahkan” itu melekat secara
merata di mahluk yang bernama manusia. Dari penjahat hingga level presiden.
Dari

orang miskin sampai konglomerat.

 

Sungguh tepat kata-kata seorang pujangga ternama di Timur
Tengah sana“Siapakah yang mengetahui kesesatan ? Bebaskanlah aku dari yang
tidak aku ketahui”. Kita memang selalu melihat lebih jelas kearah kesalahan
orang lain, dibandingkan kesalahan kita sendiri. Lampu sorot untuk orang 
lain,sedangkan
lilin redup untuk diri sendiri. Untuk orang lain, sedapat mungkin kita gunakan
kata “harusnya kan dia…” untuk diri sendiri “ya gimana lagi aku

kan…”. Apakah TUHAN salah mendesain kita. Pastilah tidak.
Kata mereka-mereka yang bijak, justru disinilah ujian itu berlangsung. Manusia
yang bisa melihat kesalahannya, mengakuinya dengan sportif dan mengubahnya akan
menerima upah yang tidak kecil. Sementara manusia yang tidak pernah mau melihat
kesalahannya, tidak akan pernah mengalami kemajuan, malah kemunduran diberbagai
segi kehidupan, yang akan dialaminya. Masing-masing dengan

konsekuensinya.

 

Nggak usah jauh-jauh ke Chicago atau New York sana, salah
satu sopir kami di kantor- juga

cukup menyebalkan. Hampir selalu sesumbar mengatakan bahwa
daerah ini atau daerah itu adalah kekuasaannya, atau hafal diluar kepala.
Tetapi tidak berapa lama, kami akan menemukan diri kami tersesat atau
berputar-putar dijalan yang tidak jelas, sementara dia, tidak pernah mengaku
bersalah, meskipun keringat dingin sudah mengalir dipipi !! Atau seorang client

wedding organizer teman saya. Sebut saja ibu Noni, sudah
diperingatkan bahwa

jumlah pesanan catering yang ia pesan dibawah standar, alias
kurang, tetap tidak menggubris ‘warning’ kami. Akhirnya, persis seperti
prediksi kami,makanan di resepsi perkawinan itu habis lenyap hanya dalam tempo
30 menit setelah acara. Apakah ia mengakui kesalahannya ? Tidak sama sekali.
Atau Jocky, salah seorang crew photography kami, yang sering kali berbuat

kesalahan, tetapi tetap membantah jika dinasehati. Hampir
seluruh asisten photographer dan videographer kami dibuat “BT Abis” tetapi
apakah Jockie menyesal dan mengakui kesalahannya ? Jangan harap. Ia malah
semakin jenius mencari alasan untuk merasionalisasi kesalahannya. Belum lagi si
Budi, dia itu….….EH TUNGGU DULU…sepertinya saya mulai menggenapi analisa Dale
Carnegie tentang sifat dasar manusia, yaitu begitu mudah melihat kesalahan orang

lain, tetapi buta atau membutakan diri dengan kesalahannya
sendiri…jadi malu nih..ada baiknya tulisan ini ditutup sesegera mungkin karena
ternyata saya juga lebih suka membicarakan kesalahan orang disekitar saya,
daripada konsentrasi membenahi file file saya sendiri sebagai consultant
communication. Padahal jelas-jelas lebih menguntungkan untuk memperbaiki diri
sendiri dibanding,bertindak sebagai tuhan “kecil” menghakimi, mengkritik bahkan
menelanjangi kesalahan orang lain. Sedangkan TUHAN “yang beneran” saja tidak
menghakimi

kita, sebelum waktunya. Mohon maaf kalau ada kata yang
kurang bekenan.

 

 

Salam,

Ramang H Demolinggo




      Berbagi video sambil chatting dengan teman di Messenger. Sekarang bisa 
dengan Yahoo! Messenger baru. http://id.messenger.yahoo.com

Kirim email ke