Persis Pak. Beliau sering dipanggil dgn cara penyebutan halus Gorontalo seperti itu. Pak "Sahminan Nur...". Nama lengkap Beliau: Samin Radjik Nur.
Mohon berkenan kalau Bpk ada data yg bisa sy gunakan lebih lanjut Tks, salam --- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, toti lamusu <toti_lam...@...> wrote: > > apakah beliau yang dikenal dengan 'syahminan nur' ? > > thanks untuk yang memberikan jawaban atas pertanyaan saya . > > salam . > > tot > > --- On Thu, 3/5/09, basriamin <basria...@...> wrote: > From: basriamin <basria...@...> > Subject: [GM2020] Mengenang S.R. NUR > To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com > Date: Thursday, March 5, 2009, 11:51 AM > > > > > > > > > > > > > Ass Teman2, > > > > Saya sedang menyelesaikan buku ttg Pak S.R. Nur. Naskahnya sudah 80% (hasil > riset 2004-2007). Mohon berkenan bila ada teman2 yg punya data tambahan, atau > hal2 lain yg relevan ttg Beliau. Di bawah ini saya ringkaskan ttg siapa S.R. > Nur. > > > > Tks, salam hangat > > ------------ --------- --- > > > > S.R. Nur, Sang Guru, Sang Penunjuk Jalan Peradaban > > > > Basri Amin > > Penulis Lepas, Warga Hepuhulawa > > > > Gorontalo sungguh pantas mengenang kembali salah satu putra terbaiknya, > sembari mewarisi cita-cita luhur dan pikiran-pikiran besarnya. Putra terbaik > itu adalah Prof. DR. S.R. Nur, SH. Dia adalah "mutiara", dia adalah guru dan > sang "penunjuk jalan" untuk peradaban Gorontalo dan bangsa ini. Tokoh ini > sungguh patut dikenang dan dibicarakan kembali tentang pribadi dan > pemikirannya. Ia telah meninggalkan "pusaka" pengetahuan dan contoh hidup > yang akan selalu relevan untuk peradaban Gorontalo. S.R. Nur lahir di > Pentadio 4 Mei 1924 dan wafat 30 Januari 1997 di Ujung Pandang. Kini, > pusaranya dapat kita kunjungi di Pentadio. Meski untuk menemukan jejak-jejak > hidup dan butiran-butiran pemikirannya kita harus pergi ke Makassar, bahkan > ke negeri Belanda. > > > > Tidak lama setelah peristiwa 23 Januari ke-55 diperingati (30 Januari 1997), > S.R. Nur meninggalkan bangsa ini untuk selamanya. Ketika itu 21 Ramadhan > 1417-H. Dia sempat ke Gorontalo untuk puasa dan bertemu dengan keluarga dan > sahabat-sahabatnya. Ia datang melihat kembali kampung halamannya, tempat dia > dilahirkan dan dibesarkan. Tepatnya di Pentadio dan Tanggidaa (Kota > Gorontalo). Dia sangat terbiasa mengunjungi sanak famili dan sahabat-sahabat > lamanya. > > > > Menurut penuturan keluarganya, terutama oleh anak-anaknya, S.R. Nur adalah > orang yang sangat bersahaja, disiplin dan selalu memberi contoh (baik dalam > bertutur kata maupun dalam berhubungan dengan orang lain). Dia dikenal > sebagai pribadi yang hemat dan hati-hati dalam "berbicara". Ia senang memberi > tanggal untuk setiap barang yang ada di rumahnya. Ia gemar menanam pohon dan > bunga-bunga. Agama dan adat sangat dipegang dengan teguh. Dia telah > mengabdikan hidupnya di lapangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Ia adalah > penyandang jabatan Guru Besar Hukum Adat yang cukup langka tahun 1980-an. Di > Gorontalo, patut pula beliau dikenang bahwa UII Jogyakarta Cabang Gorontalo > pernah dipimpinnya. Ia pernah menjadi anggota Senat IKIP Manado Cabang > Gorontalo. Ia juga ikut merintis/mengembang kan STIE Duolimo lo Pohalaa > Limboto. > > > > Sungguh tepat S.R. Nur diberi penghargaan adat (gara'i) oleh Pemangku Adat > Uduluwo Lou Limo Lo Pohalaa pada saat wafatnya, sebagai "Talotulete Adati" > (Putra terbaik kelahiran Gorontalo yang menggali, meneliti, menulis dan > melestarikan adat istiadat Gorontalo). > > > > Tapi, S.R. Nur agak unik karena dia sebenarnya tidak memulai kariernya > sebagai ilmuan. Dia adalah mantan Mantri Tani Gorontalo (1943-1951). Ia > pernah memimpin Perusahaan Negara di Makassar dan Manager Perusahaan Negara > Aduma Niaga Gorontalo (1963-1973). Ia juga sempat menjadi anggota DPRGR > (1967-1969). Dan nanti tahun 1973 baru ia memilih menjadi dosen murni di > Fakultas Hukum UNHAS, meskipun memang sekian tahun sebelumnya ia sudah aktif > sebagai pengajar ilmu hukum di beberapa universitas dan IKIP. > > > > Karya besar S.R. Nur untuk Gorontalo adalah disertasi doktoralnya di > Universitas Hasanuddin (1979), dengan judul "Beberapa Aspek Hukum Adat Tata > Negara Kerajaan Gorontalo pada Masa Pemerintahan Eato (1673-1679)" . > Sebelumnya, ia menulis sebuah skripsi Sarjana Hukum, "Hukum Adat Perkawinan > Gorontalo" (1962). Kedua karya tulis ini telah berhasil mendokumentasikan > panjang lebar secara baik dan kritis tentang falsafah adat, sejarah dan > praktek adat di wilayah hukum Gorontalo. Karya penting lainnya, sebuah > terjemahan naskah Belanda "Perjalanan Padtbrugge ke Sulawesi Utara dan > Pulau-Pulau Sebelah Utaranya (1677)." Sebuah buku penting S.R. Nur adalah, > "Buku Bangsa Lima Pohalaa" (1981) yang diterbitkan oleh KITLV Belanda dan > LIPI Jakarta. Juga, ia menuliskan sebuah "kata pengantar" penting untuk > terjemahan buku Dr. B.J. Haga (1931), De Lima Pahalaa (terjemahan, 1981). > Buku ini tentang hukum adat dan pemerintahan di Gorontalo. > > > > Selain karya-karya seminal S.R. Nur tersebut, ia juga telah menulis begitu > banyak karya ilmiah dan artikel dalam lingkup sejarah, hukum adat dan > agraria. Untuk konteks dokumentasi Gorontalo, dia adalah "penyelamat" dokumen > dan "pewaris" tradisi yang konsisten dan mengagumkan. Selama hidupnya S.R. > Nur telah menulis ±65 tulisan penting dan hasil penelitian tertulis tentang > sejarah dan budaya Gorontalo, hukum adat dan agraria. Meski demikian, lingkup > perhatian akademik S.R. Nur tidak semata tentang Gorontalo, tapi juga > Sulawesi secara umumnya. Selain itu, tak bisa pula dilupakan bahwa S.R. Nur > telah menyumbangkan sebuah penelitian panjang (1985-1987) tentang hukum adat > dan hak ulayat di Irian Jaya (baca: Papua). Sebelum S.R. Nur wafat, sebuah > buku monumental berhasil disusun bersama tiga orang Sarjana Hukum dari > Makassar, judulnya "Kerakyatan Sebagai Azas Ketatanegaraan Adat Sulawesi" > (1996). > > > > S.R. Nur telah mematrikan dirinya sebagai ilmuan besar. Semoga tak keliru > kalau saya menyebut ketekunan beliau laksana "pemulung" yang begitu sabar dan > tangguh dalam mencari dan mengumpul jejak-jejak sejarah dan tradisi adat > Gorontalo serta pengetahuan adat dan agraria di tanah air. Semua itu ia > lakukan dengan integritas tinggi, kejujuran, ketekunan besar dan rendah hati. > Kita patut belajar darinya sembari menjaga dan mengembangkan "warisan" > pengetahuan dan kepribadian yang sudah ditunjukkannya selama ini. Ia adalah > contoh terbaik "pengemudi" dan penunjuk jalan peradaban Gorontalo. > > > > Kini, keluarga besarnya, baik yang ada di Gorontalo maupun di Makassar selalu > mengenang beliau sebagai seorang teladan orang tua, pendidik dan cendekiawan > yang disegani banyak orang. Promotor doktoralnya, Prof. Sainal Abidin Farid > dan Prof. Rusli Effendy selalu mengenang S.R. Nur sebagai seorang ilmuan yang > gigih dan memiliki obsesi besar dalam bidang hukum adat, sejarah dan budaya. > Ia menunjukkan argumentasi yang komplit tentang akar-akar kerakyatan dan > demokrasi masyarakat Gorontalo di masa lalu. Ia mendampingi Dr. J. Norduyn, > ahli Sulawesi dan sekretaris jenderal KITLV Belanda jalan-jalan mengelilingi > Gorontalo 1970-an > > > > Bebarapa hari setelah S.R. Nur wafat, tokoh-tokoh seperti Prof. Baharuddin > Lopa (Ketika itu Sekjen Komnas HAM R.I) dan Prof. A. Muis (Pakar Hukum Pers) > menuliskan kenangan mereka bersama S.R. Nur di beberapa koran besar di > Makassar (Fajar dan Pedoman Rakyat). Mereka semua mengagumi karakter pribadi > S.R. Nur yang santun, kebapakan, terbuka dan tulus dalam mengungkapkan > pandangan-pandangan . Dia selalu bisa dengan arif dan tenang memahami > perbedaan-perbedaan pendapat. > > > > Secara fisik, sudah 12 tahun S.R. Nur meninggalkan kita. Tapi, warisan > intelektual, teladan pribadi, kiprah pengabdian yang tak kenal henti, serta > spirit untuk menjaga pusaka tradisi Gorontalo akan selamanya "hidup". Salah > satu harapan besarnya (1992) agar di Gorontalo bisa berdiri sebuah lembaga > kebudayaan yang dia usulkan bernama "Pohalaalogi" . > > > > Dengan spirit keintelektualan dan inspirasi moral dari sosok S.R. Nur, saat > ini penulis sedang berusaha menyelesaikan 3 (tiga) buah seri buku tentang > beliau. Untuk tahun 2007, Biografi Intelektual S.R. Nur dan Sosok Pribadi dan > Kiprah Hidupnya Insya Allah akan segera diselesaikan. Pada saat ini juga, > saya dan beberapa kawan tengah merancang sebuah agenda untuk membangun "Pusat > Studi Gorontalo untuk Masa Depan" yang khusus didedikasikan kepada Prof. S.R. > Nur dan masa depan Indonesia dan Gorontalo. Tulisan ini hendak pula > mengingatkan bahwa adalah sangat pantas kalau saat ini sudah ada sebuah jalan > (mungkin) di jalan raya Limboto atau di Tanggidaa yang signifikan > "mengabadikan" nama: Prof. Dr. Samin Radjik Nur, SH. Kita tahu begitu banyak > nama-nama jalan utama di Gorontalo yang belum "mencerminkan" bahwa Gorontalo > punya banyak tokoh-tokoh besar, sebut saja H.B. Jassin, S.R. Nur, Jus Badudu, > B.J. Habibie, John Katili, dst. Saya hanya bisa heran dan > bertanya-tanya. > > > > Dari kiprah hidup dari sang guru seperti S.R Nur marilah kita bersama-sama > mendorong kemajuan bangsa dan daerah Gorontalo dengan semangat keilmuan, > moralitas, integritas dan kerja keras. Kita semua pantas berharap bahwa > "penghargaan" kita kepada beliau tidak hanya ketika menyebut namanya, atau > dalam membaca karya-karyanya. Sesungguhnya, yang lebih mendasar dari itu > adalah bagaimana kita "menjaga" spirit hidup dan "mengerjakan" warisan > pengetahuan dan keteladanan pribadinya dalam membangun ilmu pengetahuan, > kebudayaan dan peradaban Gorontalo. > > > > Refleksi > > > > Hari ini, rasanya, panutan hidup yang pantas digugu dan dirujuk makin sulit > kita saksikan. Sekolah telah sedemikian rupa disamakan dengan pendidikan. > Sementara sekolah makin banyak kita dirikan, tapi di saat yang sama pula > nilai-nilai kejujuran, kesungguhan dan etos kerja, minat baca, sikap disiplin > dan "budaya contoh" makin jatuh tersungkur dalam kehidupan sehari-hari kita. > Padahal, orang bergelar sarjana makin banyak. Titel akademik dan jenis-jenis > sekolah sudah bertaburan di mana-mana. Lalu, apa hasilnya? Kita semua tentu > punya pendapat masing-masing. *** >