Ass Teman2,

Catatan pengalaman yg patut direnungi. Utk semua persoalan, memang agk sulit 
kalau "kepedulian" tdk ada. Sikap peduli adalah modal minimal utk hari ini dan 
hari esok yg lebih baik...

Meski demikian, mudah2an kita semua sependapat bahwa harapan tak bisa kalah dgn 
keadaan yg ada. Selalu ada "jalan", dan selalu ada "daya" bagi sebuah bangsa yg 
punya "jati diri", bagi sebuah bangsa yg (pernah) punya sejarah perubahan, dan 
bagi bangsa2 yg punya keyakinan bahwa masa depan harus diperjuangkan, 
dikerjakan dan di-kawal.

Maaf, perkenankan saya agk menduga --berdasarkan bacaan2 saya sejauh ini-- 
bahwa tampaknya perjalanan Gorontalo barulah sampai pada berubahnya 
ukuran-ukuran waktu bernama nama-nama "tahun" dan momen-momen yg muncul 
(memang) cenderung serba elitis: dari atas, berharap ke atas, selalu dengan 
pihak2 di atas, dstt. 

Daya cipta "kalangan tengah" tampaknya masih harus dikukuhkan. Semangat utk 
berubah, atau dalam melakukan perubahan masih ber-"nafas pendek"; dan semoga 
tdk keliru mengatakan bahwa: orang-orang demikian mudah dikalahkan oleh 
arus-arus kepentingan jangka pendek dan ritual2 birokratis/politis(?).

Titik balik peradaban Gorontalo sungguh2 patut dipikirkan dan kita renungi 
sama-sama. Semua pihak tentu punya pandangan dan peran-perannya sendiri, meski 
tdk selamanya mudah di-juduli dan dipastikan hasil2 praktisnya. 

Ringkasnya, barangkali kita bisa menimbang2 utk memahami "Gorontalo" bukan 
hanya sebuah "lokasi geografis", atau nama kabupaten dan provinsi, tapi 
Gorontalo adalah "proyek" peradaban yg belum selesai; masih harus dikerjakan dr 
generasi ke generasi...Entahlah?

Sekadar tambahan, Sam Ratulangie pernah berkata kpd bangsanya, Minahasa: 
"...Saya tdk pernah khawatir Minahasa akn miskin, kita punya alam yg kaya...yg 
saya takutkan adalah kalau bangsa saya "kehilangan cita-cita"......"


Wass,

Basri     


--- In gorontalomaju2020@yahoogroups.com, toti lamusu <toti_lam...@...> wrote:
>
> sebenarnya mereka yang duduk dan menjadi petinggi tidak peduli dengan 
> komentar kita anggota mailing list ini . untuk mereka yang penting duit di 
> payroll pemerintah dan segala tetek bengek jaminan dan fasilitas jalan terus 
> . so what !
> 
> menyedihkan bahwa banyak hal di gorontalo tidak dibenahi sama sekali .
> 
> misal soal knalpot racing . jika anda baru tiba di gorontalo , ini sangat 
> menyolok . duduk di terras rumah menjadi sangat menjengkelkan ketika sedang 
> ngobrol dan ada pengemudi motor dengan knalpot racing lewat dan seolah tidak 
> perduli sama sekali apakah bunyi knalpot motornya menyakitkan telingan yang 
> mendengar ato tidak . keculai 'onu ito bungolo' . jadi dalam hal ini yang 
> 'bungolo' siapa seh ? berarti semua perangkat yang duduk di pemerintahan 
> nggak peduli apakah gorontalo merupakan kota yang nyaman atau tidak . masak 
> untuk membenahi motol dengan knalpot racing saja tidak sanggup ? dan ini 
> sudah berlangsung berbulan-bulan sejak zaman walikota botutihe .
> 
> soal banjir , ini semakin menarik . kenapa ? jika anda ke pabean , terlihat 
> ada rencana reklamasi sisi barat dari daratan . saya takutkan itu akan 
> mempersempit muara sungai bone dan pada gilirannya banjir akan semakin parah 
> melanda gorontalo . dulu sebelum daerah pluit juga direklamasi , dijamin 
> katanya tidak berdampak pada lingkungan . kenyataannya sekarang setiap hujan 
> dikit , kasihan warga sekitar pluit menjadi semakin menderita dengan banjir 
> yang datang setiap hujan turun dan surutnya membutuhkan waktu lama .
> 
> gorontalo kita sampai hari ini sudah menginjak tahun ke berapa ? masih nggak 
> punya museum negeri . november 2008 saya sempat menyaksikan dan berkunjung ke 
> museum negeri sulawesi utara/manado . menarik bahwa ada sekitar 500 benda 
> koleksi etnografis gorontalo yang tersimpan atau lebih kurang 1/6 bagian dari 
> koleksi museum tersbut .yang hanya digudangkan . kecuali koleksi seperangkat 
> kursi pak nani wartabone yang ikut dipamerkan .
> 
> adakah wakil rakyat kita yang perduli ? , gorontalo 1 juga sudah di sms 
> mengenai hal ini tapi tidak bergeming . terus siapa yang perduli ? dengan 
> adanya museum bisa menggali inspirasi untuk memperdalam ragam hias gorontalo 
> misalnya . kita sudah kalah dengan manado , mereka sudah menciptakan kain 
> dengan motif ragam hias manado , tapi apa yang saya lihat di motif kain tenun 
> yang diberi nama pina tembega , tidak lebih dari motif kain krawang gorontalo 
> yang dikembangkan .
> 
> tahun lalu ketika dinas pariwisata kita menyelenggarakan festival otanaha , 
> yang diselenggarakan di lapangan taruna , ternyata tahun ini festival yang 
> sama penyelenggaraannya tetap di lapangan taruna . masukkah festival ini 
> dalam kalender pariwisata nasional ? jangan harap . bagaimana bisa dimasukkan 
> kalau kepala dinas pariwisata propinsi kita saat harus duduk rapat dengan 
> petinggi pariwisata pusat malah kabur dari rapat yang membicarakan pariwisata 
> gorontalo ?
> 
> bukankah ini menyedihkan ? adalah almarhum sdr. zainuddin dalanggo/u.n.g.  
> yang bilang bahwa banyak acara yang dilakukan tidak lebih dari sekedar 'gugur 
> kewajiban' saja .
> 
> kreativitas tidak dimiliki oleh mereka yang duduk , kemungkinan hanya 
> kreativitas bagaimana uang komisi sesuatu proyek dapat diperbesar/diperbanyak 
> .
> 
> inilah wajah petinggi kita ,
> 
> bolo ma'apu ju'
> 
> tot
>


Kirim email ke