--- On Fri, 6/5/09, bakri arbie <daya...@yahoo.com> wrote:
From: bakri arbie <daya...@yahoo.com> Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS]DAYA SAING :Kemampuan Melaksanakan/Deliverability To: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com Cc: alumnipran...@yahoogroups.com, "Bp Ary Mochtar Pedju" <arympe...@yahoo.com>, "arbie bakri" <arbieba...@yahoo.com> Date: Friday, June 5, 2009, 11:30 PM Yth Rekan milis, Kemampuan melaksanakan program terutama dari Presiden terpilih pada akhirnya berpulang kepada satu masalah yaitu bagaimana manusia yang berada dalam organisasi dan institusi dapat bekerja sama untuk bisa melaksanakan program,misalnya bagaimana Indonesia dapat mempunyai produk dan jasa yang ber-DAYA SAING. Daya saing intinya adalah kwalitas,harga dan jadwal untuk "deliver" serta fleksibiltas mengikuti selera para pengguna atau pembeli,sehingga pengguna puas atas produk dan jasa kita. Beberapa Capres-Cawapres sudah mengatakan tentang daya saing dalam diskusi-nya. Masalahnya bagaimana bisa tumbuh daya saing ? Implementasi kebijakan Sistem Inovasi Nasional untuk bisa mencapai daya saing mencakup instrumen baik fiskal ataupun non fiskal perlu dikembangkan dalam kerangka upaya ; -pengembangan sains dan teknologi, -pemfungsian teknologi guna menjawab persoalan dan tantangan untuk daya saing bangsa. Perkenankan saya mengutip makalah Dr.Sonny Yuliar dari Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),ITB. Makalah dijilid 3,Prosiding Sistem Inovasi Nasional,Kebijakan Publik Dalam Memacu Kapasitas Inovasi Industri ,LIPI,2006. Di negara industri maju,sains dan teknologi mulai mendapat perhatian sentral dalam kebijakan publik pada akhir (awal) abad ke -19 (ke-20),yang kemudian membawa implikasi mobilisasi sumber daya strategis nasional untuk mencapai sasaran kebijakan (Ahmad 1988).Di era perang dunia I dan II,riset fundamental di bidang fisika energi tinggi,fisika nuklir,teknologi pesawat luar angkasa dan teknologi komputasi massif mendapatkan prioritas tinggi karena dibutuhkan untuk mendukung kebijakan pertahanan. Ketika perang dingin berakhir di penghujung 1980-an,perang dan damai sudah tidak lagi menjadi isu utama dan perhatian negara berindustri maju beralih ke persaingan industri melalui mekanisme pasar (Lee,1987).Amerika Serikat dan Eropa memprioritaskan industri elektronika dan perangkat lunak sebagai faktor penghela riset dengan tujuan mengurangi dominasi industri nasional Jepang di arena ini. Reformasi dalam kebijakan sains dan teknologi dan kebijakan pendidikan tinggi dilaksanakan di Amerika Serikat dan Eropa. Meningkatnya intensitas persaingan industri global kemudian membawa pada krisis ekonomi di Asia,yang memicu negara industri baru seperti Jepang,Taiwan,Korea Selatan dan Singapura untuk melakukan reformasi dalam kebijakan sains dan teknologi. Reformasi tersebut mendorong penguatan hubungan diantara lembaga riset,perguruan tinggi dan industri swasta. Reformasi kebijakan sains dan teknologi(KST) ini dapat diilustrasikan sebagai berikut ; Negeri Industri Baru; Sebelum Reformasi (KST) -Terutama sejak tahun 1960-an,pengembangan sains dan teknologi berkonsentrasi pada alih teknologi,reverse engineering,"curi" teknologi,untuk tujuan memperluas pasar internasional dari produk industri;pemerintah berperan besar dalam pendanaan riset di industri. Sesudah Reformasi (KST), -Dikembangkan kebijakan untuk menjalin hubungan antar lembaga riset,organisasi produksi dan perdagangan.Pemgembangan sains dan teknologi fundamental secara selektif,dengan orientasi ekonomi, dan pengembangan industri berbasis "indegenous skill. Apabila riset dan pengembangan Sains dan Teknologi (ST) diarahkan pada inovasi untuk tujuan peningkatan kesejahteraan rakyat dan daya saing industri,maka kebijakan ST perlu mampu mendorong pengembangan dan penguatan hubungan diantara lembaga riset,perguruan tinggi, pemerintah sebagai regulator yang mengelola kepentingan publik dan industri. Dalam bahasa yang sering dilontarkan pak MenRistek sebagai sinergi Triple Helix ABG. A-akademisi dari lembaga riset dan perguruan tinggi, B-industri/pe-Bisnis, G-pemerintah/government sebagai regulator/pengelola kepentingan publik. Istilah SINERGI itu penting karena hasilnya bisa tinggi ,kalau saling memperkuat atau nol/nihil, kalau saling melemahkan. Hal ini tergantung kepada bagaimana manusia,institusi,organisasi/lembaga bisa bersinergi yang memberikan hasil nyata untuk daya saing industri nasional (Simfoni Inovasi,Kadiman,2008). Semoga dalam diskusi program CAPRES dan CAWAPRES tidak lupa untuk memperhatikan isu penting yaitu Kebijakan Sains dan Teknologi guna mempertinggi daya saing bangsa. Mengapa penting ? Karena dana APBN yang 0,05 % untuk RISTEK saat ini,menggambarkan belum adanya konsep seperti yang dianut oleh negara industri baru untuk bangkit dan berdayasaing Salam Hormat, Bakri Arbie. --- On Wed, 6/3/09, bakri arbie <daya...@yahoo.com> wrote: From: bakri arbie <daya...@yahoo..com> Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Elite Politik :Kemampuan Melaksanakan/Deliverability To: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com Cc: alumnipran...@yahoogroups.com, "arbie bakri" <arbieba...@yahoo.com>, "Bp Ary Mochtar Pedju" <arympe...@yahoo.com> Date: Wednesday, June 3, 2009, 5:49 PM Yth Rekan milis, Sudah lumayan diskusi para CAPRES-CAWAPRES dalam visi dan misi untuk mensejahterakan rakyat.Kesemuanya tampak prima dengan sasarannya. Yang tampaknya menjadi masalah yang perlu diantisipasi adalah kemampuan melaksanakan visi dan misi menjadi kenyataan yang dirasakan oleh rakyat. Seperti bagaimana suatu organisasi dapat melakukan janjinya akan tergantung pada kapabilitas apakah birokrat,legislatif,eksekutif maupun yudikatif,para pemikir/akademisi bangsa dan para entrepreneur/wirausahawan. Tingkat kapabilitas ada 4 yaitu ; -pasif/paling parah-lemah dan tidak siap untuk melaksanakan visi dan misi; -reaktif,hanya bereaksi kalau ada masalah; -strategis-mempunyai pemikiran strategis tentang misi yang diembannya baik jangka pendek,sedang hingga jangka panjang, -kreatif-dimana organisasi melakukan pendekatan kreatif dan proaktif dalam mengeksploitasi setiap tantangan yang dihadapi. Kapabilitas ini sangat tergantung kepada; -struktur sistem dan dinamika organisasi, -budaya dan niat para pelaksana, -adanya sumber daya manusia yang trampil dan ketersedian bujet, -kepemimpinan,teamwork organisasi,kemampuan teknis, -pemanfaatan IT,information technology baik untuk perencanaan sehingga monitoring dan pengendalian program,e-government dll. Dari segi waktu,tergantung dari parahnya situasi,suasana optimisme setelah pemilu, akan menurun selama ada usaha untuk mempertinggi kapabilitas dari pasif hingga menjadi kreatif,bisa memerlukan paling cepat 2 tahun akan turun menjadi pesimisme dan titik balik menjadi optimisme setelah 2 tahun tersebut. Kalau bekerja keras untuk misi dan visi maka para pemimpin bisa melihat hasilnya setelah 3 tahun,dalam arti rakyat bisa melihat hasilnya. Semua skenario akan tergantung pada banyak parameter diatas,jadi bisa 3 tahun atau lebih,semuanya SEKALI LAGI tergantung kepada parahnya situasi suatu negara. Jadi jangan mengharapkan keajaiban dalam 2 tahun setelah pemilu. Yang penting terus belajar dengan tekun dan bekerja keras dalam menjalankan fastabiqul khairat,mari kita berlomba bagi kemaslahatan umat/rakyat. Semoga sukses, Bakri Arbie. --- On Mon, 6/1/09, Agus Hamonangan <agushamonan...@yahoo.co.id> wrote: From: Agus Hamonangan <agushamonan...@yahoo.co.id> Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Elite Politik Cuma Manfaatkan Orang Miskin To: forum-pembaca-kom...@yahoogroups.com Date: Monday, June 1, 2009, 10:45 PM http://nasional. kompas.com/ read/xml/ 2009/06/01/ 20550193/ Elite.Politik. Cuma.Manfaatkan. Orang.Miskin. SURABAYA, KOMPAS.com — Elite politik selama ini hanya memanfaatkan warga miskin. Menjelang pemilu, warga miskin mendapat kartu pemilih atau undangan. Namun setelahnya, tidak diakui sebagai warga negara. "Warga miskin banyak yang stateless, KTP dan KK atau akta kelahiran susah mereka akses, tetapi selalu dapat kartu pemilih," kata Yuliati Umrah Direktur Yayasan Alit (lembaga swadaya masyarakat) dalam makan siang dan temu Boediono dengan tokoh-tokoh Jawa Timur di Surabaya, Senin (1/6). Ketika pemilu usai, warga miskin kembali kesulitan mengakses layanan publik baik dalam pencatatan kependudukan, layanan kesehatan seperti Askeskin maupun BLT bantuan langsung tunai (BLT). Bahkan, ada pula BLT yang malah diberikan kepada orang-orang yang dekat dengan pimpinan wilayah. Karena itu, menurut Yuli, tidak hanya diperlukan niat baik, tetapi juga niat politik untuk membuat satu nomor identitas (single identity number) yang mencakup semua warga. Dengan demikian, semua yang miskin mendapat tunjangan, tidak sampai ada anak telantar dan ada pelayanan ketika ada anak korban kekerasan. Menjawab masalah ini, Boediono mengatakan, program penanggulangan kemiskinan harus dilakukan bersama antara pemerintah dan LSM yang seharusnya lebih cepat, lebih baik, dan lebih tepat sasaran. INA