Kompas Kamis, 27 Agustus 2009 
Industri radio siaran memerlukan proses transformasi agar eksistensinya tidak 
tenggelam ditelan zaman. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 21 
Tahun 2009 tentang standar penyiaran digital untuk penyiaran radio mempercepat 
proses transformasi itu. Pada dasarnya peraturan menteri tentang digital audio 
broadcasting itu membawa implikasi terhadap optimalisasi penggunaan frekuensi 
dan akan mengubah tatanan bisnis radio berbasis internet. Agar proses 
transformasi berhasil, dibutuhkan kolaborasi antar-industri radio siaran.
    Secara umum radio siaran di negeri ini telah diimpit biaya operasional, 
produktivitasnya masih rendah, kurang inovatif, dan belum siap menerapkan media 
baru berbasis Web 2.0. Di sisi lain pertumbuhan pemakai internet di negeri ini 
cukup pesat hingga mencapai lebih dari 25 juta orang. Pemakai mobile phone, MP3 
player, dan iPod juga tumbuh pesat mengikuti tren dunia.
    Perkembangan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi akan memaksa 
sistem radio konvensional melakukan perkawinan dengan internet. Masa depan 
radio siaran akan diwarnai dengan optimalisasi penggunaan frekuensi karena 
sistem penyiaran radio digital dari segi efisiensi bisa lebih unggul. Sistem 
radio digital menggunakan infrastruktur bersama, yang akan menjadi solusi 
terhadap sejumlah masalah pada sistem radio analog saat ini. 
 
Tiga model
    Pada prinsipnya ada tiga model pelayanan stasiun radio berbasis internet. 
Pertama, sekadar menampilkan situs tentang radio siaran, yang berisi profil 
perusahaan, jadwal acara, area jangkauan, dan lain-lain.  Yang kedua adalah 
menikmati langsung siaran radio (live streaming) bersamaan dengan mengudaranya 
radio di jalur frekuensi konvensional, dan kemampuan  mengunduh berbagai produk 
siaran, musik, materi pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain dengan prinsip 
podcast. Model ketiga adalah manajemen & operasional siaran terintegrasi 
berbasis web, yang didukung fasilitas remote akses clock program, rundown acara 
dan logger bagi pemasang iklan (Agency) maupun regulator (KPI), aksesibiltas 
via sosial media seperti facebook dan integrasi fasilitas kolaborasi antar 
radio siaran berbasis radio news & entertainment network. Radio news & 
entertainment network yang dibangun dengan prinsip wikinomics dan podcasting 
tersebut dapat merubah paradigma & memberikan
 kemudahan mendapatkan berita & hiburan bagi publik. Idealnya tiga model 
tersebut tercakup dalam sistem yang disebut Broadcasting 2.0.
    Agar semua stasiun radio siaran bisa mengimplementasikan Broadcasting 2.0 
dengan model pembiayaan yang sangat terjangkau bagi hampir semua stasiun radio, 
bahkan gratis, dibutuhkan kelembagaan yang akan mengakselerasikan berbagai 
model tersebut. e-Broadcasting Institute (e-BI) yang didirikan oleh praktisi 
radio dan siaran, pengembang perangkat lunak, dan praktisi telekomunikasi 
mencoba hadir serta menjawab tantangan dan peluang radio ke depan. Prinsipnya 
e-BI adalah lembaga yang berkontribusi langsung dalam pengembangan penyiaran 
dan teknologi penyiaran. 
    Fakta menunjukkan bahwa lebih dari 75 juta pendengar radio secara 
nasional-khusus di Provinsi Jawa Barat mencapai 15 juta orang-mengharapkan daya 
inovasi dari stasiun radio. Jumlah pendengar itu juga merupakan calon potensial 
pengguna radio news & information network, radio streaming, internet broadband, 
serta telephone and mobile phone. Oleh sebab itu, diperlukan langkah bersama 
untuk meneguhkan e-BI.
    Idealnya radio siaran yang berkolaborasi secara otomatis akan menjadi 
anggota e-BI dan langsung mendapatkan sistem aplikasi radio broadcasting 
integrated system dan sambungan internet broadband. Mereka juga mendapatkan 
portal radio, live streaming, broadcasting operation & management, dan radio 
news & information network. Agar terjadi simbiosis mutualisme, sebaiknya 
diterapkan kewajiban bagi stasiun radio yang menjadi anggota untuk memberikan 
air time 5-10 menit per hari. 
    Penting juga memberikan berita reportase atau traffic, baik audio maupun 
teks, setiap hari. Dalam hal ini stasiun radio memberikan satu reportase, 
tetapi akan mendapatkan sejumlah reportase dari total keanggotaan. Ibaratnya, 
mereka menyumbang satu, tetapi mendapatkan seratus, bahkan seribu.
    Selain memperbaiki aspek jurnalistik radio, berbagai produk siaran radio 
juga harus dapat diunduh secara mudah sesuai dengan teknologi podcast yang 
sudah menjadi tren dunia. Podcast pada prinsipnya adalah Pod (iPod) ditambah 
dengan broadcast. Filosofinya adalah “mengembalikan waktu”. Secara teknis 
podcast adalah file suara yang dipadatkan dalam format digital audio dan 
diumumkan lewat RSS, kemudian diunduh secara otomatis lewat perangkat lunak 
yang mengelola RSS, seperti iTunes. 
    Dalam konteks tersebut, acara radio dalam bentuk MP3 dikirim langsung ke 
komputer atau alat mobile melalui pasokan RSS podcast. Radio internasional, 
seperti BBC, sudah mulai menggunakan podcast sebagai pilihan bagi pembaca dan 
pendengarnya untuk mencari informasi atau hiburan yang cocok. Radio Australia 
pun menyajikan materi ajar atau kursus bahasa Inggris dan bahasa asing lain 
dengan teknologi podcasting sehingga sangat memudahkan khalayak untuk belajar 
bahasa secara praktis.
    Teknologi podcasting juga akan menunjang gaya belajar seseorang. Gaya 
belajar merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap, mengatur, dan mengolah 
informasi. Pada dasarnya terdapat tiga gaya belajar pada diri seseorang, yaitu 
visual (cenderung belajar melalui apa yang dilihat), auditorial (belajar 
melalui apa yang didengar), dan kinestetik (belajar melalui gerak dan 
sentuh-an).
 
Jurnalistik radio
    Berbeda dengan siaran radio konvensional, teknologi podcast sangat 
fleksibel karena bisa didengar kapan saja tanpa harus menunggu waktu tertentu. 
Teknologi podcast yang telah terintegrasi dalam radio, di mana sebagian siaran 
radio disimpan dalam bentuk podcast, memberikan manfaat berganda bagi khalayak. 
Tak pelak lagi podcast dan radio siaran akan saling mengisi dan butuh inovasi 
terus-menerus. 
    Dengan banyaknya orang yang memiliki iPod dan telepon seluler yang 
dilengkapi dengan MP3 player, model podcast merupakan langkah efektif untuk 
menyebarkan informasi, apresiasi seni, dan proses pendidikan. Sayang, hingga 
saat ini perkembangan podcast di negeri ini masih terkendala keterbatasan 
bandwith, rendahnya tingkat kecepatan akses internet, dan masalah media 
penyimpanan (storage). 
    Salah satu kelemahan dari radio konvensional adalah kita harus mendengarkan 
pada saat yang bersamaan dengan penyiar menyiarkan paket siaran. Dengan 
podcast, kita dapat mengunduh file podcast dan mendengarkannya kapan saja. Pada 
masa mendatang podcasting radio siaran akan semarak jika program penetrasi 
akses internet broadband berhasil dengan baik. Kesemarakan itu semakin besar 
jika aspek sumber daya manusia jurnalistik radio di negeri ini bisa proaktif. 
Sumber daya manusia jurnalistik radio sangat potensial dan ideal sebagai 
podcaster karena memiliki bahasa lisan yang baik. Selain oleh penyiar radio, 
podcaster juga bisa dilakukan oleh orang berprofesi lain, seperti seniman 
lawak, dalang, dan penyair. Tak pelak lagi teknologi podcast radio siaran akan 
menumbuhkan budaya lokal di tengah arus globalisasi.
 
HEMAT DWI NURYANTO
Chairman e-Broadcasting Institute; 
Alumnus UPS Toulouse, Perancis

Call me through Skype or YM or GTalk with ID sofyanuli



      Nikmati chatting lebih sering di blog dan situs web. Gunakan Wizard 
Pembuat Pingbox Online. http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/

Kirim email ke