Ok saya sepakat dengan substansi anda. Fenomena pengukuran pertumbuhan ekonomi baik negara maupun daerah memang makro minded. Parameter dan metode yg digunakan tidk mencerminkan realitas di lapangan dan hanya bisa dipahami oleh segelintir elit. (Detailnya banyak dibahas di gugel). Mengenai program yg anda tawarkan yaitu agro based industry saya pikir ini ide bagus. Masalahnya adalah policy, regulasi, birokrasi dan infrastruktur daerah belum mendukung sepenuhnya, sementara suatu program yang ideal haruslah dikaji secara komprehensif dan lintas sektor (Insya allah mei saya bisa ke jkt dan bisa diskusi subyek ini dengan teman2 cerdas di Salemba). Saya berharap ide2 segar yang banyak dihasilkan oleh intelektual muda Gtlo saat ini benar2 terrealisasi kedepannya nanti.
Salam Iqbal Ps.Saya juga masih sekolah seperti anda, bukan pegawai dinas :) Sent from my iph...@softbank.ne.jp On Mar 14, 2010, at 4:12 AM, vicky del pie del pie <vicky050...@yahoo.co.id> wrote: terima kasih atas tanggapanya pak ikbal... sebelumnya maaf jika jawaban saya kurang memuaskan karena saya bukan pakar dibidang ekonomi... hal itu bisa saja terjadi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi kamiskinan dan pengangguran tinggi. hal ini terjadi karena parameter pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah output atau PDB yang dihasilkan oleh suatu daerah tanpa membedakan apakah output tersebut dibuat oleh orang dari dalam daerah atau orang dari luar daerah... jadi pokoknya apa yang dihasilkan oleh daerah itu yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi... sehingga terjadi kesenjangan pendapatan... yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin...oleh karena itu harga mati dari konsep “ Agro-based Industry Province“ adalah pemberdayaan masyarakat sehingga jika masyarakat kita tahu tentang teknologi industry pertanian kita tidak perlu mendatangkan orang asing untuk mengelolanya... karena untuk memajukan pembangunan suatu daerah parameternya adalah kesejahteraan masyarakat... sehingga kedepan kabijakan2 yang harus diambil oleh pemerintah adalah kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat.... maaf kalo boleh tau pak iqbal kerja didinas apa ???? Dari: Iqbal <kaizen...@yahoo.com> Kepada: "gorontalomaju2020@yahoogroups.com" <gorontalomaju2020@yahoogroups.com> Terkirim: Kam, 11 Maret, 2010 12:53:24 Judul: Re: [GM2020] Konsep “ Agro-based Industry Province“ oleh Vicky katili Mantap bung vicky, saya ikut mendukung kalau orang2 seperti anda jadi pemimpin gtlo dimasa datang. Saya cuma mau tanya sedikit kalau boleh.. Dalam artikel dibawah disebutkan Gorontalo memiliki pertumbuhan ekonomi yg sangat tinggi (diatas 6 %). In the other hand, Angka kemiskinan paling tinggi ketiga di Indonesia. Mungkinkah salah satu daerah yg memiliki angka kemiskinan yg paling tinggi bisa memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula? Kenapa bisa demikian ? Iqbal Warga kabila Sent from my iPhone On Mar 11, 2010, at 2:02 PM, vicky del pie del pie <vicky050388@ yahoo.co. id> wrote: Konsep “ Agro-based Industry Province“ oleh Vicky katili Sebelum kita berbicara jauh saya ingin mengajak teman2 semua untuk memahami seperti apa Gorontalo sekarang, atau bagaimanakah keadaan Gorontalo sekarang… Gorontalo resmi menjadi Provinsi ke 32 di Indonesia melalui undang-undang nomor 38 tahun 2000. Berkat kerja keras dan semangat juang dari bapak Fadel Muhammad, Gorontalo menjadi Provinsi yang maju dan sangat terkenal dengan provinsi jagung. Indikasi kebangkitan Gorontalo dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang rata – rata meningkat 6.55% setiap tahun sejak tahun 2001, yang umum berada diatas rata – rata pertumbuhan ekonomi nasional 4.62%. Dengan luas wilayah 12.215,44 km2, lima kabupaten satu kota, Gorontalo didiami oleh penduduk sebanyak 917.949 jiwa. Seperti halnya daerah – daerah lain di Indonesia, penggerak utama perekonomian Gorontalo adalah sektor pertanian, sebagaimana tercermin pada pembentuk utama Produk Domestik Regional Bruto dan jumlah angkatan kerja yang terserap pada sektor tersebut mencapai 48.08%. Dibalik tingginya pertumbuhan ekonomi terdapat dua permasalahan berat yang dihadapi yakni kemiskinan dan pengangguran. Gorontalo tercatat sebagai provinsi termiskin di Indonesia, menempati urutan ketiga setelah papua dan Maluku (28.87%). Pengangguran juga cukup tinggi, data Sakernas tahun 2004 mencatat pengangguran di Gorontalo sebanyak 45.360 jiwa sementara Susenas mencatat ada 57.412 jiwa. Semoga tingkat pengangguran dan kemiskinan di Gorontalo pada tahun ini jauh menurun dibandingkan dengan data diatas. Berbicara mengenai potensi, Gorontalo sudah dikenal sebagai provinsi jagung. Mengapa kita hanya menjual jagung, mengapa kita tidak membuat suatu produk dari jagung yang punya nilai lebih dari hanya sekedar menjual mentahnya saja. Seperti kata pak Danny Pomanto sewaktu diskusi di Salemba kita punya nike yang notabene merupakan ciri khas Gorontalo karena ikan ini hanya ada di beberapa daerah dan sangat terbatas keberadaanya, mengapa kita tidak membuatnya seperti Sashimi di Jepang dimana makanan itu menjadi brand tersendiri bagi Negara Jepang dan sangat terkenal diseluruh dunia. Dan masih banyak contoh lain seperti langga dan kerawang yang bisa dibuat menjadi brand image tersendiri bagi Provinsi Gorontalo. Kemudian dari segi sumber daya alam kita punya Hutan Nantu yang merupakan Ikon kelas dunia, kita punya Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, kita punya wisata bahari yang dimana terumbu karang kita masuk dalam Coral Triangle Intiative ( CTI ) dimana termasuk dalam coral yang memiliki mega biodiversity. Sehingga kedepan struktur ekonomi didasari dengan banyaknya orang yang masuk (turis) bukan dari APBN. Gorontalo dengan berbagai sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya harus mengembangkan diri berdasarkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang harus dikaji terlebih dahulu. Saya ingin mengembangkan prosinsi gorontalo dengan Konsep “ Agro-based Industry Province“ Provinsi Agroindustri merupakan sebuah konsep pembangunan provinsi dengan mengedepankan industry pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas meliputi pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan serta industry yang memanfaatkan komoditas pertanian tersebut menjadi produk dengan nilai tambah yang tinggi. Orientasi terhadap industry hasil pertanian sangatlah penting untuk menambah nilai jual komoditas pertanian. Hal ini karena sifat komoditas pertanian yang sangat perishable (mudah rusak), musiman, bulky, dan voluminous. Dengan adanya industry maka sifat-sifat tersebut dapat dihilangkan. Selain itu, dengan adanya industry maka akan terjadi penambahan nilai terhadap komoditas tersebut dan menstabilkan harga produk pertanian. Kita ambil contoh rumput laut, rumput laut spesie Eucheuma cottonii merupakan salah satu komoditas hasil pertanian yang sangat tinggi kebutuhannya. Salah satu potensi daerah gorontalo yang harus terus dikembangkan adalah rumput laut terutama Eucheuma sp yang tumbuh baik di daerah tropis. Rumput laut sangat banyak manfaatnya, terutama jika telah diolah menjadi karagenan, agar, atau alginat. Saat ini indonesia merupakan negara terbesar kedua yang menyuplai kebutuhan rumput laut dunia yaitu 22% setelah Filipina yang menyuplai 72% kebutuhan rumput laut dunia. Indonesia menyumbang lebih dari 39 juta ton rumput laut kering setiap tahun sejak 2003. Perlu diketahui juga bahwa Budidaya rumput laut ini merupakan program unggulan KKP (Kementrian Kelautan Dan Perikanan) untuk mendongkrak Indonesia menjadi penghasil terbesar Produk perikanan di dunia pada tahun 2014 yang diharapkan dapat menggeser China dengan produksi 42 juta ton / tahun. Penyuplai Kebutuhan dunia untuk rumput laut. Philippines – 72% Indonesia – 22% Malaysia – 2.7% Zanzibar – 3.3% Gorontalo dengan garis pantai yang terbentang di utara dan selatan merupakan daerah yang sangat berpotensi untuk menjadi salah satu penghasil rumut laut dunia. Daerah yang sangat cocok untuk pertumbuhan rumput laut adalah daerah Gorut, Pohuwato, dan Boalemo. Namun, menjadi yang terbesar dalam hal produksi rumput laut tidaklah cukup. Karena nilai tambah yang sangat besar hanya akan di dapatkan setelah kita mengolahnya menjadi produk yang bernilai tinggi. Sebagai contoh, eucheuma cottoni yang diproduksi untuk menghasilkan karagenan. Jika dijual dalam bentuk rumput laut basah, maka hanya akan berharga Rp 1.000-2.000, jika dikeringkan maka nilainya menjadi Rp 10.000-18.000. demikian seterusnya smpai menjadi karagenan. PRODUCT Harga PER KILO Refined Carrageenan US$11.00 SRC-Food Grade US$6.00 SRC-Pet Food US$3.25 ATC US$2.80 Sumber : FAO State Dengan demikian kita menjadi tau bahwa nilai tertinggi dari suatu produk adalah dengan mengolahnya menjadi produk yang bernilai tinggi.yang perlu dilakukan adalah pertama-tama menjadi provinsi dengan produksi rumput laut yang tinggi sembari membangun infrastruktur yang baik. Setelah itu, dilakukan studi kelayakan bisnis untuk pengembangan lebih lanjut tentang pendirian pabrik karagenan. Dengan demikian, diharapkan Gorontalo dapat menjadi Provinsi yang mampu mengembangkan industri berbasis pertanian dan meningkatkan