Maturnuwun Mas,
Nuwun sewu,tdk ada yg sanggup saya
tambahkan...ungkapan  rasa syukur  semua sdh berjalan dgn lancar..
mohon maaf bila ada kekurangan saya pribadi  selama sarasehan....

Salam Sejati

On 4/27/09, David Goh <david_...@yahoo.com> wrote:
>
>
>  Salam Saudara semua
>
> mencoba untuk merangkum yang di bahas.. semoga tidak ada yang terlewat, Pak
> Drajat, Pak Dadus, Mas Dodo, kalau ada yang terlewat tolong di tambahkan..
>
>
> Semarang , Selasa  21
> April 2009
> Oleh: David Goh
> Bapak Ibu dan saudara semua, sangat berbahagia hari ini
> dapat bertemu dengan saudara semua.
> Judul mengenai: "KULO
> MANGERTOS GUSTI, KULO TRESNO MARANG GUSTI, KULO MANUNGGAL KALIAN GUSTI, KULO
> NYEDANI GUSTI"
> Adalah karena beberapa kali mengikuti copdar merasa tidak
> ada arah topic yang di bahas maka memberanikan membuat judul. Adapun secara
> pribadi judul diskusi adalah suatu usulan dari hasil meditasi saya.
> Mengingat
> akan bertemu dengan saudara-saudara tentunya memiliki kwalitas Roh yang di
> atas
> rata-rata dan tentu telah melampaui perjalanan spiritual yang cukup anjang
> serta juga tentunya pada saat pertemuan kita ini bukanlah kebetulan semata,
> tapi mungkin pada suatu ketika, ada jaman atau masa sebelum ini, kita pernah
> berjanji untuk ketemu dan saling mengikatkan janji untuk berjumpa, sehingga
> hari ini kita bertemu dalam suasana kemanunggalan rasa. Kami (Gantharwa)
> yakin
> dan percaya bahwa usia/umur, Roh – Atma kita lebih tua dari usia bumi ini.
> Maka
> tidak heran kalau mungkin kita pernah janjian untuk ketemu.
> Bapak Ibu dan saudara semua, hari ini kita bertemu untuk
> bersama berdiskusi secara komunikasi dua arah, maka ini bukan bentuknya satu
> arah, apalagi sampai di anggap ngajari wong tuwa. Nah.. hari ini adalah kita
> bersama-sama yang kami sebut sebagai sarasehan, kami selalu di ingatkan
> untuk
> selalu saling ketemu untuk sarasehan agar terjalin suatu ikatan
> persaudaraaan
> (Kadang Sinarawedi) yang kuat. Adapun sarasehan adalah yang mana kebebasan
> untuk mengeluarkan pendapat sebebas-bebasnya, tanpa memaksakan
> kehendak/berdebat/ pendapat orang lain,  jika ada sesuatu yang tidak paham,
> silahkan di Tanya atau kejar sampai
> paham.
> Bapak Ibu dan Saudara semua, mari kita masuk pada diskusi
> kita mengenai judul, mungkin di mulai dari pemaparan saya, nanti baru kita
> angkat sebagai diskusi lebih dalam.
> Pembahasan awal sekali adalah mengenai tentang KULO dan
> GUSTI, kulo yang di bahas ini adalah bukan hanya sebatas diri manusiawi
> fisik,
> tapi adalah lebih kepada ROH atau sesuatu yang sejati, sesuatu yang memang
> bukan dalam badan jasmaniah, yang juga bersifat Ilahi. Namun kali ini kita
> membahas secara manusiawi dan kita umpamakanlah sebagai manusia yang hidup.
> Hal yang sama, GUSTI yang di bahas ini adalah Gusti
> anggapan, atau gusti yang memang telah terpatri dalam pikiran wujud manusia,
> BUKAN GUSTI ADALAH!!! Tapi hanyalah anggapan-anggapan dan pendekatan semata,
> karena kita tidak sanggup atau akan mampu berbicara tentang GUSTI yang
> ADALAH.
> Karena begitu mulai bicara atau mulai membahas maka itu bukan ADALAH, tapi
> hanya sekedar pendekatan saja, atau anggapan saja. Sama halnya contohnya
> kalau
> kita mengatakan gusti itu maha, maka itu hanya pendekatan, karena yang maha
> masih ada segala kemahaan, namun kembali lagi itu tetap tidak bisa
> menjelaskan.
> Maka kalau di Gantharwa selalu di nasehati bahwa GUSTI IKU TAN KENA KINAYA
> APA
> NANGING ANA. Titik garis bawahnya adalah ANA. Namun dengan mengatakan ANA,
> bukan berarti Gusti Juga demikian, tapi tetaplah di anggap sebagai
> pendekatan.
> Maka inilah jangan menjadi salah tangkap dan menjadi ajang
> tafsir yang tidak perlu.  Hal yang
> sederhana buat kita salah tafsir adalah suatu banyolan yang sering di ungkap
> oleh Pak Joko (Gantharwa) bahwa keterbatasan tentang Gusti, seperti ini:
> 1. Apakah anda percaya Gusti itu MAHA KUASA?
> 2. Apakah anda Percaya Gusti itu Maha PENCIPTA?
> 3. Kalau demikian, Bisakan Gusti menciptakan sebuah batu
> yang sangat berat sekali sehingga Allah sendiri tidak berkuasa untuk
> mengangkatnya?
>
> Ini hanya contoh saja, tidak untuk di diskusikan.
>
> Bapak Ibu dan saudara semua, pada bagian pertama dari judul
> kita adalah
> KULO MANGERTOS GUSTI, atau Aku Mengenal Gusti, bagaimana kita sebagai
> pribadi mengenal Gusti, pada umumnya apa yang menjadi dasar kita mengenal
> gusti
> di lihat dari 3 hal:
> 1.      Mengenal Gusti melalui Informasi, informasi yang
> kita terima mengenai gusti allah/tuhan adalah banyak melalui kitab, buku,
> litelatur, informasi dari teman, sarasehan seperti ini dan lain sebagaianya,
> dan ini kembali lagi adalah gusti yang adalah anggapan, gusti yang merupakan
> KATANYA dan hanya sekedar cerita saja.
> -          Celakanya banyak yang sudah merasa katham, atau
> mengerti full tentang Gusti, sehingga jangan heran terjadi penyalahan pada
> yang
> lain atau golongan bahkan kelompok tertentu, yang menganggap diri lebih
> mengenal
> gusti dari pada yang lain.
> -          Nah… pertanyaannya adalah sejauh mana saya harus
> mengenal Gusti? Di Gantharwa di beritahu: Kenalilah Gusti sejauh gusti
> memperkenalkan diri, diluar itu tidak sopan/tidak perlu. Jadi jangalah kita
> memaksakan diri untuk mengenal Gusti lantaran ingin di katakana lebih dekat
> atau lebih mengenal Gusti, sama halnya kalau misalnya hubungan atasan dan
> bawahan, apakah pantas seorang yang bawahan mengutak atik hal-hal yang belum
> di
> kenalnya dari atasannya? Kalau memang di anggap penting dan perlu maka
> atasan
> suatu saat akan memberikan/memperkenalkan dengan sendirinya.
> -          Berikutnya dalam mengenal dan mengerti Gusti,
> juga di berikan dari falsafah jawa bahwa Gusti iku apa ada cedak gumantung
> ada
> kula apa nyedak: Gusti itu dekat atau jauh tergantung aku menjauh atau
> mendekat. Yang mana bahwa Gusti selalu siap sedia, manusia siapkan kemauan
> yang
> sungguh-sungguh. Namun kenyataanya adalah kemauan yang kita sebut sering
> hanyalah dari desakan hasrat semata bukan kemauan yang sejati.
> -          Bagaiman kemauan sejati dapat muncul dan yang
> sesungguhnya, disini saatnyalah kita harus masuk dalam meditasi, meditasi
> jangan di terjelmahkan sebagai pada umumnya, tapi meditasi yang menyadari
> semuanya, apa adanya, meditasi yang bukan konsentrasi. Kenapa perlu di garis
> bawahi
> meditasi yang bukan konsentrasi, karena memang banyak yang mengaggap
> meditasi
> adalah konsentrasi. Meditasi juga tidak hanya sekedar duduk diam, tapi
> meditasi
> yang menyadari setiap saat. Maka dalam kehidupan kita inilah adalah
> meditasi.
> -          Pada pratisnya adalah agar kita harus adaptasi
> atau bahasa umum adalah pertobatan menyadari kesalahan (meditasi) –
> menyeleksi
> diri, masuk dalam diri. Setelah itu aka nada tolerasi atau bahasa umumnya
> pengampunan, berkah, elingan, mengerti. Lalu akan muncul Orentasi  atau
> bahasa umumnya adalah pengarahan,
> bimbingan, tuntunan. Disitulah kemauan itu ada dalam manusia.
>
> 2.      Mengenal Gusti melalui pengalaman, yang mana
> adalah saat manusia mengenal Gusti karena berasal dari pengalaman yang di
> alami
> sendiri, dan hidup yang di alami. Mengalami secara langsung bukan lagi
> KATANYA.
> Maka yang nanti di ceritakan adalah juga pendekatan atau anggapan, tidak
> bisa
> sama persis, tujuan di ceritakan agar orang lain menjadi wruh atau berkawruh
> –
> mengerti. Namun kalau di certiakan benar-benar tidak mampu dan bisa. Ibarat
> kalau misalnya rasa durian, tidak bisa di ceritakan seperti apa rasanya..
> baik
> mau di umpamakan tentu tidak akan menjadi sama dengan yang di rasa, yang
> bisa
> kita lakukan adalah memberikan durian, dan suruh rasakan sendiri maka akan
> jauh
> lebih baik dari pada merusahan mati-matian menjelaskan rasanya. Itulah
> mengalami. Mengalami juga tidak perlu yang neko-neko atau yang harus
> aneh-aneh,
> tapi menjalani kehidupan ini adalah sesungguhnya mengalami Gusti secara
> sadar.
>
> 3.      Mengenal gusti melalui TINARBUKO, sesuatu yang
> wruh/kawruh/pengertian yang di dapat bukan lantaran belajar dan mengalami,
> tapi
> tahu-tahu sudah wruh/mengerti. Sama seperti hitungan, kalau belajar adalah
> melalui menghapal perkalian, kalau pengalaman ada melalui pola atau rumus
> yang
> berkelangsungan terus kita kerjakan sehingga kita tahu jawabannya. Namun
> kalau
> Tinarbuko adalah kita langsung mengetahui jawabannya setelah selesai soal
> dibacakan. Inilah manusia-manusia mistis, bukan urusan mistis dalam arti
> klenik, tapi mistis yang KEDEMIKIANAN = Iya ngana kuwi. Ini juga kita tidak
> bahas terlalu banyak, karena informasi atau pengalaman yang kita terima
> sedikit, dan kemungkinan juga jarang di ceritakan bagi yang telah
> ber-tinarbuko.
>
> Dengan mengetahui ketiga hal di
> atas, maka sangat jelaslah bahwa ternyata manusia harus berguru, ”Tiada
> kehidupan tanpa disentuh oleh guru” , ”Tiada
> kehidupan tanpa belajar”.
> Maka manusia mulailah berguru atau belajar: Berguru itu
> banyak, bisa kemana-mana, sejarahnya setiap manusia itu berguru, dimulai
> dari
> berguru pada guru mati artinya dari buku, kitab, literatur, yang sifatnya
> komunikasi satu arah, lalu guru-guru hidup, seperti sekolah, kuliah, ikut
> perguruan, pastor, pendeta, ustad, yang sifatnya 2 arah komunikasinya.
> Namun
> dari semua berguru, seorang murid haruslah bertemu dengan ”GURU SEJATI”.
> Dalam
> bahasa kristen disebut Roh Kudus, islam Nur Muhammad, dalam hindu atau
> perwayangan disebut GURUJI. Seperti halnya Bima yang bertemu dengan Dewa
> Ruci
> yang merupakan GURU SEJATI nya. Dimana
> kita mencari Guru Sejati, Bagaimana
> menemukan guru sejati?
> tempat
> yang kita cari adalah berada dalam diri kita sendiri. Kenapa kita harus
> ketemu
> dengan Guru Sejati, dalam istilah Jawa disebut tambora maninten, hal ini di
> jawab oleh semar ketika bersama-sama
> Arjuna berjalan-jalan disebuah hutan yang lebat. Arjuna bertanya pada Semar;
> “Semar.... hutan apakah ini”?. Lalu semar menjawab: “TAMBURO MANINTEN”. Apa
> artinya dari jawaban Semar: “jangan bertanya kepada orang lain, tapi
> tanyalah
> pada dirimu sendiri, karena dirimulah adalah sumber pengetahuan”.Jadi kita
> harus ketemu
> Guru Sejati karena kita akan menjadi manusia yang mengerti (wruh) akan
> kebenaran.
> Dalam perjalanan berguru atau
> belajar, masing-masing guru dan murid di berikan nasehat,
> -          nasehat
> kepada murid; “ Hai… murid, taatilah ajaran guru, tapi jangan ikuti
> teladannya”
> maksud dari tidak mengikuti teladan guru adalah teladannya yang bertentangan
> dengan ajarannya.
>
> -          Sedangkan
> nasehat untuk  para guru; “Hai… guru,
> jangan karena engkau, orang yang berharap (yang akan tercerahkan) akan
> mundur”.
> Ini jelas bahwa guru juga dituntut untuk menjaga tingkah lakunya.
>
> Maka tingkah laku juga di garis bawahi, sehingga murid
> dapat selamat atau terselamatkan karena adanya contoh atau figur. Demikian
> juga
> orang mengatakan (Kristen) bahwa Yesus adalah keselamatan, tanpa Yesus maka
> tidak akan selamat, hal ini jangan di jadikan sempit berpikir.
> Mari kita teliti siapakah Yesus? Yesus memperkenalkan
> diri AKULAH JALAN KEBENARAN DAN HIDUP. Ada 3 komponen penting yaitu, jalan,
> kebenaran dan hidup. Jalan adalah Laku, kebenaran adalah Kawruh dan Hidup
> adalah yang menhidupi, urip iku hanguripi. Jadi kalau siapapun yang dapat
> menjalankan 3 hal dalam arti kwalitas, ya dia akan selamat, bukan secara
> fisik
> haru jadi kristen atau tahu Yesus, kalau memang harus demikian maka tuhan
> itu
> kejam, karena kasihan orang irian perdalaman, mendengar kata yesus aja belum
> pernah apalagi mengenal.
> Ini nanti kita bahas tersendiri dalam kesempatan yang
> berbahagia lainnya.
>
> Setelah
> manusia (kita) mengenal Gusti maka masuk pada tahap berikutnya adalah
>
> KULO TRESNO MARANG GUSTI, aku mencintai Gusti, aku jatuh cinta pada gusti,
> ini adalah mau
> menceritakan bahwa saat manusia mengalami Gusti itu sendiri dalam dirinya
> melalui panggilannya, misinya yang harus di lakukan. Yang antara lain bisa
> di
> gambarkan sebagai berikut: antara lain:
> 1.      Manusia dengan SELALU
> menciptakan Damai dengan selalu SIAP mau memaafkan/mengampuni yang bersalah
> kepada orang lain atau sesama. Saat ini dunia butuh akan hal demikian,
> karena
> dunia ini telah timbul egoisme yang memuncak dan telah membuat dunia ini
> semakin tak karuan dengan menjadi saling mencurigai, damai di butuhkan oleh
> setiap insan, maka untuk itu marilah kita mulai dengan memberikan rasa damai
> dengan selalu siap mengampuni yang bersalah. Pembahasan ini masih bisa di
> perluas, bagaimana dan apa bentuknya.
> 2.      Manusia dengan SELALU
> menciptakan Sejahtera dengan selalu SIAP mau murah hati/member kepada siapa
> saja, tidak hanya sekedar adalah uang tapi waktu maupun pemikiran.
> 3.      Cinta Kasih,
> menciptakan rasa cinta kasih yang mendalam, cinta yaitu menginginkan sesuatu
> diluar diri kita, kasih yaitu siap member kepada yang tidak
> memiliki/kekurangan. Maka ada istilah kepada yang kita senangi “Aku Cinta
> Padamu” = melihat ada kelebihan dalam diri orang yang kita senangi, dan ada
> istilah “Aku Kasihan Padamu” = siap memberi karena kita mempunyai kelebihan.
>
> Kehidupan manusia dari awal sangat
> dipengaruhi/terinduksi, hal yang memengaruhi perjalanan hidup manusia adalah
> 1.      Saat kita masih kecil
> maka yang mempengaruhi adalah orang tua, maka segala induksi adalah akan di
> pengaruhi oleh orang tua kita, maka baik jeleknya karakter seseorang maka
> sangat tergantung orang tuanya membentuknya. Karena orang tua adalah yang
> paling dekat dengan kita maka pengaruh yang paling besar saat kita kecil
> adalah
> dari mereka.
> 2.      Saat kita menjadi
> remaja dan dewasa, maka yang sangat mempengaruhi kita adalah lingkungan.
> Lingkungan akan membentuk kita dan akan mempengaruhi dalam perjalanan hidup
> kita, contoh kecil adalah bahwa saat kita kecil masih nurut wong tuwa, di
> suruh
> mandi nurut, namun saat remaja, kita disuruh mandi maka kita biasa
> mengatakan:
> “ sebentar, saya mau main dulu sama teman” teman sudah menjadi lebih dominan
> dari orang tua. Benar atau rusaknya seseorang sangat tergantung dari
> lingkungan
> apa yang memperngaruhinya. Maka jangan heran, orang yang umurnya sama,
> dengan
> lingkungan yang membentuknya berbeda, apa beda pula karakternya atau hal
> yang
> memperngaruhi dirinya. Ini terlihat jelas kalau terjadi kerusuhan, maka
> kedua
> reaksi akan berbeda pula.
> 3.      Tingkat induksi
> berikutnya adalah manusia akan di induksi oleh keyakinannya; baik itu agama,
> kepercayaan, keimanan. Pengaruh ini yang sangatlah menentukan apakah manusia
> nanti akan masuk pada bagaimana mengalami panggilan dengan Gusti. Karena
> kita
> mungkin pernah dengar bahwa manusia/orang lain sanggup membunuh orang tua
> dan
> keluarga hanya karena keyakinannya. Namun juga orang sanggup berkorban
> nyawanya
> untuk orang lain juga karena keyakinannya.
> Sedikit membahas
> tentang pengorbanan, pengorbanan sendiri pada tahap terakhir ada 3:
> -          Mengorbankan keluarga,
> manusia/orang lain yang terdekat terakhir dekat dengan kita adalah keluarga,
> kadang manusia ingin mengalami pencerahan dia harus meninggalkan keluarga,
> sama
> halnya sindiran atau positifnya ajakan dari Yesus adalah bahwa kalau mau
> ikut
> aku, maka tinggalkanlah orang tua dan keluarga mu, diluar itu tidak layak.
> -          Pengorbanan berikutnya
> adalah yang ada dalam diri yaitu mengenai hubungan sex, maka jika
> pengendalian
> atau pengorbanan ini tidak bisa dilakukan maka manusia akan mengalami
> hambatan,
> apalagi dengan pernyataan bahwa sex itu harus di salurkan di hamburkan bukan
> di
> kendalikan.
> -          Pengorbanan yang
> terakhir dimiliki oleh manusia adalah nyawanya sendiri, inilah pengorbanan
> yang
> tertinggi untuk orang lain. Karena setelah itu secara fisik sudah tidak ada
> lagi.
>
> Kembali ke penjelasan awal, Wujud dari cinta sendiri
> menurut Gantharwa sendiri adalah dalam kesatuan ukuran, kesatuan ukuran yang
> bagaimana, yaitu Kepada KALIMASADA yang isinya adalah:
> -          Kadonyan
> (Kadunia/Keduniawian) / Kebendaan,
> -          Kahewanan
> (kehewanan atau kebinatangan)
> -          Karobanan (Manusia)
> -          Kasetanan/Keiblisan
> (Positifnya: Kemalaikatan)
> -          Yang
> berikutnya titik pun tidak, namun sebagai pendekatan maka di sebutkan adalah
> Katuhanan (Ketuhanan), dan kembali di nasehatkan gusti
> iku tan kena kinayo ngapa nanging ana.
> Untuk penjelasan per rinciannya akan kita bahas
> tersendiri, dan memang di Gantharwa di bahas secara dalam.
> Pada praktenya menjalani laku spiritual adalah
> merupakan bagian dari Gusti Trisno Marang Gusti, namum permasalahannya
> adalah
> Spiritual yang bagaimana? Kadang kami di Jogja menegaskan, bahwa Kehidupan
> spiritual telah melahirkan kehidupan yang menyakut dalam bidang:
> 1.      Budaya, yang
> melahirkan etika – etos, tatanan kehidupan, aturan dan adat istiadat yang
> bernafas pada keluhuran  bermasyarakat
> yang bebudi luhur.
> 2.      Sosial, yang mana akan
> melahirkan interaksi dalam aturan berkomunikasi dan berhubungan dengan
> sesama
> 3.      Politik, yang akan
> melahirkan tatanan dan aturan ketatanegaraan
> 4.      Ekonomi, yang akan
> sebagai wujud pelengkap untuk menjalani kehidupan ini.
> Namun sekarang kenyataan adalah kehidupan spiritual
> telah di balik menjadi EKONOMI yang pertama, bahkan ekonomi mengendalikan
> semua
> bidang, tanpa ekonomi kenegaraan tidak bisa berjalan, social terwujud,
> apalagi
> berbudaya. Maka manusia sudah masuk kepada materialistis, sehingga jangan
> heran
> manusia akan mempertimbangkan ekonomi dulu sebelum semua terjadi, dan ini di
> anggap wajar, apalagi ada yang berpendapat bahwa urusan ekonomi dulu baru
> urusan spiritual dan yang lainnya.
> Sekarang justru pertanyaannya bagiamana
> mengembalikan kepada jalur yang tepat yaitu budaya, lalu social, lalu
> politik
> dan akhirnya urusan ekonomi yang tentunya adalah bagaimana berbudaya dalam
> social bermasyarakat, dan berbudaya dalam politik serta berbudaya dalam
> ekonomi.
>
> Kembali pada mencintai gusti yang mana sebenarnya
> menjalankan peran dan panggilan diri manusia itu sendiri. Sedikit cerita
> sharing pengalaman pribadi yang jangan di anggap sebagai kesombongan, ini
> hanya
> sekedar berbagi, pada suatu ketika, saya bertanya apakah misi saya dalam
> hidup
> ini, dan apa yang harus saya lakukan? Karena back ground saya seorang
> katolik
> maka mengenal gusti sebagai gambaran manusiawi saya adalah Yesus, maka yang
> menemui saya tentunya yesus, dan mengatakan: “lakukanlah seperti apa yang
> telah
> kulakukan kepadamu”. Nah ini hanya sekedar cerita bahwa janganlah kita
> menganggap panggilan gusti itu harus yang wow atau yang hebat-hebat, kadang
> sangat sederhana, dalam memenuhi panggilan, misalnya bangun pagi jam 5 atau
> jalan ke sana, lakukan ini, makan roti, dll.
> Seringnya kita malah menunggu yang hebat-hebat baru
> mau mengerjakan, padalah dari hal sederhana kita akan mengenal hal yang
> besar.
> KULO MANUNGGAL KALIAN GUSTI, Aku bersatu/menyatu dengan Gusti. Bapak Ibu
> Saudara semua, kemanunggalan
> dengan Gusti sering di gambarkan atau di bayangkan seperti plek atau seperti
> setitik air dengan lautana, dua pribadi yang menyatu, dan juga sering
> dianggap
> sebagai menjadi menyatu  hilang.
>
> Ada juga kemanunggalan di anggap sebagai hal yang
> mustahil, seperti setitik air yang menuju kepada matahari, sebelum sampai
> atau
> bergerak itu telah nguap dan tidak mungkin karena Gusti di anggap sebagai
> Segala kemahaan, jadi tidak mungkin terjadi kemanunggalan.
> Pembahasan Gantharwa adalah kemanunggalan adalah bagaimana
> sifat gusti tercermin dalam kehidupan sehari-hari atau memenuhi
> panggilannya,
> melakukan panggilannya secara benar, menjadi seorang utusan, mungkin di
> anggap
> sama dengan mencintai gusti, namun  dalam
> kapasitas kemanunggalan ini adalah Manunggal dalam KEPASRAHAN yang total
> atau
> SUMELEH, Sendiko lan Nyuwun Dawuh, Pasrah Kesaning Allah, bukan pasrah pada
> situasi dan kondisi.
>
> Bagaimana kita bisa mengetahui tentang kepasrahan
> secara total pada gusti yang di sebut manunggal, yang bisa kita katakan
> adalah
> Pasrah dengan Sedulur Papat Kalima Pancer, dalam istilah sederhana adalah
> Pasrah akan;
> Kekuatanku, semangatku, kecerdikanku,
> keimanan/kesucianku, dan aku yang bersifat ilahi pasrah total.
> Hal ini akan tergambar dalam
> bentuk
> -          kemanunggalan secara
> Karso, bagaimana kemauan ku sama dengan kemauan Gusti, atau kemauan Gusti
> aku
> harus mengerti sehingga menjadi kemauanku.
> -          Kemanunggalan secara
> karyo, bagaimana tatanan dan tingkah laku ku haruslah berasas pada
> keilahian,
> dan bahasa umun adalah tingkah lakuku adalah cinta kasih, dan dalam
> Gantharwa
> di ajarkan bahwa “1 kawruh laku, melampaui 1.000 teori”. Dalam bahasa
> perwayangan di kenal dengan “sura diro jayaning kangrat, sura brasta
> cekaping olah
> darmastuti” yang artinya ®kesaktian sehebat apapun akan terkalahkan oleh
> perbuatan
> yang benar secukupnya. Dalam arti bahwa tingkah laku benar adalah sejatinya.
> -          Kemanunggalan
> secara Rasa, bagaimana hasil akhir adalah rasaku dan rasa Gusti sama, yang
> sederhananya adalah bahwa rasa gusti, yang sederhananya rasa sesama itu
> sendiri.
> Pertanyaan berikutnya
> bagaimana awal saya bisa manunggal dengan gusti kalau tidak mengetahui baik
> kemauan, jalan maupun rasa. Maka kenapa kita harus kembali keawal yaitu
> margetos tresno, mengerti mencintai. Namun secara sederhana adalah Gantharwa
> mengajarkan
> bagaimana kita mengerti adalah dengan cara ”GENTUR TAPA BRATANE, SAKTI
> MANDRAG
> GUNA” Artinya:
>       1. Gentur:           Hebat / Luar Biasa
>       2. Tapa:              Panas / Nyata
>       3. Brotone:         Janji
> Yang artinya:
> Merealisasikan Suatu Janji dengan semangat lebih.
> Selanjutnya barulah menjadi
> ”SAKTI MONDRAG GUNA”
> 1. Sakti:           Berhasil
> / Sukses
> 2. Mon:           Walaupun
> 3. Drag:           Sekejap
> / Seketika
> 4. Guna:          Fungsi
> / Peranan
> Yang artinya: Memerankan diri walaupun sekejap tapi
> berhasil.
>
> Pengambungan
> menjadi satu kalimat adalah, merealisaikan janji dengan semangat lebih, maka
> saat memerankan diri meski sekejab, bisa berhasil.
> Inilah
> misteri kelebihan orang jawa.
>
> Contoh
> kalau saya rajin meditasi(tapa) namun sukanya nipu, sedangkan dilain pihak
> ada
> yang selalu tepati janji, jika nanti suatu saat sama-sama membutuhkan
> bantuan,
> maka yang dimintai bantuan akan lebih pada memilih yang menepati janji.
> Bukankah demikian?
>
> KULO NYEDANI GUSTI, aku membunuh/mematikan Gusti, kembali lagi bahwa
> Gusti yang dimaksud disini adalah GUSTI anggapan, Gusti yang merupakan hasil
> dari rekaman dalam diri sejak kita ada, yang mana bukan Gusti yang adalah
> atau
> yang sebanarnya (Kata sebenarnya saja tidak mengambarkan Gusti).
> Termasuk apa yang hari ini saya
> bicarakan adalah bukan menyatakan sesuatu tentan Gusti yang adalah. Maka
> segala
> pengertian kebenaran yang telah kita lewati akan menjadi sampah dan harus di
> buang di tong sampah. Bukankan bahwa seorang yang telah sampai dirumahnya
> maka
> kendaraannya harus diparkir di luar, dan bukankah seorang yang naik kuda,
> kalau
> sudah sampai ditujuannya, kudanya akan di tinggal di luar.
> Ini agaklah sulit untuk di
> diskusikan atau di bicarakan, karena menyangkut sesuatu yang memang tidak
> biasa. Kalau kita lihat dari ROH itu sendiri adalah tidak bisa untuk di
> jelaskan karena kita manusia masih memakai jasad manusiawi, maka segala
> sesuatu
> merupakan tanda manusiawi pula, nah maka kalau kita sebut berbicara roh maka
> tidak terlepas, merupakan tanda-tanda dari manusiawi, termasuk saat kalau
> saya
> mau ketemu dengan kakek saya maka yang muncul adalah kakek saya yang berusia
> lanjut, bukan kakek saya yang masih bayi wujudnya, karena saya tidak
> mengenalnya tentunya, gambaran roh adalah gambaran dari manusiawi karena
> kita
> masih pakai manusiawi. Pernah suatu ketika kami ingin mengetahui Roh dalam
> arti
> sebenarnya, tetap saja tidak bisa, karena titik pun tidak. Maka dasarnya
> tetaplah harus di wujudkan karena kita masih butuh tanda manusiawi. Nah..
> pembicaraan nyedani – membunuh gusti adalah pembicaraan antar roh dan roh
> tanpa
> di batasi oleh manusiawi, inilah yang sulit.
> Roh sendiri telah mengekspresikan
> diri sedemikian rupa sampai pada tahapan materi, kalau kita renungkan maka
> segala yang ada di dunia ini termasuk badaniah ini adalah bentuk dari
> ekpresi
> -  perwujudan dari roh itu sendiri.
> Secara teknologi itu jelas, misalnya kendaraan, bisa berjalan cepat, kalau
> di
> Gantharwa di sebut sambung lampah, dimana bisa dari suatu tempat ketempat
> lain
> dengan berjalan kaki tapi dalam waktu yang cepat, ada pesawat, manusia bisa
> terbang, HP, internet, manusia kita tahu bisa telepati, apapun merupakan
> perwujudan – ekspresi dari Roh itu sendiri.
>
> Bapak Ibu dan Saudara semua,
> kurang lebih adalah pembahasan dari saya, semoga ini menjadi bahan
> pertimbangan
> dalam perjalanan kita, dan marilah kita sarasehan. Terima Kasih.
>
>
> Laporan di buat 27 April 2009
> Ucapan terima kasih kepada
> yang tidak bisa saya sebut satu persatu, dan telah di sebut oleh Bapak Iman
> Sudrajat di bawah ini:
> -          dari Theosofi : 4
> orang
> -           dari  Reiki Kundalini : 2 orang.
> -           dari Silatun Abu sangkan  : 4 orang
> -           group mas Yudi : 4 orang
> -           Pekalongan : 1 orang
> -           Yogyakarta : 3 orang
>
> Salam Sejati
> "Siapa yang bersungguh-sungguh,
> akan menemukan yang dicarinya"
>
>
>
>       Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser
> ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini!
> http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer
> >
>


-- 

~o*''Salam Sejati"*o~
           Dodo

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Quote: 
** In this age of Aquarius, science will become religious, and religion will 
become scientific. Disagreements between science and religion will come to an 
end, and people will begin to comprehend that both spirit and matter are 
derived from the same source, and are only modifications of the One Universal 
Energy **

Milis HU Internasional: 
http://health.groups.yahoo.com/group/harmonization-universal
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke