Title: Mengembalikan Wanita ke Rumah

Mengembalikan Wanita ke Rumah

--------------------------------------------------

Bismillahir rahmanir rahiem

Perempuan diciptakan Allah (swt) dari tulang rusuk lelaki. Tulang rusuk itu bengkok, tapi dengan bentuknya yang demikian, kita malah menikmati badan kita. Coba bayangkan kalau tulang rusuk kita lurus. Namun demikian, perempuan bukan lagi tulang. Dia bukan lagi tulang pada zahirnya. Karena itu, setelah dia menjadi manusia, dia tidak boleh dibiarkan bengkok.

Keadaan kita hari, barangkali ini tidak lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan yang berlaku pada jaman jahiliyah dulu. Perempuan yang telah dimuliakan pada masa Rasulullah (saw) telah kembali jatuh ke derajat yang rendah dengan segala bentuk modernnya. Salah satu indikasinya nampak dari banyaknya wanita yang keluar rumah dan tidak betah tinggal di rumah atau tempat2 yang layak untuk mereka. Dan perempuan2 yang bekerja pada tempat2 yang tidak sesuai dengan kodratnya bukan saja menunjukkan (maaf) kebengkokkan mereka, tetapi juga menunjukkan kejahilan laki2 yang ada di sekitar mereka.

Namun demikian, Islam mengajarkan kita bahwa tujuan yang baik harus ditempuh dengan cara yang baik dan dengan melalui jalan yang baik pula. Karena itu, cara dan jalan yang sama juga mesti dilakukan untuk mencapai tujuan yang mulia dalam meluruskan perempuan2 yang 'bengkok' tersebut. Padahal, sebagaimana kita tahu, meluruskan sesuatu yang bengkok tidak saja memerlukan waktu, tetapi juga memerlukan kesabaran ekstra. dan tentu saja, upaya untuk menegakkan tanaman muda tidak sama dengan perlakuan kita terhadap tanaman yang sudah terlanjur mengeras.

Para masyaikh tidak pernah mengatakan agar orang2 yang sudah keluar dakwah segera berhenti dari pekerjaannya. Termasuk di dalamnya adalah wanita2 yang bekerja di luar rumah. Tidak. Bahkan orang2 yang mengambil keputusan untuk segera behenti bekerja atau memaksa wanita2 mereka untuk berhenti segera, adalah orang2 yang pada hakikatnya menghindar dari tugas yang Allah (swt) berikan kepada mereka.

Yang demikian adalah karena jika semua orang berhenti bekerja, segera setelah mereka keluar dakwah, maka di sana tidak akan ada da'i/daiyah yang akan buat kerja dakwah terhadap mereka yang belum terjangkau oleh para 'alim ulama. Jika seseorang mendapat usaha atas hidayah, maka sesungguhnya hal itu berarti bahwa Allah (swt) telah memilihnya dan hendak menggunakannya sebagai asbab hidayah atas orang2 di sekitarnya sampai waktu yang ditentukan-Nya. Lelaki kepada lelaki lainnya dan perempuan kepada perempuan lainnya.

Contohnya, jika seorang yang bekerja di bar dipilih Allah (swt) untuk keluar dakwah sehingga dia sedikit paham tentang nilai2 halal-haram, baik dan buruk, maka yang demikian artinya adalah bahwa Allah (swt) hendak menjadikan dia jubir-Nya [1] agar orang2 yang bersamanya di bar juga mengetahui, mengerti dan memahami nilai2 itu. Dan tentu saja Allah (swt) akan menaikkan derajat jubir2-Nya sesuai dengan prestasinya, sama saja apakah kelak Allah (swt) akan menjadikan dia tersepak dari pekerjaannya atau malah menempatkannya di tempat yang lebih baik dan lebih mulia.

Masyaikh kita menghendaki agar perubahan dilakukan secara ber-tahap2 dan per-lahan2 saja. Kita bisa merasakan pandangan seperti ini terutama kalau kita simak lagi pandangan2 Maulana Ilyas (rah.a).

Untuk menempuh suatu tujuan yang jauh, kita memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan untuk mencapai destinasi yang dekat. Dan untuk sampai kepada tujuan yang sama, seseorang dapat menempuhnya dengan cara berjalan, berlari ataupun berkendaraan. Adalah setiap orang mengetahui dan memahami tentang keadaan dan kemampuan dirinya masing2.

Jika perjalanan yang hendak kita tempuh jauh dan kita belum lagi mengetahui ujungnya, sementara kita juga tak memiliki fasilitas yang memadai untuk itu, maka berjalan santai adalah langkah yang paling bijaksana; dengan catatan bahwa kita tetap istiqomah dalam melakukannya. Dengan cara itu, meskipun kita berjalan perlahan, maka kita akan sampai ke tujuan, insya Allah. Sebaliknya, siapa saja yang berlari dengan ter-gesa2, maka dia akan menjadi lelah di jalanan atau bahkan dia akan kehabisan tenaga sebelum sampai ke tujuan.

Jadi, bagaimana dengan wanita yang bekerja? Sama saja. Sebaiknya kita santai saja; atau dengan kata lainnya, kita bersabar. Sabar di sini dapat berarti bahwa kita menempuh jalan selangkah demi selangkah secara istiqomah dan bersedia melalui tahapan yang mesti dilewati. Karena itu, wanita yang bekerja tidak perlu ter-buru2 berhenti kerja hanya karena para karkun baru yang 'josh' sering menyindir dan mengejeknya. Kertergesaan adalah tanda kebodohan emosional.

Niat para wanita untuk tinggal di rumah adalah sangat penting [2]. Namun demikian, niat untuk beralih bekerja pada bidang2 yang tidak layak bagi mereka dapat merupakan batu loncatan ke arah sana. Tahapan selanjutnya sangat bergantung kepada niatnya. Padahal tidak ada niat yang kuat untuk menjujung tinggi syariat agama, kecuali akan mendatangkan nushrah Allah (swt).

Berapa lama yang diperlukan untuk dapat sampai ke tujuan? Tentu saja bertahap per-lahan2, persis sebagaimana kita hendak meluruskan sesuatu yang bengkok. Dalam upaya ini kita berusaha untuk menyempurnakan amalan di rumah sekaligus dengan menyempurnakan amalan di masjid kita sebagaimana amal2 rumah dan amal2 masjid nabawi. Jika kita melakukannya dengan baik dan istiqomah, niscaya kesan amalan ini akan sampai ke tempat kerja.

Lalu berapa tahun lamanya? Memang, tidak ada ketentuan yang pasti dalam hal ini, karena setiap orang berbeda pada tingkat nalar dan kesungguhannya. Akan tetapi sebenarnya setiap orang dapat memahami tingkat iman dan derajat yakin mereka masing2. Mereka yang ingin segera sampai, dapat menguji iman dan yakin mereka masing2. Keputusan para wanita untuk tinggal di rumah adalah keputusan yang hak. Akan tetapi hanya mereka yang telah mencapai maqam iman-yakin yang tertentu saja yang merasa beruntung dan tidak pernah menyesal dengan keputusan tersebut.

Ada dua keadaan yang menunjang seorang wanita menjadi mulia di sisi Allah dengan tetap tinggal di rumahnya; yakni kalau seorang wanita telah paham akan maksud kerja dakwah dan suaminya telah istiqomah dalam kerja dakwah, baik maqami dan intiqoli. Tanpa dua keadaan tersebut, rumah tangga akan berubah menjadi semacam neraka kecil di dunia.

Oleh karena itu, tidak seorangpun yang layak untuk memaksa seorang wanita untuk tinggal di rumah, kecuali dengan cara membujuknya dengan bujukan yang baik, memberinya pandangan dengan pandangan yang baik dan mengarahkannya dengan kelembutan dan kesabaran meskipun harus ditempuh dalam bilangan tahun yang banyak. Cara ini jelas lebih baik dan lebih hikmah, karena hal itu tidak saja dapat meluruskan mereka, tapi juga kita akan terhindar dari mematahkan mereka, insya Allah.

Perempuan2 dan laki2 yang menghidupkan amal agama, maka Allah (swt) sendiri yang akan membimbing mereka, persis sebagaimana kita membimbing orang buta dengan kasih sayang. Dan kita akan mendapati bahwa tinggalnya wanita2 di rumah bukan karena paksaan kita, tetapi lebih karena mereka sadar akan kemuliaan mereka sendiri, sebagai karunia yang besar dari Allah yang maha pemberi. Subhanallah.

Subhan ibn Abdullah

Pattaya, 22/03/2005

Catatan kaki:

[1] Jubir = juru bicara

[2] "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu…" (QS Al Ahzab 33:33)

*

http://imanyakin.modblog.com/?show=blogview&blog_id=520947




--------------------------------------------------------------------------

All views expressed herein belong to the individuals concerned and do not in any way reflect the official views of Hidayahnet unless sanctioned or approved otherwise.

If your mailbox clogged with mails from Hidayahnet, you may wish to get a daily digest of emails by logging-on to http://www.yahoogroups.com to change your mail delivery settings or email the moderators at [EMAIL PROTECTED] with the title "change to daily digest".



Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT
click here


Yahoo! Groups Links

Kirim email ke