*Sahabatku Azhari I*

Aku dengar engkau sudah pulang,
Merentas gurun dan lautan,
Membawa segulungan ijazah,
Dari menara keintelektualan agama,

Azhari,
wajah mudamu yang dulu bersinar lembut,
kini makin tersilau gemilau,
mungkin cahaya keimanan lembayung kaabah memayungimu,
kedut yang mula tampak di wajahmu,
mungkin kedut-kedut ketekunanmu menekuni ilmu,
habuk habuk dari tumit mu yang melangkah bumi Rasul Allah,
kini dapat bermukim di mimbar sepi daerah,
yang saban tahun menunggumu pulang,

Mungkin, sudah bergelar ulamak engkau,

Aku cemburu Azhari,
Lidah mu yang fasih dengan bahasa kalam Tuhan,
Sedang yang ku tahu hanya ber"ana - anta",
Dengan kitab-kitab besar yang kau telahi,
          Dari Al Banni ke Al Ghazali,
          Dari Bin Bazz ke Al Asyaari,
Serban mu saja sudah layak mengimamiku,

Di persada muktamar dan konferensi dakwahmu di menara ilmu,
Bersama ratusan ulamak muda lain,
Kau bisa membedah, mengkritik dan mensabitkan,
Kelemahan Manhaj Al Banna, Ketaasuban Salafi dan Kejumudan Para Tabligh,
Apatah lagi berkajang-kajang kertas dan bergegar-gegar bumi Arab mendengar
pidatomu,
Tentang ... bagaimana tidak berkesannya dakwah-dakwah para marhaen di bumi
tandus ini,

Sahabatku Azhari,
... Sudah ku hitung-hitung, terasa lama sudah kau pulang,
Namun wajah mu masih belum kelihatan,
Rindu aku pasti tidak setagih rindu para Mustadafhin,
Saban malam dan siang,
menunggu mu, bagai Al Mahdi yang tak kunjung datang.

Ku sudah khabarkan pada mereka, kau sudah pulang,
Namun mereka masih gagal ketemuimu,
Ku khabarkan tentang mimbar mimbar yang telah kau jejaki,
Menebar ilmu dan hikmah,
Mereka kembali padaku, mengadu, "bukan Azhari itu ... "
"itu balaci-balaci al Malik, yang membaca kertas karangan Jumaah, yang tiada
makna ..."
Ku khabarkan tentang madrasatul ulum, di mana kau sedang menanam ceracak
iman dalam dada-dada generasi syabab,
Mereka kembali padaku, "mana mungkin itu sekolah Azhari!",
"anak-anak yang lahir disitu anak yang merempit, clubbing, dan berpesta seks
dengan air dan tepung syaitan ..."
"Mana mungkin!", tegas mereka, "itu bukan anak murid Azhari!",

Sahabatku Azhari,
Ketika mana, pencarian mereka padamu belum ketemu,
Ku harap kau boleh maafkan aku,
Menyelak-nyelak kitab terjemahan buat mengisi lohong,
Mentafsir di atas tafsir, buat menjadi pendorong,
Hanya bisa, menyusun batu bata, satu persatu bagi membina bangunan
Hadhariah,
Menampal sedikit-dikit lubang mazmumah,
Menebar setakat mana mampu, cahaya hidayah,

Kutidak mengerti Azhari,
Di mana engkau pergi?,
Di kala bumi gersang ini memerlukan lidah basah petunjukmu,
Ternanti-nanti, rukuk dan sujud mu, mengimami kami,
Hadir mu tidak kami rasai,

Kini aku mengerti Azhari,
Bilamana kau mula beralasan berbasa-basi,
          Tentang sibuknya tugas mu sebagai Azhari,
Maka fiesabieliLlah itu bukan awlawiyat lagi,
Kerana ku dan kau sedar ia belum tentu mengisi,
tengkolok dan tembolok yang terus meminta di isi,

Kalimat-kalimat Tuhan dimuka ijazahmu itu bukan janji keimanan,
Serbanmu, hanya buat membeli secupak nasi,
Tiada beda, aku dan kamu, bila mana dunia jadi pertaruhan,
Kau gugur dalam amaran al Wahan dari Al Mustafa,
Teruji, ayat-ayat keimanan yang kau talaqi,
Bila mana mahar fie sabieliLlah kau tolak ke tepi,

Kau sudah berubah Azhari,
Murabbimu, hanya dijam sekolah 7.30 pagi - 12.30tengahari,
Dakwahmu, hanya di kuliah perkahwinan, kuliah haji dan kuliah-kuliah yang
bersalamannya dengan tangan terisi,
Syarahmu, menjual dunia ala "multi level" dan "consultancy",
Pedih umat yang tersaji di depanmu, enak menjadi modal syarah dan kuliah
yang tidak sekali-kali mengangkat derita ini,
… sambil kau tetap, beristighfar, berbasmaLlah, dan melaung nama Tuhan,
untuk menjual laku diri,
Di depan Al Malik, dan manusia-manusia yang kau boleh perbodohi,

Biarlah kami Azhari,
Mencari taufiq dan ilmi,
dari sang Ghuraba' yang tak meminta upah dari kami,
Fahamlah Azhari, Doktrat, Profesorat, dan Ustaz mu itu,
tidak mampu membeli syurga abadi,
Bekas pelapah tamar, yang menekap ditubuh Nabi,
Tidak bisa tersentuh ditubuhmu,
Bagaimana mungkin, Redha tuhan mampu kau beli,
sebelum benar-benar kau peduli, pada nasib umat ini...

Salam ku pada dunia baru mu Azhari,
Tidak ku gentar kau berlalu pergi,
JanjiNya, akan ada yang mengganti,

Namun Sahabatku Azhari,
Ku pasti lebih indah dunia ini,
Andai kau kembali bersama kami,
Menuruti jejak-jejak Iqbal, Maududi, Shariati, dan Qardawi,
Mengalun lagu-lagu perubahan dalam dada umat,
Menekuni Tafaqahu Fiddin bak Al Attas
atau bergetar keras dimedan hakiki bak Syeikh Yassin,
ku hanya berdoa,
moga bau dan alunan merdu dari firdausi, dapat sama kita nikmati,
dari tembolok burung-burung hijau kekal abadi,
kerna janji-janji DIA itu begitu pasti.


Al faqir Al Hakir Abd IllaliLlah

Abu Saif Al Mahshari
23 Muharam 1429H / 1 Februari 2008
[EMAIL PROTECTED]


-- 
zama'shari
Institut Latihan Anak Muda (ILHAM),
21, Lintang Delima 15,
11700 Penang
Tel / Fax : 6 04 3976289
Email : [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke