*~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
 {  Sila lawat Laman Hizbi-Net -  http://www.hizbi.net     }
 {        Hantarkan mesej anda ke:  [EMAIL PROTECTED]         }
 {        Iklan barangan? Hantarkan ke [EMAIL PROTECTED]     }
 *~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
  Undilah PAS : MENENTANG KEZALIMAN & MENEGAKKAN KEADILAN
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

                      Di Kaki Menara Petronas 
                      Indonesia boleh sedikit bangga dibanding negeri
tetangga,
                      Malaysia. Angin keterbukaan sudah bisa dinikmati
bangsa
                      Indonesia. Tapi di Malaysia, sistem otoriter yang
dibangun
                      Mahathir Mohammad masih kokoh berdiri. Angin
reformasi
                      yang ditiupkan Anwar Ibrahim hanya berhembus
                      sepoi-sepoi. Ada sejumlah kendala yang menghambat
                      jalannya reformasi.

                      Kota besar biasanya tak pernah tidur, walaupun di
malam hari.
                      Tapi gerimis dan hawa dingin seperti memaksa warga
Kuala
                      Lumpur (KL) berlambat-lambat bangun pagi itu. Apalagi
azan
                      subuh belum terdengar. Masih gelap.

                      Bis eksekutif Singapore-KL Express yang saya tumpangi
                      meluncur masuk terminal antarbandar Pudu Raya di
kawasan
                      urat nadi ibukota Malaysia. Tujuh jam perjalanan dari
Singapura
                      lewat Johor Bahru, sebagian besar waktu habis oleh
tidur dan
                      urusan imigrasi di check-point dua negeri yang
bertetangga itu.

                      Itu pun sudah lumayan lancar. Soalnya, menurut koran,
hari-hari
                      itu pemerintah Singapura sedang bersikap "galak"
terhadap warga
                      Malaysia, dalam hal pemeriksaan imigrasi. Entah apa
sebabnya.
                      Foto yang tergambar di koran-koran adalah antrian
mobil dan
                      motor yang panjang dan berjubel di perbatasan kedua
negara. Dia
                      pantas bersungut-sungut karena puluhan ribu warga
Johor Bahru
                      pulang pergi bekerja di Singapura setiap harinya.
Tinggal
                      menyeberang jembatan, sampailah di negeri tetangga
itu.

                      Di luar urusan imigrasi, hubungan kedua negara memang
sering
                      naik turun sejak Lee Kwan Yew memimpin pemisahan diri
pulau
                      itu dari federasi Malaysia di tahun 1965. Kadang
tokoh-tokoh KL
                      mengecam Lee. Sebaliknya, kalau sedang angot, pria
yang oleh
                      majalah TIME baru dipilih sebagai salah satu tokoh
Asia paling
                      berpengaruh di abad ke-20 ini mengkritik tajam
pejabat-pejabat
                      Malaysia.

                      Tapi kedua pihak seperti tahu sama tahu batas
ketegangannya.
                      Acuh tapi butuh, benci tapi rindu. Malaysia butuh
Singapura yang
                      jadi sandaran hidup ratusan ribu warganya di Johor,
dan ikut
                      kecipratan berkahnya sebagai salah satu pusat bisnis
penting di
                      kawasan ini. 

                      Sebaliknya Singapura juga butuh Malaysia dalam banyak
hal.
                      Salah satu yang paling vital ya pasokan air minum
dari Johor.
                      Kalau itu berhenti, bisa kiamat negeri itu. Tapi
tetangganya itu
                      juga akan berpikir sembilan puluh sembilan kali untuk
melakukan
                      tindakan nekat begitu. Karena di belakang Singapura
ada anjing
                      galak bernama Amerika Serikat.

                      "Kami bersikap realistis sejak Singapura berdiri.
Amerika terus
                      membesarkan pengaruhnya di ekonomi dunia. Maka untuk
bisa
                      survive kami gandeng mereka," Lee Kwan Yew
berterus-terang
                      dalam memoarnya yang terbaru His Story, terbit tahun
lalu.

                      Salah satu konsekuensi dari ketergantungan itu,
Singapura lah
                      satu-satunya negara ASEAN yang membolehkan penjajah
laknat
                      Israel (anak emas AS) membuka kedutaan besar di
negerinya.
                      Malah, sudah jadi rahasia umum, di negeri Lee
terdapat stasiun
                      badan intelijen Mossad terbesar di luar Timur Tengah.
Entah apa
                      saja yang sudah dilakukan agen-agennya di
negeri-negeri jiran
                      Singapura.

                      Yang pasti, kalau pagi itu KL belum bangun dari
tidurnya bukan
                      karena dibius Mossad, tapi hawa sejuk dan gerimis
memang
                      nyaman mengantar tidur. Taksi gelap yang saya
tumpangi
                      (dengan tarif yang dipasang seenaknya) melintasi
menara kembar
                      Petronas yang terkenal itu. Petronas adalah
Pertamina-nya
                      Malaysia yang kabarnya jauh lebih sehat daripada
perusahaan
                      minyak kita itu.

                      Desain menara yang futuristik makin terlihat megah
disiram
                      cahaya puluhan ribu watt spot-light di langit yang
hitam. Menara
                      yang konon mengalahkan tinggi Empire State Building
di New
                      York itu seperti panggung pertunjukan yang tak
habis-habisnya
                      bagi warga KL. Bertingkat 88 menjulang tinggi, bikin
pegal leher
                      orang yang mau mengamati puncaknya dari dekat.

                      Menara Petronas berdiri di atas lahan komplek seluas
40 hektar,
                      yang menurut klaim perusahaan pengembangnya,
merupakan
                      salah satu proyek pengembangan real estate terbesar
di dunia.

                      Warga KL biasanya lebih suka menyebutnya KLCC (Kuala
                      Lumpur City Centre). KLCC (Holdings) Berhad memiliki
hak atas
                      kawasan pengembangan seluas 1,67 juta meter persegi
di
                      ibukota Malaysia. Ini memang salah satu proyek
mercusuar
                      raksasa Perdana Menteri Mahathir Mohammad. Konsepnya
kota
                      di dalam kota. Jadi menara kembar spektakuler itu
dikelilingi
                      sebuah proto-model pengembangan planologi paling
unggul di
                      negeri ini.

                      Di dalamnya berdiri pusat bisnis dan belanja, hotel,
pemukiman
                      (yang mewah pasti), pusat-pusat hiburan, dan tak lupa
juga surau
                      alias masjid sudah berdiri di komplek ini. Mirip
Sudirman
                      Business District di Jakarta, tapi yang edan, semua
desainnya
                      wajib berorientasi abad ke-21.

                      Soal angin reformasi, masih bertiup meski cuma
sepoi-sepoi.
                      Sejak krisis ekonomi berujung digesernya Wakil
Perdana Menteri
                      Anwar Ibrahim, perubahan radikal dalam urusan
kenegaraan
                      makin terasa pelan.

                      Ada dua sebab primernya, pertama, pengadilan Anwar
yang
                      berjalan amat lambat sudah mulai membosankan semua
orang.
                      Walaupun orang masih ingat betapa tokoh yang dicintai
rakyat itu
                      telah dizalimi oleh patronnya sendiri PM Mahathir.

                      Kedua, Malaysia mulai mengikuti trend perbaikan
ekonomi Asia
                      Tenggara setelah badai krisis yang hebat 2 tahun ini
mulai
                      mereda. Nilai lebih kepemimpinan Mahathir semasa
krisis ialah
                      bebasnya negeri itu dari keroyokan rentenir
internasional seperti
                      IMF dan Bank Dunia. Ini memang dilema yang aneh bagi
rakyat
                      Malaysia yang umumnya relatif hidup lebih makmur
dibandingkan
                      kebanyakan orang Indonesia (dan karenanya susah
diajak
                      bertindak konfrontatif).

                      Dilemanya begini, di satu sisi Mahathir dikenal kuat
ekonomi
                      kroniismenya, meski tak separah Soeharto.
Indikasi-indikasi
                      manipulasi uang negara untuk kepentingan pribadi dan
                      kelompoknya cukup kuat untuk dicurigai sebagai
kezhaliman.
                      Seperti yang mulai diungkap Anwar dari penjara,
skandal
                      kongkalikong Menteri Perdagangan Rafidah Aziz dan
pengusaha
                      Australia untuk berbagai proyek penting baru-baru
ini.

                      Namun di sisi lain, Mahathir terkesan membawa
semangat
                      perlawanan terhadap dominasi Amerika dan Barat dalam
peta
                      ekonomi dunia. Simbol utamanya waktu ia berperang
terbuka
                      dengan pialang dunia Goerge Soros. Dimulai sejak
nilai mata
                      uang Bath jatuh dan menulari mata uang negara Asia
lain di
                      pertengahan tahun 1997 lalu. "Saya tak akan melakukan
                      kebodohan seperti Soeharto," katanya kepada Goenawan
                      Mohammad, jurnalis kawakan Indonesia, dalam sebuah
acara
                      informal. 

                      Sementara itu, Anwar Ibrahim adalah pembela rakyat
sejak
                      awalnya. Semasa muda pernah 22 bulan dipenjara atas
dakwaan
                      ISA (Internal Security Act) yang sifatnya mirip
almarhum UU
                      anti-Subversi di Indonesia. Bagi banyak orang, Anwar
adalah hero
                      dalam arti sebenarnya.

                      Ezam Mohd Nor, Sekretaris Politiknya, bercerita
kepada Sahid,
                      bahwa bosnya itu sering mengingatkan anak-anak
buahnya
                      dalam berbagai forum rapat. "Anda semua harus selalu
                      membedakan saya dengan politisi dan pejabat lain.
Sejak awal
                      saya ada di jalanan, dan saya akan terus di jalan
bersama
                      rakyat," ucap Ezam menirukan Anwar.

                      Tapi di lain sisi, hubungan Anwar dengan banyak tokoh
dunia,
                      terutama dari Barat, sering dieksploitasi lawan-lawan
politiknya
                      sebagai bukti keterlibatan Anwar dalam konspirasi
internasional
                      memurukkan Malaysia.

                      Jadi, citra simpelnya begini, Mahathir zalim tapi
berani melawan
                      Barat. Anwar pembela rakyat, tapi dekat dengan Barat.
Ini kan
                      dilema. Mungkin ini "The (Second) Malay Dilemma",
meminjam
                      judul buku kontroversial yang pernah ditulis Mahathir
tahun
                      1970-an dulu. Sedangkan untuk Barat, apakah Mahathir
yang
                      menang maupun Anwar yang akhirnya menang, sama-sama
                      nothing to lose, sama menguntungkannya. Dasar Barat.

                      Kalau Mahathir menang, ya Malaysia akan kuat secara
mandiri,
                      mungkin agak susah dikendalikan, tapi tak terlalu
masalah
                      seperti sekarang. Tinggal melemahkan mitra-mitra
Malaysia yang
                      seide saja seperti Libya, Sudan, atau Afrika Selatan
yang lebih
                      moderat. Kalau Anwar yang menang, bagus juga, karena
                      hubungan dengan Barat sudah terbuka sejak lama.
Karenanya,
                      sebagian masyarakat menganggap kedua tokoh itu sedang
diadu
                      oleh Barat dengan cara yang begitu halus dan canggih.

                      Tapi kalau dilema ini diajukan pada orang di jalan,
terutama para
                      pendukung Anwar, mereka akan mengatakan, "Yang ada di
                      depan mata kita, Mahathir itu zhalim dan gila kuasa.
Itu dahulu
                      yang harus dilawan." Bahkan kalangan orang Indonesia
yang
                      belum punya hak pilih dalam pemilu, seperti
kawan-kawan paman
                      saya pun dengan geram ikut mendukung Anwar.

                      Tiap hari, kalau pengadilan digelar di Pengadilan
Tinggi Kuala
                      Lumpur, ratusan orang berkumpul di Masjid Jamek, yang
                      berseberangan dengan gedung pengadilan dipisah sebuah
sungai.
                      Setiap usai shalat zhuhur puluhan halaqah (kelompok
ngobrol)
                      terbentuk secara otomatis di teras masjid yang
didirikan semasa
                      pemerintahan penjajah Inggris di abad ke-19 itu.

                      Pak Idris, sahabat paman saya, bergurau, "Silakan mau
pilih
                      topik apa, langsung ikut saja di situ. Dijamin panas
semua."
                      Dinding kakus-kakus masjid ini pun tak luput dari
deru Reformasi.

                      Coret-moret yang ditoreh baik oleh suporter Mahathir
maupun
                      Anwar bertebaran di mana-mana.

                      "Mahathir: The Great Sexual Speculator" dibalas
dengan "Anwar:
                      the Great Pretender". "Reformasi Maju Terus" dibalas
dengan
                      "Reforkontut" (Reforkentut). "Mahathir Resign!"
dibalas dengan
                      "Sokong Mahathir", dan beberapa kalimat lain yang
sangat tak
                      layak dipindahkan dari dinding kakus ke halaman ini.
Ada juga
                      satu dua coretan yang menyempal dari irama Reformasi
                      Malaysia. Misalnya yang terbanyak berbunyi "hidup
PKB!" Lha..
                      yang ini yang nulis pasti TKI dari Sampang atau
Situbondo.

                      Sayangnya, kami batal megikuti sidang Anwar (padahal
sudah
                      melahap nasi briyani ayam di Restoran Bilal).
Biasanya sesudah
                      rehat zhuhur sidang dilanjutkan, tapi hari itu
dihentikan, karena
                      Anwar harus ke Bukit Aman, markas besar Polisi Diraja
                      Malaysia. Bukit Aman tak jauh dari pengadilan. Di
sana Anwar
                      harus menunjukkan tempat dan bukti-bukti adanya
penganiayaan
                      atas dirinya yang sangat menghebohkan dulu itu.
"Besok ada
                      sidang lagi," kata seorang pendukungnya. Pakaiannya
dilengkapi
                      berbagai atribut seperti pin dan topi bergambar
idolanya itu.

                      Sejurus kemudian, datang seorang pria bertubuh tinggi
kekar dan
                      berkulit gelap. Dandanannya habis-habisan seperti
perempuan
                      lengkap dengan make-up tebal, sepatu tinggi, pakaian
ketat
                      dengan model you-can-see membuat bisep-nya
bertonjolan, tapi
                      nampak jelas biru bekas cukur di rahang dan dagunya
yang
                      kokoh. Matanya yang disapu eye-shadow nyalang.

                      "Ayo kita pergi, itu SB (Special Branch)," bisik Pak
Idris sambil
                      mendorong saya bergerak menembus hujan. SB adalah
satuan
                      intel polisi yang paling keras menghadapi para
demonstran
                      pendukung Anwar. SB yang berdandan banci kelihatannya
                      kemayu, tapi begitu tanda serbu disemprit komandan
lapangan,
                      bogemnya bisa melayang kesana kemari sambil menyeret
satu
                      dua orang demonstran.

                      Maka kami bertiga batal "menonton" pengadilan Anwar. 

                      Secara keseluruhan, harapan Reformasi kini
digantungkan
                      sepenuhnya pada pemilihan umum. "Ya, kita lihatlah
pemilu
                      nanti. Apa yang hendak di pilih rakyat," kata Ezam,
sekretaris
                      Anwar yang kini juga Ketua Umum Pemuda KeADILan,
sayap
                      muda Partai KeADILan Nasional pimpinan dr Wan Azizah
Wan
                      Ismail, isteri Anwar.

                      Orang seperti Ezam pasti tetap optimistik sebagian
besar rakyat
                      akan memilih partainya. Buktinya, begitu banyak orang
yang
                      tadinya tak peduli politik kini bergabung dengan
partainya atau ke
                      PAS (Parti Islam Se-Malaysia).

                      Bendera kedua partai itu (ADIL berwarna biru dengan
dua bulan
                      sabit putih berhadapan, sedangkan PAS berwarna hijau
dengan
                      bulan purnama putih) sudah mulai berkibar di
jalan-jalan KL, di
                      jendela-jendela flat, stikernya di mobil dan motor,
juga di
                      lorong-lorong perkampungan.

                      Maka ADIL, PAS, dan beberapa partai lain seperti yang
berhaluan
                      sosialis, Parti Rakyat Malaysia (PRM), maupun
berwarna etnik
                      Cina Democratic Action Party (DAP) akan berjuang
                      menumbangkan dominasi Barisan Nasional (BN) yang
sudah
                      hampir 20 tahun berkuasa. Koalisi yang berlambang
timbangan
                      itu dipimpin oleh UMNO-nya Mahathir dan Malaysian
Chinese
                      Association (MCA).

                      Celakanya, pengobat rindu bernama pemilu itu
tanggalnya masih
                      sangat tergantung Mahathir. Itu pun modelnya masih
belum akan
                      berubah, diselenggarakan sepenuhnya oleh pemerintah,
tak ada
                      KPU yang independen (meskipun mengesalkan) seperti di
sini.
                      Selain itu, kebebasan pers juga belum terbuka benar.
Dua koran
                      besar Utusan Melayu dan Berita Harian serta teve
swasta utama
                      TV3 sudah sejak jauh hari dibersihkan dari
orang-orang yang
                      bersimpati pada Anwar, maupun dari orang yang netral
sekalipun.
                      Akibatnya, berita-berita di media propemerintah itu
seleranya
                      begitu rendah, sampai menyentuh titik yang cukup
melecehkan
                      akal sehat.

                      Misalnya, rapat akbar ADIL yang biasanya dipenuhi
ribuan orang
                      tak muncul sama sekali di media-media jenis itu. Tapi
kalau ada
                      puluhan orang berkumpul menghujat PAS atau ADIL,
beritanya di
                      TV3 bisa dipakai untuk beberapa sekuen sesuai tema
hujatan
                      selama bermenit-menit. Syukurlah ada satu dua media
baru yang
                      berani beda dengan pemerintah seperti tabloid
Eksklusif dan
                      majalah Detik. Yang paling menerima berkah suasana ya
                      Harakah. Tabloid milik PAS yang tadinya gurem ini
sejak Anwar
                      dizalimi melejit tirasnya ke titik 500 ribu
eksemplar. Meskipun di
                      bawah logonya sampai sekarang masih tertulis "Untuk
Para Ahli
                      Sahaja" (khusus anggota).

                      Melihat lemahnya kekuatan pers bebas di negeri ini,
sulit
                      berharap perubahan radikal terjadi dalam waktu cepat.
Sebab
                      mempengaruhi opini rakyat hanya dengan rapat akbar
harus
                      berlomba dengan masa jika sewaktu-waktu Mahathir
                      mengumumkan tanggal pemilu. "Kami tak ada uang,
rapat-rapat
                      umum itu dibiayai rakyat sendiri," kata Apan Abu
Lasi, seorang
                      pimpinan cabang ADIL kepada Sahid.

                      Kabarnya sih, akhir Agustus ini, sesudah kunjungan
kenegaraan
                      ke Russia dan Cina, Dr M (panggilan akrab Mahathir)
akan
                      mengumumkan hari-H itu. "Ala, itu biasa, nanti juga
berubah
                      lagi," kata paman saya. Menurut pengalaman beberapa
kali, Dr M
                      baru akan mengumumkan tanggal pemilu kalau sudah
mepet dan
                      sangat mendadak.

                      Anehnya, orang-orang seperti Ezam masih percaya pada
pemilu
                      di bawah rezim Mahathir. "(kalau kalah) Ya terserah
rakyat nanti,
                      terima atau pun tidak," katanya sambil tersenyum
kecut.

                      Akan adakah people's power jika Reformasi lewat
pemilu gagal?
                      Ezam hanya mengangkat bahu sambil lagi-lagi
menyerahkan
                      kepada rakyat. Alih-alih ikut ngotot, jangan-jangan
rakyat masih
                      lebih suka menikmati kehebatan menara kembar Petronas
dari
                      kejauhan. Apakah Anwar akan bernasib seperti Nelson
Mandela?
                      Wallaahu a'lam.

                       
                                                                           

 

                      Copyright© Suara Hidayatullah, 1999




 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
 ( Melanggan ? To : [EMAIL PROTECTED]   pada body : SUBSCRIBE HIZB)
 ( Berhenti ? To : [EMAIL PROTECTED]  pada body:  UNSUBSCRIBE HIZB)
 ( Segala pendapat yang dikemukakan tidak menggambarkan             )
 ( pandangan rasmi & bukan tanggungjawab HIZBI-Net                  )
 ( Bermasalah? Sila hubungi [EMAIL PROTECTED]                    )
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pengirim: "Cikgunik" <[EMAIL PROTECTED]>

Kirim email ke