*~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~* { Sila lawat Laman Hizbi-Net - http://www.hizbi.net } { Hantarkan mesej anda ke: [EMAIL PROTECTED] } { Iklan barangan? Hantarkan ke [EMAIL PROTECTED] } *~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~* PAS : KE ARAH PEMERINTAHAN ISLAM YANG ADIL ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Ringkasan Buku PENDIDIKAN ISLAM DAN MADRASAH HASAN AL-BANNA (2/3) - Dr Yusof Al-Qardhawi 2.2 Sempurna dan Lengkap Di antara keistimewaan pendidikan Islam, sebagaimana yang difahami dan diterapkan oleh Ikhwanul Muslimin adalah kesempurnaan dan lengkapnya. Pendidikan Islam tidak terbatas pada memperhatikan satu segi sahaja dari segi-segi yang terdapat pada manusia. Pendidikan Islam tidak mengkhususkan perhatiannya pada aspek rohani dan akhlak sahaja seperti yang dipentingkan oleh orang-orang sufi dan ahli akhlak; tidak pula hanya membataskan usahanya pada pembinaan akal dan fikiran seperti yang dipentingkan oleh failasuf dan orang-orang yang mengutamakan akal. Begitu pula ia tidak menjadikan cita-citanya yang utama dalam latihan ketenteraan seperti yang diinginkan oleh ahli-ahli dalam bidang ketenteraan; kegiatannya pula tidak terbatas pada pendidikan kemasyarakatan seperti yang dilakukan oleh penganjur-penganjur perbaikan sosial. Pada hakikatnya pendidikan Islam mementingkan keseluruhan aspek-aspek ini dan ingin mewujudkan semua macam pendidikan itu secara utuh. Ini adalah kerana pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya: akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Pendidikan Islam mempersiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan senang atau susah, maupun dalam keadaan damai atau perang; dan mempersiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manisnya atau pahit. Sesungguhnya kesempurnaan dan kelengkapan yang menyeluruh adalah ciri khas Islam baik dalam bidang akidah, ibadah dan hukum. Semuanya mendapat tempat yang khas dalam bidang pendidikannya. - aspek rohani - aspek akal - aspek akhlak - aspek jasmani - aspek jihad - aspek kemasyarakatan - aspek politik 2.3 Positif dan Membangun Sesungguhnya Islam mengharapkan dari seorang muslim untuk bekerja sebelum berbicara, tidak mengatakan sesuatu melainkan untuk dikerjakan dan tidak bekerja kecuali untuk diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Amal seorang muslim tidak akan hilang sia-sia. Ia dinilai di sisi Allah dan di sisi manusia. Di bawah sinar kefahaman Islam yang murni dan dengan jiwa yang positif lagi membangun berjalannya pendidikan Hasan Al-Banna terhadap Ikhwanul Muslimin. Sesungguhnya beliau ingin sekali menjauhkan mereka dari sifat-sifat negatif, menyerah kepada nasib, berburuk sangka, sikap riya' dan perdebatan yang tidak ada hasilnya. Sebaliknya ia membukakan mereka lapangan kerja supaya mereka dapat menyalurkan kemampuan dan kesungguhannya. Lapangan itu banyak dan bermacam-macam, dapat menyerap waktu dan kemampuan, dapat menjadi tumpuan dan cita-cita orang yang beriman dan idaman semua pejuang pada jalan Allah. Di antara pengertian positif dalam pendidikan seorang aggota Ikhwan ialah ia tidak hanya mencari kesenangan peribadi di dalam beribadah sehingga amal dan keinginannya terbatas pada kepuasan berzikir dan kesenangan berfikir, tanpa memperhatikan penyakit-penyakit masyarakat dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi manusia, penyimpangan di bidang akidah, di bidang bidaah, kerosakan akhlak dan kehilangan pegangan hidup. Ia tidak menghadapi semua ini dengan sikap menyerah, sedih dan menyesal, berputus-asa atau meratapi nasib sahaja, tanpa mengambil langkah-langkah positif untuk memperbaiki keadaan. Di antara hal yang membantu Ikhwanul Muslimin untuk perbuatan positif dan produktif ialah pendidikan mereka agar benar-benar menghargai waktu dan ingin memanfaatkannya. Setiap manusia di hari kiamat akan ditanya tentang umurnya ke mana dihabiskan dan tentang masa mudanya untuk apa dipergunakan. Hasan Al-Banna menulis artikel `Waktu adalah Kehidupan' untuk menyalahkan perumpamaan yang masyhur, `Waktu adalah Emas', di dalam membicarakan masa. Hasan Al-Banna tidak mengkehendaki gerakan dakwahnya semata-mata gerakan akademis atau filsafat yang mengangan-angankan republik Plato atau negara utama seperti negara Al-Farabi, meskipun di dalamnya terdapat gudang faham, pemikiran dan ilmu. Begitu pula beliau tidak mengkehendaki bagi jemaahnya untuk menjadi kelompok diskusi, anggota-anggotanya tenggelam dalam diskusi Byzantium yang dominan terhadap sebahagian golongan agama dan bangsa-bangsa di waktu kelemahan dan kemunduran. Beliau banyak memperingatkan supaya menjauhi diskusi yang tidak berguna dan perdebatan yang tidak bermanfaat seraya mengulang-ulangi hadith: "Tidak akan menjadi sesat sesuatu kaum setelah mereka mendapat petunjuk, kecuali bila mereka mementingkan perdebatan dan pertengkaran." ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ( Melanggan ? To : [EMAIL PROTECTED] pada body : SUBSCRIBE HIZB) ( Berhenti ? To : [EMAIL PROTECTED] pada body: UNSUBSCRIBE HIZB) ( Segala pendapat yang dikemukakan tidak menggambarkan ) ( pandangan rasmi & bukan tanggungjawab HIZBI-Net ) ( Bermasalah? Sila hubungi [EMAIL PROTECTED] ) ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Pengirim: [EMAIL PROTECTED]