*~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
 {  Sila lawat Laman Hizbi-Net -  http://www.hizbi.net     }
 {        Hantarkan mesej anda ke:  [EMAIL PROTECTED]         }
 {        Iklan barangan? Hantarkan ke [EMAIL PROTECTED]     }
 *~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~*
          PAS : KE ARAH PEMERINTAHAN ISLAM YANG ADIL
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Assalamu alaikum,


Borok-Borok Sufi

Salim Al-Hilali dan Ziyad Ad-Dabij
  ------------------------------------------------------------------------
Halaman satu dari tiga tulisan

KATA PENGANTAR

Sebagai kelanjutan dari pembahasan yang lalu [Masalah-22], maka kami
angkat pula penjelasan yang lebih rinci dan ilmiah mengenai Tarekat Sufi
oleh Salim al-Hilali dan Ziyad ad-Dabij, yang disadur dari kitab karya
mereka yaitu; Al-Islam fi-Dha'u Al-Kitab wa As-Sunnah, cet.II, hal.
81-97. Dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 17/II/1416H-1996M, dengan
membawakan judul Borok-Borok Sufi, selamat menyimak.

BOROK-BOROK SUFI

Tasawuf merupakan gerakan berpola pikir filsafat klasik yang mengekor
kepada para filosof dan ahli syair Romawi, India dan Persia. Namun,
dalam hal ini, kita akan membatasi kajian masalah sufi dengan berkedok
Islam. Kedok Islam ini dikenakan sebagai upaya menutupi hakikatnya. Maka
barangsiapa yang meneliti dan mengamati gerak-geriknya, niscaya akan
berkesimpulan, bahwa sufi bukan Islam. Baik menyangkut aqidah, perilaku
dan pendidikan.

MENGENAL BEBERAPA KEYAKINAN SUFI

Sesungguhnya para penguasa sufi telah berusaha memelihara
keyakinan-keyakinan tasawuf, yakni dengan merancukan dan menghapuskan
ayat-ayat Al-Kitab Al-Karim. Membolak-balik, serta merubah pemahaman
Sunnah An-Nabawiyah yang telah suci. Akan tetapi Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah menakdirkan untuk agama ini, orang-orang yang memperbaharui
agama-Nya.

Yakni, dengan membersihkan Islam dari bermacam aqidah dan filsafat yang
mengalir dalam benak manusia akibat pengaruh pola pikir keberhalaan.
Maka, diungkaplah borok-borok mereka, dipilah perkataan mereka serta
diterangkan kebohongannya. Metoda mereka pun dibuyarkan dengan menelaah
kitab-kitab induk sufi. Berikut secara ringkas ditampilkan
keyakinan-keyakinan mereka.

Ilmu Laduni
Istilah ini dikaitkan kepada firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala tentang nabi
Khidir:

      "Wa 'allamnaahu min Ladunnii 'ilmaan"

      "...Dan Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.". (Al-Kahfi :
      65).

Yang dimaksud dengan ayat di atas, menurut mereka, adalah disingkapnya
alam gaib bagi mereka. Caranya, dengan kasyaf (penyingkapan), tajliyat
(penampakan) serta melakukan kontak langsung dengan Allah dan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. 1) Mereka berdalil dengan firman-Nya
Subhanahu wa Ta'ala.

      "Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah, maka Allah akan
      mengganjari kepada kalian semua".
      (Al-Baqarah : 282).

Pemikiran ilmu laduni dipelopori oleh Hisyam Ibnu Al-Hakam (wafat 199H),
seorang penganut Syi'ah yang mahir ilmu kalam. Ia berasal dari Kufah. 2)

Orang-orang sufi, dalam rangka merealisir ajarannya, menempuh beberapa
jalan. Jalan terpenting itu, diantaranya :

   1. Menjauhkan diri dari menuntut ilmu syar'i. Dikatakan oleh
      Al-Junaid, seorang pentolan sufi, "Yang paling aku sukai pada
      seorang pemula, bila tak ingin berubah keadaannya, hendaknya jangan
      menyibukkan hatinya dengan tiga perkara berikut : mencari
      penghidupan, menimba ilmu (hadits) dan menikah. Dan yang lebih aku
      sukai lagi, pada penganut sufi, tidak membaca dan menulis. Karena
      hal itu hanya akan menyita perhatiannya". 3)
      Demikian pula yang dikatakan Abu Sulaiman Ad-Darani, "Jika
      seseorang menimba ilmu (hadits), bepergian untuk mencari
      penghidupan, atau menikah, sungguh ia telah condong kepada dunia".
      4)

   2. Menghancurkan sanad-sanad hadits dan menshahihkan hadits-hadits
      dha'if (lemah), munkar dan maudhu' (palsu) dengan cara kasyaf.
      Sebagaimana dikatakan Abu Yazid Al-Busthami, "Kalian mengambil ilmu
      dari mayat ke mayat. Sedang kami mengambil ilmu dari yang Maha
      Hidup dan tidak pernah mati. Hal itu seperti yang telah disampaikan
      para pemimpin kami : "Telah mengabarkan pada aku hatiku dari
      Rabbku". Sedang kalian (maksudnya, kalangan Ahlu Al-hadits)
      mengatakan : "Telah mengabarkan kepada kami Fulan". Padahal, bila
      ditanya dimana dia (si Fulan tersebut) ?. Tentu akan dijawab : "Ia
      (Fulan, yakni yang meriwayatkan ilmu atau hadits tersebut) telah
      meninggal". "(Kemudian) dari Fulan (lagi)". Padahal, bila
      ditanyakan dimana dia (Fulan tadi)? Tentu akan dijawab : "Ia telah
      meninggal". 5) Dikatakan pula oleh Ibnu Arabi, "Ulama Tulisan
      mengambil peninggalan dari salaf (orang-orang terdahulu) hingga
      hari kiamat. Itulah yang menjauhkan atau menjadikan timbulnya jarak
      antara nasab mereka. Sedang para wali mengambil ilmu dari Allah
      (secara langsung -peny). Yakni, dengan cara Ia (Allah) mengilhamkan
      ke dalam hati para wali". 6) Dikatakan oleh Asy-Sya'rani, "Berkenan
      dengan hadits-hadits. Walaupun cacat menurut para ulama ilmu
      hadits, tapi tetap shahih menurut ulama ilmu kasyaf". 7)

   3. Menganggap menimba ilmu (hadits) sebagai perbuatan aib dan
      merupakan jalan menuju kemaksiatan serta kesalahan. Ibnu Al-Jauzi
      menukil, bahwa ada seorang syaikh sufi melihat seorang murid
      membawa papan tulis (baca : buku), maka dikatakannya kepada murid
      tersebut : "Sembunyikan auratmu". 8) Bahkan, mereka saling
      mewariskan sebagian pameo-pameo yang bertendensi menjauhkan
      peninggalan salaf, umpamanya : Barang siapa gurunya kitab, maka
      salahnya lebih banyak dari benarnya.

Sanggahan terhadap pernyataan-pernyataan sebagaimana diungkap di atas :

Pertama
Barangsiapa berkeyakinan, bahwa dengan kemampuannya dapat berjumpa
dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti keadaan nabi
Khidir dengan nabi Musa, maka ia telah kafir berdasarkan ijma' para
ulama kaum muslimin. Karena, nabi Musa tidaklah diutus kepada nabi
Khidir, dan tidak pula nabi Khidir diperintahkan untuk mengikuti nabi
Musa.

Padahal Allah telah menjadikan masing-masing nabi mempunyai jalan dan
minhaj yang berbeda-beda. Dan peristiwa yang demikian itu, berulang kali
terjadi sebelum beliau diutus sebagai nabi. Seperti, sezamannya nabi
Luth dengan nabi Ibrahim, nabi Yahya dengan nabi Isa.

Sesungguhnya para nabi tersebut dibangkitkan untuk kaumnya saja,
sedangkan Muhammad shalallallahu 'alaihi wa sallam dibangkitkan untuk
seluruh manusia hingga hari kiamat. Telah bersabda Shallallahu 'alaihi
wa sallam.

      "Artinya : Adalah para nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan
      aku diutus untuk seluruh manusia". (Hadits Shahih Riwayat Bukhari
      dan Muslim).

      "Artinya : Tidak seorang pun dari umat ini yang mendengar
      tentangku, baik Yahudi atau Nashrani, kemudian tidak beriman
      kepadaku, melainkan akan dimasukkan ke neraka" (Hadits Shahih
      Riwayat Muslim I/93).

Aqidah semacam ini merupakan asasnya Islam, berdasarkan firman-Nya
Subhanahu wa Ta'ala.

      "Artinya : Tidaklah engkau Kami utus kecuali untuk seluruh manusia,
      sebagai pemberi khabar gembira dan pemberi peringatan". (Saba' :
      28).

Dan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala.

      "Artinya : Katakanlah, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah
      utusan Allah kepada kalian semua". (Al-A'raf : 157).

Dan siapa saja yang 'alim, baik jin maupun manusia, diperintahkan untuk
mengikuti rasul yang ummi ini. Maka barangsiapa yang mengaku bahwa
dengan kemampuannya dapat keluar dari minhaj dan petunjuk nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam ke minhaj lainnya, walaupun minhaj Isa,
Musa, Ibrahim, maka dia sesat dan menyesatkan. Telah bersabda Shalallahu
'alaihi wa sallam.

      "Artinya : Seandainya Musa turun, lalu kalian semua mengikutinya
      dan meninggalkan aku, maka sungguh sesatlah kalian. Aku adalah
      bagian kalian, dan kalian adalah bagian dari umat-umat yang ada".
      (Riwayat Baihaqi dalam Syu'abu al-Iman, dan lihat pula dalam
      Irwa'al-Ghalil karangan Al-Bani hal. 1588).

Adapun keyakinan orang-orang sufi bahwa nabi Khidir masih tetap hidup,
selalu berhubungan dengan mereka, mengajarkan kepada mereka ilmu yang
diajarkan Allah kepadanya, seperti nama-nama Allah yang Agung, hal ini
merupakan dusta dan mengada-ada. Karena menyelesihi Al-Qur'an secara
nyata :

      "Artinya : Dan tidaklah kami jadikan seorang manusia pun sebelummu
      abadi". (Al-Anbiya' : 34).

      "Artinya : Tidak ada satu jiwa pun yang bernafas pada hari ini yang
      datang dari zaman seratus tahun sebelumnya, sedangkan dia saat
      sekarang ini masih hidup". (Hadits Riwayat Ahmad dan Tirmidzi dari
      Jabir).

Hadits-hadits yang menerangkan masih hidupnya nabi Khidir semuanya
maudhu' (palsu) menurut kesepakatan seluruh ulama hadits. 9)

Kedua
Adapun hujjah mereka dengan firman-Nya Subhanahu wa Ta'ala.

      "Artinya : Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu
      (ilmu)". (Al-Baqarah : 282).

Hal itu bukanlah hujjah, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah menerangkan pemahaman ayat ini dan telah menentukan cara mencari
ilmu yang disyari'atkan dan diwajibkan atas setiap muslim. Seperti
sabdanya Shallallahu 'alaihi wa sallam.

      "Artinya : Sesungguhnya ilmu itu (diperoleh) dengan cara belajar".
      (Hadits Riwayat Daruquthni dalam Al-Ifrad wa al-Khatib dalam
      tarikhnya dari Abu Hurairah dan Abu Darda'. Lihat Silsilah
      Ash-Shahihah 342).

Kata innama (sesungguhnya) disini adalah untuk membatasi.

Ketiga
Perihal pendapat mereka yang menyatakan, bahwa mencari ilmu dengan cara
belajar adalah jalan yang memayahkan, terlalu bertele-tele, dianggap
condong kepada dunia serta menyita perhatian dan kesungguhan (walaupun
telah tinggi dalam menuntut ilmu tadi), tetap dianggap tidak sempurna.
Kecuali, bila ditempuh dengan cara kasyaf dan ilham.

Berkenan dengan ilmu itu sendiri, termasuk tentunya dalam pengamalannya.
Bahkan sebatas mencari ilmu semata. Berkata Ibnu Al-Jauzi, "Iblis
menginginkan untuk menutup jalan tersebut dengan cara yang paling samar.
Memang jelas bahwa yang dimaksud adalah mengamalkannya bukan sebatas
mencari ilmu saja. Namun, dalam hal ini para penipu itu telah
menyembunyikan masalah pengamalannya. 10) Dan tidaklah kasyaf yang
mereka dakwahkan itu, kecuali hanya khayalan setan belaka.

      "Artinya : Maukah Aku khabarkan kepada kalian tentang kepada siapa
      setan turun ? (Setan) turun kepada setiap pendusta dan suka berbuat
      dosa. Mereka menghadapkan pendengarannya itu (kepada setan), dan
      kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta". (Asy-Syu'ara :
      221-223).

      "Artinya : Tidaklah kamu melihat bahwasanya Kami telah mengirim
      setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk menghusung mereka
      agar berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh ? Maka janganlah kamu
      tergesa-gesa memintakan siksaan bagi mereka, karena sesungguhnya
      Kami hanya menghitung (hari siksaan) itu untuk mereka dengan
      perhitungan yang teliti. Ingat ketika hari Kami mengumpulkan
      orang-orang yang bertaqwa kepada Rabb yang Maha Pemurah sebagai
      perutusan yang terhormat. Dan kami akan menghalau orang-orang yang
      durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga". (Maryam : 83-86).

Adapun pengakuan mereka, seperti pensyarah Al-Ushul katakan, bahwa
kasyaf merupakan bagian dari iman yang benar. Dan maksud kasyaf adalah
disingkapkannya sebagian yang tersembunyi, dan tidak tampak, mengetahui
gerak-gerik jiwa dan niat serta kelemahan sebagian manusia. Kasyaf
semacam inilah yang disebutkan dalam hadits syarif sebagai firasat
seorang yang beriman. 11) Jadi bila ada perkataan mereka semacam ini :
"Telah mengabarkan kepadaku hatiku dari Rabb-ku" tidak lain adalah
perkataan khurafat.

Keempat
Sebagian mereka mengaku dapat melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam tidurnya, lalu mengajarkan kepadanya beberapa perkara dan
memintanya untuk berbuat begini dan begitu. Seperti, kata Ibnu Arabi,
"Sesungguhnya aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam mimpi. Aku melihatnya saat sepuluh akhir di bulan Muharram 627H,
di Mahrusah, Damsyiq. Saat itu di tangan beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam membawa kitab. Maka sabdanya kepadaku, 'Kitab ini adalah kitab
Fushush Al-Hikam'. Ajarkan dan sebarkan kepada manusia agar bisa memetik
manfa'at darinya. Kemudian aku katakan, Aku dengar dan taat kepada
Allah, Rasul-Nya serta ulil amri diantara kita sebagaimana yang engkau
perintahkan. Maka, aku pun berusaha merealisasikan cita-cita dan aku
murnikan niatku serta kubulatkan tekad untuk mengajarkan kitab ini
sebagaimana diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tanpa
mengurangi dan menambahinya".

Bantahan terhadap pendapat di atas adalah sebagai berikut :

    * Para Rasul tidak memerintahkan kemaksiatan apalagi kekufuran,
      seperti yang memenuhi kitab Fushush Al-Hikam. Seperti, mengkafirkan
      nabi Allah, Nuh (hal. 70-72), meyakini bahwa Fir'aun itu telah
      beriman (hal. 21), membenarkan pendirian Samiri dan perbuatannya
      dalam membuat patung (yang menimbulkan fitnah di kalangan bani
      Israil) hingga mengibadahinya (hal. 188).

    * Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyuruh menyelisihi
      syari'at. Sesungguhnya, ada yang mengatakan bahwa setan menampakkan
      diri dalam bentuk nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di hadapan
      Ibnu Arabi. Padahal mustahil hal itu bisa terjadi. Dia (Ibnu Arabi)
      telah tertipu dan terperdaya. Walau ia mengatakan yang demikian itu
      dengan niat baik dan prasangka bersih. Tetapi yang demikian itu
      mustahil, karena setan tidak akan mampu menyerupai nabi. Maka,
      bagaimana hal itu bisa terjadi padahal Nabi yang ma'shum
      Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda : "Artinya :
      Barangsiapa yang melihatku (dalam mimpinya) maka sesungguhnya
      akulah dia. Karena sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku".
      (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi dari Abu Hurairah, mempunyai
      penguat yang sangat banyak, sebagiannya Shahih diriwayatkan Bukhari
      dan Muslim. Lihat Shahih Al-Jami' dan ziyadahnya V/293).

Berdasarkan keterangan di atas, maka kita berkeyakinan bahwa Ibnu Arabi
dan para pengikutnya adalah dajjal-dajjal Khurasan. Sedang
perkataan-perkataan mereka dusta dan tidak mengandung kebenaran sama
sekali.

Footnote :
1. Ihya 'Ulummuddin, Al-Ghazali, I/19-20 dan III/26, cet. Istiqomah,
Qahirah.
2. Minhaj As-Sunnah, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, hal. 226
3. Quwat Al-Qulub, III/35
4. Al-Futuhat Al-Makkiyah, Ibnu Arabi, I/37.
5. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 226 dan Al-Futuhat Al-Makkiyah, I/365.
6. Al-Kawakib Ad-Durriyah, hal. 246 dan Rasail, Ibnu Arabi, hal.4.
7. Al-Mizan, I/28.
8. Tablis Iblis, hal. 370.
9. Al-Manar Al-Munif, Ibnu Qayim Al-Jauziyah.
10. Shaid Al-Khaathir, Ibnu Jauzi, I/144-146.
11. Syarah Al-Ushul Al-Isyrin, hal 27.

                            Halaman satu dari tiga tulisan

_________________________________________________________________________
Get Your Private, Free E-mail from MSN Hotmail at http://www.hotmail.com.


 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
 ( Melanggan ? To : [EMAIL PROTECTED]   pada body : SUBSCRIBE HIZB)
 ( Berhenti ? To : [EMAIL PROTECTED]  pada body:  UNSUBSCRIBE HIZB)
 ( Segala pendapat yang dikemukakan tidak menggambarkan             )
 ( pandangan rasmi & bukan tanggungjawab HIZBI-Net                  )
 ( Bermasalah? Sila hubungi [EMAIL PROTECTED]                    )
 ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Pengirim: "k b" <[EMAIL PROTECTED]>

Kirim email ke