DISUNNAHKANNYA SHALAT TARAWIH BERJAMA'AH
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani
Masalah - 153 merupakan edisi
revisi dari Masalah - 15 = Disunnahkannya Shalat Tarawih Berjama'ah, yang sudah
pernah dimuat di mailing list assunnah dan juga dimuat di http://www.assunnah.or.id kolom Masalah
Penting No.15
Orang yang memiliki ilmu tentang sunnah,
pasti meyakini disyariatkannya shalat malam berjama'ah pada bulan Ramadhan
; yaitu shalat yang lebih dikenal sebutan shalat tarawih. Hal ini berdasarkan
pada beberapa hal :
[a]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah menetapkan disyari'atkannya shalat berjama'ah.
[b]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
juga menegakkannya.
[c]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah menjelaskan keutamaannya.
[a]. Adapun mengenai penetapan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang disyariatkannya shalat itu, adalah
berdasarkan hadist Tsa'labah bin Abdil Malik Al-Quradzi, dimana ia menuturkan :
"Suatu malam dibulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar
rumah, lalu menyaksikan orang-orang tengah melaksanakan shalat di ujung masjid.
Beliau lantas bertanya :"Sedang apa mereka .?" Seorang shahabat menjawab : "Ya
Rasulullah, mereka itu orang-orang yang belum banyak hafal Al-Qur'an, sedang
Ubay bin Ka'ab seorang Qari ; maka mereka shalat bermakmum kepadanya". Beliau
menanggapi : " Sungguh mereka telah berbuat kebaikan". Atau beliau bersabda :
"Sungguh mereka benar, perbuatan itu sama sekali tidak dilarang".
[Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi II : 495, dan beliau menandaskan : "Hadits ini
mursal dan hasan". Saya katakan : Hadits ini juga diriwayatkan dari jalur lain
dari hadits Abu Haurairah Radhiallahu 'anhu dengan sanad yang lumayan kalau
diiringi dengan Muttabbi' (penyerta) dan syahid (penguat). Dikeluarkan juga oleh
Ibnu Nashr dalam "Qiyamu Al-Laili" (hal 90), Abu Dawud (I:217) dan
Al-Baihaqi]
[b]. Sedangkan mengenai Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam yang juga menegakkan shalat tersebut, adalah berdasarkan
beberapa hadits.
Yang pertama : Dari
An-Nu'man bin Basyir Radhiallahu 'anhuma bahwa beliau berkata :
"Kami pernah shalat bersama nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam kedua puluh tiga bulan Ramadhan
hingga sepenggalan malam terkahir. Kemudian kami juga shalat bersama pada
malam kedua puluh lima hingga pertengahan malam. Selanjutnya pada malam ke
duapuluh tujuh kami kembali shalat berjama'ah, sampai-sampai kami menyangka
bahwa kami tidak akan mendapat "Kemenangan". Kami biasa menyebut waktu
bersahur denan "Kemenangan". [Hadits tersebut diriwayatlkan oleh
Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushannaf" (II:90/2). Ibnu Nashr (89), An-Nasa'i
(I:238), Ahmad (IV:272) dan Al-Firyabi dalam "Ar-Rabie' wa Al-Khamis min
Kitabi Ash-Shiyam" (II:72-1 : 73) dan derajat sanadnya shahih, juga
dishahihkan oleh Al-Hakim (I : 440), lalu beliau menyatakan :
"Hadits itu mengandung dalil yang gamblang
bahwa shalat tarawih di masjid-masjid kaum muslimin adalah sunnah yang pasti.
Ali bin Abi Thalib pernah menganjurkan Umar bin Al-Khattab untuk menghidupkan
kembali sunnah ini sampai akhirnya beliau
menegakkannya".
Yang kedua : Dari
Anas bin Malik Radhiallahu 'anhu menuturkan :
"Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah shalat malam di bulan Ramadhan ; lalu aku datang dan
shalat disamping beliau. Lantas manusia berdatangan satu demi satu sehingga
kami berjumlah beberapa orang (beberapa orang yang dimaksud disini tidak
sampai sepuluh orang). Tatkala beliau mengetahui bahwa kami ada dibelakangnya,
beliau segera meringankan shalatnya, lalu beliau masuk ke rumahnya. Ketika
beliau sudah berada di dalam rumah, beliaupun shalat namun tidak
sebagaimana ketika beliau mengimami kami. Setelah datang waktu pagi, kamipun
bertanya :"Ya Rasulullah, apakah engkau mengetahui kehadiran kami tadi malam?"
Beliau menjawab :"Ya, itulah yang membuat aku melakukan hal sebagaimana yang
kalian saksikan". [Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (III : 199,212,291), Ibnu
Nashar (89) dengan dua jalur sanad yang shahih, dan Ath-Thabari dalam
"Al-Ausath" dengan lafazh yang mirip ; sebagaimana juga beliau riwayatkan
dalam "Al-Jama'" (III : 173). Saya mengira juga ada dalam Shahih Muslim ; bisa
diperiksa kembali]
Yang ketiga : Dari
'Aisyah Radhiallahu 'anha bahwa ia menuturkan :
"Dahulu manusia shalat di masjid
Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam di malam bulan Ramadhan dengan
berpencar-prncar (yakni dengan berimam sendiri-sendiri). Seorang yang banyak
hapal Al-Qur'an, mengimami lima sampai enam orang, atau bisa jadi lebih atau
kurang. Masing-masing kelompok shalat bersama imamnya. lalu Rasulullah
menyuruhku untuk memasang[1] tikar di depan
pintu kamarku (pintu itulah yang membatasi rumah beliau dengan masjid ,-pent).
Akupun melakukan perintahnya.
Sesuai melakukan shalat 'Isya di akhir waktu, beliau keluar kemuka kamar itu.
'Aisyah melanjutkan ceritanya : Manusia yang kala itu ada di masjidpun lantas
berkumpul ke arah beliau. Lalu beliau mengimami mereka shalat sepanjang malam.
Kemudian orang-orang bubar, dan beliaupun masuk rumah. Beliau membiarkan tikar
tersebut dalam keadaan terbentang. Tatkala datang waktu pagi, mereka
memperbincangkan shalat yang dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersama orang-orang yang ada pada malam itu (maka berkumpullah manusia lebih
banyak lagi) dari sebelumnya. Sehingga akhirnya masjid menjadi bising (karena
banyaknya orang -"Al-Bidayah An-Nihayah"). Pada malam ke dua itu, Nabi
Shalalllahu 'alaihi wa sallam kembali shalat bersama mereka. Maka di pagi
harinya, orang kembali memperbincangkan hal itu, sehingga orang yang
berkumpulpun bertambah banyak lagi (pada malam ketiga) sampai masjid menjadi
penuh sesak. Rasul-pun keluar dan shalat mengimami mereka. Dimalam yang
keempat, disaat masjid tak dapat lagi menampung penghuninya ; Rasulullah-pun
keluar untuk mengimami mereka shalat 'Isya dipenghujung waktu. Lantas (pada
malam itu juga) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke rumahnya,
sedangkan manusia tetap menunggunya di masjid". 'Aisyah lalu menuturkan :
"Rasulullah bertanya kepadaku :"Orang-orang itu sedang apa ya 'Aisyah ?" Saya
pun menjawab : "Wahai Rasulullah, orang-orang itu sudah mendengar tentang
shalatmu tadi malam bersama orang-orang yang ada di masjid ; maka dari itu
mereka berbondong memenuhi masjid untuk ikut shalat bersamamu". Lalu 'Aisyah
melanjutkan kisahnya : "Beliau lantas memerintahkan :"Tolong lipat kembali
tikarmu, wahai 'Aisyah !". Akupun lantas melakukan apa yang beliau
perintahkan. Malam itu, beliau berdiam di rumah tanpa tidur sekejappun.
Sedangkan orang-orang itu tetap menunggu ditempat mereka. (Sebagian di antara
mereka sampai berkata : Shalat, shalat !). Hingga datang pagi, barulah
Rasulullah keluar. Seusai melaksanakan shalat subuh, beliau menghadap kearah
para sahabatnya [2] dan bersabda
:
"Wahai manusia, sungguh demi
Allah, aku sama sekali tidak tertidur tadi malam. Akupun tahu apa yang kalian
lakukan. Namun (aku tidak keluar untuk shalat bersama kalian) karena aku
khawatir shalat itu menjadi wajib atas diri kalian. [ Dalam suatu riwayat
disebutkan : Namun aku khawatir kalau shalat itu akhirnya menjadi wajib atas
diri kalian sehingga kalian tak sanggup melakukannya] Bebankanlah diri
kalian dengan amal perbuatan yang kalian sanggup melakukannya. Sesungguhnya
Allah tak akan bosan, meskipun kamu sendiri sudah
bosan".
Dalam riwayat yang lain ditambahkan
: Imam Az-Zuhri mengatakan :"Tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
wafat, manusia tetap menjalani kebiasaan itu (yaitu berjama'ah shalat tarawih,
namun tidak setiap hari, -pent). Demikian juga pada masa
kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal masa kekhalifahan Umar bin Al-Khattab
Radhiallahu 'ahuma [3].
Saya menyatakan : Bahwa
hadits-hadits ini semua menunjukkan dengan gamblang, tentang disyari'atkannya
shalat tarawih dengan berjama'ah. Karena kesinambungan Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam melakukan shalat tersebut berjama'ah selama beberapa malam. Adapaun
Nabi yang meninggalkan shalat tarawih tadi dengan berjama'ah pada malam yang
keempat (setelah beliau memulainya) sebagaimana disebut dalam hadits tadi, itu
tidaklah bertentangan. Karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah
menerangkan alasannya dengan sabda beliau : "sesungguhnya aku khawatir
tarawih itu menjadi wajib atas dirimu ". Dan tidak diragukan lagi. bahwa
kekhawatiran Nabi tadi sudah hilang dengan meninggalnya beliau. Karena syari'at
Allah yang beliau sampaikan telah sempurna (artinya tak akan lagi muncul hukum
baru). Dengan demikian, berarti alasan beliau itupun sudah tidak berlaku
lagi, yakni meninggalkan jama'ah shalat tersebut. Sehingga kembalilah hukum
semula, yaitu disyari'atkannya shalat itu dengan berjama'ah. Oleh sebab
itu, Umar bin Al-Khattab-pun kembali menghidupkan sunnah tersebut sebagaimana
telah disebutkan, dan akan kembali disebutkan nanti. itulah yang menjadi
pegangan sebagian besar ulama.
Yang keempat : Dari
Hudzaifah bin Al-Yaman, bahwa beliau menuturkan :
"Suatu malam di bulan Ramadhan,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat disebuah kamar yang
berlantaikan pelepah kurma. Beliau lalu mengguyur lantai tersebut dengan
seember air. Kemudian beliau berdoa (diawal shalat) : " Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Dzal Malakuti wal Jabaruti wal Kibriya'i wal
'Adzamah " . Kemudian beliau membaca (seusai Al-Fatihah,
pent) surat Al-Baqarah. Lalu beliau ruku', dan panjang
ruku'nya itu seperti kala beliau berdiri. Didalam ruku'nya beliau membaca :
"Subhana Rabiyal 'Azhim; Subhana Rabiyal 'Azhim [sepanjang kala
beliau berdiri], kemudian beliau mengankat kepalanya (setelah ruku) lalu
berdiri yang lamanya sama seperti diwaktu beliau ruku' dan beliau mengucapkan
; Lirabbiyal hamdu. Kemudian langsung sujud. Dan sujud beliau itu
sama panjangnya dengan kala beliau berdiri (yakni berdiri sesudah ruku'). Pada
waktu sujud beliau membaca : "Subhana Rabbiyal A'la". Setelah itu
beliau mengangkat kepalanya dari sujud, lalu duduk. Pada waktu duduk diantara
dua sujud itu beliau membaca : "Rabbighfirlii, Rabbighfirlii " Beliau
duduk sama panjangnya dengan ketika beliau sujud. Kemudian beliau kembali
sujud, dan membaca : "Subhana Rabiyal A'la ", juga sama panjangnya
dengan kala beliau berdiri. Beliau melakukan shalat itu empat raka'at. Dalam
shalat itu beliau membaca Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisaa, Al-Maidah, dan
Al-An'am sehingga datang bilal untuk mengumandangkan adzan. [4]
[c]. Adapun penjelasan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
tentang keutamaan shalat tarawih, adalah berdasarkan hadits Abu Dzar Al-Ghifari
Radhiallahu 'anhu.
"Kami shaum Ramadhan bersama Rasulullah, dan beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukan qiyamullail berjama'ah bersama
kami, hingga hitungan puasa tinggal tujuh hari (malam keduapuluh tiga), maka
Rasulullah mengajak kami untuk qiyamullail berjama'ah hingga berlalu sepertiga
malam, lalu beliau tidak menegakkannya lagi ketika Ramadhan sisa enam hari
(malam keduapuluh empat) dan berjama'ah kembali ketika sisa lima hari (malam
keduapuluh lima) sampai berlalu pertengahan malam, kamipun lantas bertanya :
"Wahai Rasulullah, apakah tak sebaiknya engkau sisakan sebagian malam ini agar
kami shalat sendiri ?" Beliaupun menjawab : "Sesunguhnya, barangsiapa yang
shalat bersama imam hingga selesai shalat, ia akan mendapatkan ganjaran shalat
semalam suntuk " Demikian juga yang disebutkan oleh Ibhu Nashr (hal 90)
dari Imam Ahmad. Kemudian Abu Dawud melanjutkan kisahnya : "Imam Ahmad
juga pernah ditanya dan saya mendengarnya sendiri : "Bagaimana kalau seorang
itu mengakhirkan waktu shalatnya (pada waktu yang paling utama) ? Dia
menjawab : "Tidak baik, termasuk sunnah kaum muslimin adalah shalat
berjama'ah, hal itu lebih aku sukai" [5]
Disalin dari buku Shalati
At-Tarawih, edisi Indonesia Shalat Tarawih penyusun Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani, terbitan Pustaka At-Tibyan, hal. 18 - 28, penerjrmah Abu
Umar Basyir Al-Maidani
Foote Note.
-
Yang dimaksud disini menaruh/membentangkannya. Dalam
"Lisanul Arab", kata Nashab (memasang), bisa berati menaruh atau
mengangkat. Makna pertama itulah yang nampaknya lebih sesuai disini.
Maksudnya, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan
'Aisyah untuk meletakkan tikar di muka pintu kamarnya (masih didalam kamar)
agar beliau bisa shalat disitu. Bisa juga yang dimaksud adalah yang kedua,
yakni agar 'Aisyah mengangkat tikar yang ada ke depan pintu kamar (di
masjid). Hal itu dikuatkan dengan riwayat Zaid bin Tsabit : "Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam menggunakan satu kamar didekat masjid yang bertikar dan
shalat beberapa malam di sana. Sehingga (pada tiap malamnya) manusia berkumpul
shalat bermakmum kepada beliau ..." [Diriwayatkan oleh Muslim II:188] dan yan
lainnya.
-
Yang dimaksud dengan mengucapkan syahadat disini menurut
anggapan saya adalah mengucapkan Khutbatul Hajah yang sudah tercakup
didalamnya syahadat. Kami telah menjelaskan hal itu dalam mukaddimah tulisan
kami yang pertama. Bahkan (pembahasan) itu telah dicetak secara
terpisah.
-
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari III : 8-10, IV : 203, 205.
Muslim II : 177-178, 188-189. Abu Dawud I : 217. An-Nasa'i I : 238. Al-Firyabi
dalam "Ash-Shiyam" 73 : II. 74 : I - 75 : I dan Ibnu Nashr serta Ahmad VI :
61, 169, 177, 182, 232, 267. Dan ini adalah lafazh hadits mereka berdua.
Sedangkan arti ucapan beliau : "Mereka tetap melakukan kebiasaan itu".
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentari : "Yaitu meninggalkan jama'ah shalat
tarawih". Saya (Al-Albani) mengatakan : "Yang lebih sesuai, bahwa mereka
melanjutkan kebiasaan shalat dengan berpencar-pencar dengan beberapa imam,
sebagaimana dapat dipahami dari awal hadits. Nanti akan disebutkan hadits
tentang Umar Radhiallahu 'anhu yang menghidupkan kembali sunnah Nabi tadi ;
dimana riwayat itu menguatkan pendapat ini.
-
Yang dimaksud adalah adzan shalat subuh. Hadits itu
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah II/90/2, Ibnu Nashr hal. 89-90.An-Nasa'i I
: 246 dan Ahmad V : 400, dari jalan Thalhah bin Yazid Al-Ashari, dari
Hudzaifah. Masing-masing jalan saling melengkapi. Tirmidzi juga meriwayatkan
darinya I : 303, Ibnu Majah I : 290 dan Al-Hakim I : 271 ; yakni bacaan antara
dua sujud, dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Para perawinya terpercaya, akan
tetapi Imam An-Nasa'i memandang hadits itu memiliki cacat tersembunyi. Beliau
mengatakan : Hadits itu Mursal ; dan Thalhah bin Yazid sepanjang yang saya
ketahui ia tak pernah mendengar hadits dari Hudzaifah ; Saya katakan :
"Riwayat itu disambungkan oleh Amru bin Murrah dari Abu Hamzah --yakni
Thalhah bin Yazid-- seorang lelaki dari kota Abas. Syu'bah beranggapan bahwa
ia (lelaki itu) adalah Shilah bin Zufar, dari Hudzaifah. 'Dikeluarkan juga
oleh Abu Dawud I : 139-140. An-Nsa'i I : 172. Ath-Thahawi dalam "Muskilu
Al-Atsar" I : 308. Ath-Thayalisi I : 115. Al-Baihaqi II : 121-122. Ahmad V/398
dan Al-Baghawi dalam hadits Amir bin Al-Ja'ad I : 4/2 dari Syu'bah bin Amru,
dan derajat sanadnya shahih. Diriwayatkan juga oleh Imam Muslim II : 186 dari
jalur Al-Mustaurid bin Al-Ahnaf, dari Shilah bin Zufar, dengan lafazh yang
mirip namun ada penambahan dan pengurangan, bahkan terkadang sebagiannya tidak
sama.
-
Yakni berjama'ah dalam shalat tarawih itu meski di awal
waktu, tetap lebh baik menurut pandangan beliau diabandingkan dengan shalat
sendirian meskipun akhir malam. Padahal shalat malam diakhir waktu memiliki
keutamaan tersendiri. Namun shalat berjama'ah tetap lebih utama. Karena
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri menegakkan shalat berjama'ah
itu pada malam-malam yang telah disebutkan. Dimana beliau menghidupkan
malam-malam itu di masjid bersama manusia, sebagaimana juga telah dikisahkan
dalam hadits : "Aisyah dan yang lainnya. Maka dari itu, kaum muslimin masih
terus melaksanakannya semenjak zaman Umar hingga hari
ini.
Yahoo! Groups Sponsor |
ADVERTISEMENT
|
|
|
Pastikanlah anda untuk selalu mengunjungi http://www.assunnah.or.id
dan dapatkan didalamnya masalah-masalah penting yang harus dan perlu
anda ketahui, informasi buku-buku pilihan dan juga informasi terbaru lainnya.
Untuk berlangganan: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti langganan: [EMAIL PROTECTED]
Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
|