Terimakasih koreksinya Prof,... ADB
----- Original Message ----- From: "Koesoema" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Tuesday, October 15, 2002 12:45 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Seminar SSI96 di Yogjakarta 28-29 Agustus 2002: Rangkuman > KOREKSI: > International Stratigraphic Guide tidak mengenal satuan sbb:> Litodemik, > Pedostratigrafi dan Allostratigrafi. > Yang dikenal adalah Unconformity Bounded Unit (yang lebih deskriptif dari > Sequence Stratigraphy. > International Stratigraphic Guide 1994, memasukkan batuan igenous > metamorphic kedalam Litostratigrafi. > Yang menggunakan satuan-satuan Lithodeme, Pedostratigraphy dan > Allostratigraphy adalah American Stratigraphic Code 1984) > Wassalam > > R.P.Koesoemadinata > Jl. Raya Ciburial 17 > Dago Pakar > Bandung > telp: 022-2503995 > ----- Original Message ----- > From: "Andang Bachtiar" <[EMAIL PROTECTED]> > To: <[EMAIL PROTECTED]> > Sent: Monday, October 14, 2002 7:44 AM > Subject: [iagi-net-l] Seminar SSI96 di Yogjakarta 28-29 Agustus 2002: > Rangkuman > > > > RANGKUMAN > > > > SIMPOSIUM KAJIAN > > > > SANDI STRATIGRAFI INDONESIA 1996 > > > > Jogjakarta, 28-29 Agustus 2002 > > > > Penyelenggara: > > > > Teknik Geologi UPNVY > > > > Pengda IAGI DIY-JATENG > > > > PP IAGI > > > > > > > > > > > > 2002 > > > > > > > > DAFTAR ISI > > > > > > > > A. Hasil Rangkuman Presentasi Pemakalah > > > > B. Diskusi Lapangan > > > > C. Rekomendasi > > > > > > > > > > > > > > > > A. HASIL RANGKUMAN PRESENTASI PEMAKALAH > > > > > > > > 1. PERKEMBANGAN KLASIFIKASI STRATIGRAFI > > > > (R.P.Koesoemadinata) > > > > > > > > International Stratigraphic Guides, 1994 dan International Subcommission > for > > Stratigraphic Classification > > 1. Perkembangan klasifikasi stratigrafi dalam dunia internasional > > memperlihatkan kecenderungan untuk memisahkan kategori klasifikasi > > deskriptif dan interpretatif. Stratigrafi didasarkan pada fakta yang > > terlihat di lapangan dan tidak secara interpretatif. > > > > 2. Penamaan satuan yang bersifat interpretatif sebaiknya dihindari, > > satuan tersebut dinyatakan sebagai satuan tidak resmi (contoh: Seismik > > Stratigrafi, Sikuen Stratigrafi). > > > > 3. Kategori deskriptif dibatasi pada kriteria litologi dan kandungan > > fosilnya, sedangkan kriteria sifat-sifat fisik, kimia cenderung hanya > > dibatasi pada sifat yang dapat menentukan waktu atau umur, seperti > > paleomagnetic polarity. Satuan berdasarkan karakteristik log, penampang > > seismik tidak dapat dinyatakan sebagai satuan resmi, walaupun diakui > > keberadaannya. > > > > 4. Kategori yang bersifat interpretatif : penafsirannya dibatasi pada > > hal-hal yang menyangkut waktu/ umur. Kategori satuan stratigrafi yang > > bersifat interpretatif seperti lithogenetic units, satuan lingkungan > > pengendapan, cyclothems tidak dapat diterima sebagai satuan stratigrafi > > resmi. > > > > 5. Keberadaan satuan tidak resmi dapat diakui walaupun sangat tidak > > dianjurkan. > > > > > > > > Permasalahan stratigrafi nasional sekarang > > > > 1. Pada kebanyakan makalah dalam publikasi IPA, IAGI menggunakan nama > > tidak resmi, karena penulis umumnya tidak sanggup mengajukannya secara > > resmi, karena peraturannya sangat banyak. Hal tersebut mendorong semakin > > banyaknya satuan tidak resmi terutama dalam kalangan industri. > > > > 2. Tidak konsisten dalam penamaan formasi. Dalam satu cekungan > dinamai > > 2 atau 3 nama satuan resmi oleh peneliti yang berbeda. > > > > 3. Pada cekungan yang berbeda (yang lain), masih ada pemeta yang > > menggunakan nama formasi yang sama dengan cekungan di tempat lain. > > > > 4. Penyusunan satuan stratigrafi gunungapi dalam SSI, didasarkan pada > > genesa bukan secara diskriptif. Pembagian secara genesa tersebut > > mengakibatkan hanya berlaku untuk gunungapi Kuarter yang masih terlihat > > bentuk-bentuknya. > > > > 5. Konsep stratigrafi tradisional masih lebih banyak digunakan, > > walaupun secara eksplisit. Sikuenstratigrafi sudah tercantum dalam SSI > 1996. > > > > 6. Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 mengandung pembagian satuan yang > > bersifat diskriptif dan genetik. Hal ini berarti tidak mengidahkan anjuran > > dari International Stratigraphic Guides, 1994. > > > > > > > > Saran > > > > 1. Kita seyogyanya mengikuti Guide stratigrafi Internasional Contoh: > > Litostratigrafi, Litodemik, Magnetostratigrafi, Biostratigrafi, > > Pedostratigrafi dan Allostratigrafi. > > > > 2. Kategori satuan stratigrafi hasil pengamatan secara tegas harus > > dipisahkan dengan kategori satuan stratigrafi hasil penafsiran. > > > > 3. Namun demikian karena tuntutan berbagai kepentingan, tidak mudah > > mengabaikannya. Pada kenyataannya banyak lembaga, perorangan yang > > memanfaatkan kategori satuan stratigrafi secara interpretasi. > > > > > > > > > > > > > > > > SANDI STRATIGRAFI INDONESIA 1996 > > > > (Soejono Martodjojo) > > > > > > > > Pencantuman Satuan Stratigrafi Gunungapi (BAB 111), merupakan wujud > > keprihatinan terhadap tidak adanya wadah penamaan yang dapat dipakai untuk > > gunungapi di Indonesia. Di negara maju, sistem penamaan dalam pemetaan > > gunungapi sudah mampu memberikan sumbangan terhadap peramalan kegiatan dan > > bahayanya. > > > > > > > > v Ada keinginan dibuat unit-unit stratigrafi lainnya dalam SSI-1996, > > seperti Tektonostratigrafi, Stratigrafi Kuarter, dan lain-lain sayangnya > > draft dari para pengusul atas satuan tersebut tidak terselesaikan dalam > > batas waktunya. > > > > v Mendukung dibuatnya Lexicon Stratigrafi di Indonesia bagi > > masing-masing satuan stratigrafi. Dengan catatan bahwa Lexicon ini lebih > > bersifat literatur resmi, tetapi masih terbuka bagi perubahan sesuai > dengan > > perkembangan ilmu dan akumulasi data yang ada. > > > > v Panitia Sandi Stratigrafi Indonesia perlu dilestarikan dan diluaskan > > sehingga mencakup organisasi lain yang bersangkutan dengan stratigrafi di > > Indonesia. > > > > v Tujuan penggolongan Stratigrafi perlu menjadi bahan pertimbangan. > > > > > > > > > > > > SANDI STRATIGRAFI INDONESIA 1996: > > > > Suatu Catatan Perkembangan Sandi Stratigrafi Indonesia > > > > (Djuhaeni) > > > > > > > > v SSI-1996, merupakan hasil penambahan tiga satuan stratigrafi baru > ke > > dalam Sandi Stratigrafi Indonesia 1973. Tiga satuan stratigrafi baru: > > Satuan Litodemik, Satuan Stratigrafi Gunungapi, dan Sikuenstratigrafi, > atau > > perbandingannya : > > > > 1. SSI 1973 : memuat Litostratigrafi, Biostratigrafi, > Kronostratigrafi > > > > 2. SSI 1996 : Litostratigrafi, Biostratigrafi, Kronostratigrafi, > > Litodemik, Gunung api, Sikuen Stratigrafi. > > > > > > > > Satuan Litodemik, untuk pembagian unit batuan beku dan metamorf. Satuan > > Litodemik dibedakan dengan Satuan Litostratigrafi karena mempunyai kaidah > > yang berbeda dengan Hukum Superposisi, terutama hubungan kontak dan > > pelamparannya. > > > > > > > > v Dihimbau bagi pengguna-akademisi-pakar mineral untuk berperan > aktif, > > mengkaji ulang, mengembangkan dalam memperbaiki satuan litodemik yang > > disesuaikan dengan perkembangan, baik secara konsep maupun > > aplikasinya di Indonesia. > > > > v Satuan Stratigrafi Gunungapi, masih perlu dikembangkan, dan > > disesuaikan dengan perkembangan penerapannya di Indonesia. > > > > > > > > Satuan Sikuenstratigrafi : > > > > v Satuan Sikuenstratigrafi perlu disempumakan, misalnya untuk > keperluan > > korelasi di Ladang Migas; order parasikuen perlu dikembangkan lebih > lanjut., > > sesuai perkembangan konsep dan penerapannya di Indonesia. > > > > > > > > Sosialisasi SSI-1996 > > > > v Wacana tentang usulan Satuan Tektonostratigrafi dan Satuan > Stratigrafi > > Kuarter untuk dimasukkan ke dalam SSI-1996, sampai saat belum terwujud. > > > > v Sosialisasi SSI-1996 setelah PIT-IAGI 1996 di Bandung, kurang > mendapat > > perhatian. > > > > > > > > Perkembangan Penelitian Stratigrafi di Indonesia : 3 Era > > > > 1. Era Pra-SSI.. Satuan stratigrafi lebih didasarkan kepada kerangka > > waktu, dan penamaannya diikuti oleh kata "series" atau "beds", sebagai > > contoh Halang Series, Cidadap Beds. > > > > 2. Era SSI-1973. Ada perubahan nama, contoh "Halang Series/Beds" > > menjadi Formasi Halang. > > > > 3. Era SSI-1996. Perkembangan satuan stratigrafi sangat mencolok, > > munculnya Satuan "Sikuenstratigrafi" dan Satuan "Tektonostratigrafi". > > > > > > > > Adanya kemajuan penelitian geologi dan perkembangan tatanama satuan > > stratigrafi menimbulkan dampak kerancuan penyebutan nama satuan > stratigrafi > > dan pelamparannya : > > > > v Formasi Kujung menjadi "Kujung Time" (Kujung 1, Kujung 11, dan > Kujung > > 111), tetapi tidak jelas pemerian waktunya. Akan membingungkan lagi > > apabila yang akan datang, ada penyebutan Sikuen Kujung. > > > > v Distribusi/pelamparan Satuan Stratigrafi perlu dijelaskan lebih > > lanjut, tidak terbatas "dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000" saja, > > sehingga timbul problem "terlalu banyak nama-nama satuan litostratigrafi". > > Di sisi lain justru menimbulkan pertanyaan: "sejauh mana validitas > > pelamparan suatu formasi itu", sebagai contoh Formasi Talangakar dikenal > > dari Sumatra Selatan sampai Jawa Barat bagian Utara (NW Java Basin). > > > > v Munculnya penamaan satuan stratigrafi (Unit Allostratigrafi) yang > > mengacu kepada "Sandi Stratigrafi Asing" yang pernah muncul dalam > Procceding > > PIT-IAGI sangat tidak diharapkan untuk dikembangkan. Bila dianggap perlu, > > satuan stratigrafi yang tidak mengacu pada SSI agar diusulkan kepada > Komisi > > SSI-IAGI, untuk dimasukkan menjadi salah satu ayat dalam SSI (Pasal 12 > > SSI-1996). > > > > > > > > Untuk mengatasi kerancuan dan problematika tatanama dan penamaan satuan > > stratigrafi, Komisi SSI-IAGI perlu memperhatikan setiap perkembangan > satuan > > stratigrafi yang ada di Indonesia, dan mendokumentasikan di dalam bentuk > > "Lexicon Stratigrafi Indonesia". > > > > v Komisi SSI 1996 juga memberi peluang apabila ada usulan perubahan, > > penambahan, dan lainnya, sesuai dengan Pasal 12 SSI-1996, selanjutnya > dapat > > disampaikan secara tertulis kepada Komisi SSI, IAGI. Pembahasannya > > dilaksanakan bersamaan PIT-IAGI. > > > > v Dengan adanya kepedulian dan peran aktif para Ahli Geologi di > > Indonesia, diharapkan SSI selalu dapat mengikuti perkembangan satuan > > stratigrafi pada setiap waktu. > > > > > > > > > > > > > > > > STATUS PENERAPAN LITHOSTRATIGRAFI DALAM RENCANA PENERBITAN LEKSIKON > > STRATIGRAFI INDONESIA > > > > (Suudi Gafoer & B.H. Harahap) > > > > > > > > 1. Pada prinsipnya Leksikon yang dirintis oleh P3G mengacu pada SSI > > 1996. > > 2. Perkembangan kegiatan penelitian dan pemetaan geologi hingga kini, > > menghasilkan nama satuan stratigrafi baru yang banyak bermunculan baik > resmi > > ataupun tidak resmi. > > > > 3. Di antara nama yang diusulkan, terdapat ketidaksesuaian dengan > > kaidah-kaidah SSI, seperti perbedaan pemerian dan usulan nama yang berbeda > > untuk satuan batuan yang sama. > > > > 4. Hasil penelitian dan pemetaan geologi oleh P3G hingga kini > > menghasilakan lebih dari 2000 nama satuan batuan di Indonesia. > > > > 5. Penyusunan dan penataan kembali tatanama stratigrafi akan > dilakukan > > oleh Puslitbang Geologi dengan tahapan pertama menerapkan litostratigrafi > ke > > dalam bentuk leksikon. > > > > 6. Leksikon Stratigrafi Indonesia, menguraikan butir-butir nama > satuan, > > umur, nomenklatur/tatanama, lokasi tipe, pemerian, kandungan fosil, > hubungan > > stratigrafi, ketebalan, penyebaran, lingkungan pengendapan, tataan > tektonik, > > aspek ekonomi, catatan dan acuan, serta dilengkapi dengan peta geografi > yang > > memuat lokasi tipe masing-masing satuan. > > > > 7. Diharapkan, di masa mendatang, leksikon ini dapat diakses melalui > > suatu sistem informasi geologi. > > > > > > > > KENDALA PENERAPAN SATUAN STRATIGRAFI GUNUNGAPI > > (Sutikno Bronto) > > > > > > Ada 4 kendala penerapan satuan stratigrafi gunungapi dalam lingkup ilmu > > geologi di Indonesia : > > > > > > > > 1. Kendala Lingkup Penerapan > > > > Selama ini Satuan Stratigrafi Gunungapi hanya diterapkan pada gunungapi > > Kuarter dan aktif dan penelitian tidak begitu cepat memberikan nilai > ekonomi > > tinggi, maka sangat sedikit ahli geologi yang tertarik untuk mempelajari > > ilmu gunungapi. > > > > 2. Kendala Pendidikan Dasar Geologi > > > > Pendidikan dasar geologi belum sepenuhnya mengacu pada kondisi geologi > > Indonesia yang berhubungan dengan cekungan sedimentasi busur magma dan > > gunungapi, menyebabkan pemahaman ilmu gunungapi sangat minim. Akibatnya > Ilmu > > stratigrafi gunungapi terasa menjadi semakin sulit untuk dipelajari. > > > > 3. Kendala Kesampaian Medan > > > > Kesampaian medan gunungapi yang sangat sulit, terjal menyebabkan > keengganan > > para ahli geologi untuk melakukan penelitian di daerah gunungapi. > > > > 4. Kendala Atmosfer Penelitian > > > > Belum terciptanya atmosfer penelitian di Indonesia secara optimal, apalagi > > yang menyangkut ilmu dasar dan dalam jangka pendek tidak langsung > > berorientasi ke ekonomi. > > > > > > Adanya kendala-kendala tersebut " Para ahli geologi Indonesia semakin > tidak > > memahami kondisi geologinya sendiri". Di masa mendatang, sangat mungkin > ahli > > geologi luar negeri akan menjadi lebih tahu geologi gunungapi Indonesia > dan > > lebih mampu/ cepat memanfaatkan potensi sumber daya geologi Indonesia > > daripada 'tuan rumah'nya. Akhirnya kita hanya akan menjadi penonton/ > > pelayan di negaranya sendiri. Apakah kita ingin seperti itu nantinya? > > > > > > Usaha Penyelesaian: > > > > > > 1. mendorong iklim penelitian pemanfaatan sumber daya gunungapi yang > > diawali dengan penelitian-penelitian dasar geologi gunungapi, > > > > 2. memperluas lingkup penerapan satuan stratigrafi gunungapi hingga > > batuan berumur Tersier atau yang lebih tua, > > > > 3. mengubah secara bertahap bahan pendidikan dan pengajaran geologi > > disesuaikan dengan kondisi geologi Indonesia, serta > > > > 4. memperkenalkan dasar-dasar geologi Indonesia kepada guru dan anak > > didik sejak pendidikan dasar hingga menengah atas. > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > POSISI SIKUENSTRATIGRAFI DI DALAM SSI 1996: > > > > BEBERAPA PERSOALAN YANG TIMBUL > > > > (Wartono Rahardjo) > > > > > > > > Konsep Sikuenstratigrafi telah banyak diterapkan dan terbukti mampu > > memecahkan sejumlah masalah eksplorasi / produksi pada industri minyak dan > > gas bumi. > > > > > > > > Pendekatan > > > > > > v Analisis stratigrafi dengan pendekatan Litostratigrafi prinsipnya > > berdasarkan pemerian lapisan yang diamati. Penafsiran didasarkan atas > > kriteria yang teramati, yang sekaligus menjadi pembatas dari penafsiran > > tersebut. Kriteria tersebut bisa bersifat litologi (Litostratigrafi), > fosil > > (Biostratigrafi) atau kombinasi keduanya sehingga muncul satuan > > Kronostratigrafi dan Geokronologi. > > > > v Analisis Sikuenstratigrafi mulanya juga bersifat deskriptif seperti > > pada Litostratigrafi namun kemudian telah berkembang menjadi ilmu yang > > sangat deterministik bahkan bersifat prediktif. > > > > > > > > Beberapa Perubahan Pada Konsep Dasar > > > > Ada beberapa konsep dasar Litostratigrafi yang tidak sesuai lagi bila > > diterapkan dalam pembahasan Sikuenstratigrafi, sehingga perlu pandangan > baru > > dalam pemahaman konsep-konsep dasar yang ada di dalam Litostratigrafi. > > > > > > > > Permasalahan Sikuenstratigrafi dalam SSI 1996 > > > > Secara eksplisit sikuenstratigrafi sudah tercantum dalam SSI 1996, namun > > dalam praktek belum banyak digunakan, terutama pada penelitian geologi > > permukaan. Konsep stratigrafi tradisionil masih lebih banyak digunakan. > > > > > > > > Kesimpulan > > > > > > > > 1. Pendekatan Sikuenstratigrafi yang berakar dari Seismikstratigrafi > > secara nyata telah membenkan hasil yang lebih baik dalam penafsiran > > stratigrafi detail daripada pendekatan stratigrafi konvensional.. > > > > 2. Banyak praktisi geologi non stratigrafi menjadi ketakutan dan > enggan > > mendalami Sikuenstratigrafi karena banyaknya istilah baru yang khas > > Sikuenstratigrafi. > > > > 3. Keberadaan ketidakselarasan dalam berbagai ujudnya sangat penting > > dalam Sikuenstratigrafi tetapi masih kurang diperhatikan peranannya pada > > satuan stratigrafi yang lain, terutama pada satuan Litostratigrafi. > > > > 4. Saran yang dapat diajukan sebagai akibat dari diakuinya Satuan > > Sikuenstratigrafi adalah perbaikan dalam pendefinisian dari korelasi > (pasal > > 7 SSI 1996) serta penambahan pasal tentang ketidakselarasan. > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > Litostratigrafi vs Biostratigrafi di Cekungan Kutai Hilir : Masukan bagi > > Penyempurnaan SSI'96 > > > > (Andang Bachtiar) > > > > > > > > Perlunya tinjauan ulang penggunaan litostratigrafi untuk menerangkan > > stratigrafi endapan delta di semua cekungan di Indonesia, terutama apabila > > dimensi deltanya ekivalen dengan Delta Mahakam purba. Hal ini menjadi > sangat > > penting karena keragaman fasies litologi endapan delta, baik secara > lateral/ > > vertikal yang diakibatkan oleh proses naik-turunnya muka air laut relatif > > dapat sangat ekstrim, yaitu dari dominan batupasir fluvial sampai ke > endapan > > laut dalam, sehingga satu penamaan formasi saja tidak cukup untuk > memerikan > > stratigrafinya. > > > > > > > > > > > > > > > > Kontribusi Seismik Stratigrafi pada Pembenahan "Satuan Resmi Bawah > > Permukaan" Sandi Stratigrafi Indonesia 1996. > > > > (Awang H. Satyana & Brahmantyo K. Gunawan) > > > > > > > > 1. SSI 1973 dan 1996, kurang mengakomodasi masalah stratigrafi bawah > > permukaan. > > > > 2. SSI 1996 telah memuat Satuan Sekuen Stratigrafi, tetapi belum > > berdasarkan kepada data bawah permukaan khususnya data seismik. > > > > > > > > Kesimpulan dan Saran Untuk Pembenahan Satuan Bawah Permukaan SSI 1996 > > > > > > > > 1. Bab I Pasal 11 : Satuan Resmi Bawah Permukaan (dalam Asas-Asas > Umum) > > > > Evaluasi: pasal ini perlu ditinjau lagi khususnya tentang bahasan satuan > > bawah permukaan. > > > > 2. Bab II Pasal 20 : Satuan Resmi Bawah Permukaan (dalam Satuan > > Litostratigrafi) > > > > Evaluasi: pasal ini perlu ditambahkan data seismik sebagai persyaratan > > tambahan. > > > > 3. Bab V Satuan Sekuen Stratigrafi > > > > Evaluasi: Bab ini perlu ditambahkan bahwa pemakaian data seismik (data > bawah > > permukaan) harus menjadi salah satu aturan di dalam satuan > > sekuenstratigrafi. > > > > 4. Perlu disediakan aturan-aturan di dalam SSI yang mengakomodasi > > secara lebih lengkap Satuan Bawah Permukaan. > > > > 5. Dengan semakin luasnya cakupan eksplorasi minyak dan gasbumi, > > pentingnya dalam pemahaman evolusi cekungan sedimen / penelusuran > > formasi-formasi yang produktif maka data bawah permukaan sudah saatnya > kalau > > mendapatkan perhatian lebih di dalam SSI 1996. > > > > 6. Perlu komisi khusus yang akan mengkoordinasi semua kritik dan > saran > > dari masyarakat geologi Indonesia tentang hal ini dan mengolahnya sehingga > > SSI revisi mencapai hasil yang optimal. > > > > > > > > > > > > B. HASIL DISKUSI > > > > > > > > 1. Dunia industri sering menggunakan data sifat fisika batuan yang > > bersifat interpretatif ( seismik, log) dalam pembagian satuan stratigrafi. > > Dengan berbagai pertimbangan data diskriptif satuan batuan seringkali > belum > > didapatkan. Satu-satumya cara adalah memanfaatkan perangkat yang ada untuk > > melakukan pendeteksian dalam pembagian satuan. Untuk itu agar pembagian > > satuan stratigrafi secara interpretatif (seperti dengan data seismik, log, > > dll.) tetap diterima. > > > > > > > > 2. Diakui oleh anggota Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia bahwa > > pencanangan SSI 1996 di Bandung terasa kurang greget dan kurang > mendapatkan > > respon yang memadai bahkan blueprintnya pun belum tercetak. Agar Sandi > > Stratigrafi Indonesia 1996 disosialisasikan lebih luas. > > > > > > > > 3. Pada kenyataannya syarat-syarat pembakuan satuan resmi stratigrafi > > terlalu rumit (pasal 19; 20, SSI 1996) sehingga banyak peneliti yang > enggan > > mengangkat satuan stratigrafi daerah yang ditelitinya menjadi satuan > resmi, > > hanya sebagai satuan tak resmi (pasal 4; 5; 14, SSI 96). > > > > > > > > 4. Paper bidang geologi di berbagai media publikasi mengindikasikan > > ketidak seragaman kaidah dalam penulisan berkaitan dengan stratigrafi. > Baik > > paper bidang kebumian internal dalam masyarakat geologi (MGI; Majalah > FOSI; > > Berita IAGI, Prosiding PIT IAGI) maupun penerbitan profesional terkait > > (Prosiding IPA; API; HAGI; IMA) seyogyanya berpatokan pada SSI 1996. Oleh > > karena itu PP IAGI hendaknya mendorong dan mengusulkan agar Sandi > > Stratigrafi Indonesia 1996 menjadi pedoman bagi penyusunan stratigrafi > oleh > > para penulis, redaksi buletin majalah kebumian. > > > > > > > > 5. Agar IAGI mengusulkan SSI sepatutnya diputuhi oleh dunia industri > > (perminyakan, pertambangan, airtanah dll. Terkait). Melalui Badan > Pelaksana > > Migas PP IAGI dapat mengusulkan hal tersebut. Jika perlu bahkan menjadi > > bagian/persyaratan perundangan di bidang Industri bidang kebumian yang > > beroperasi di Indonesia. > > > > > > > > 6. Akhir-akhir ini banyak peneliti berkesempatan menyusun Leksikon > > stratigrafi. Penyusunan Leksikon tersebut yang dilakukan baik oleh > beberapa > > ahli geologi dan atau institusi agar mengacu pada SSI 1996 dan > > didikoordinasi oleh PP IAGI. > > > > > > > > 7. Keberadaan prosedur amandemen SSI (pasal 12) memberi peluang > > penyempurnaan SSI dari tahun ketahun. PIT IAGI merupakan wadah yang tepat > > untuk ini sebagaimana tertera dalam pasal tersebut. Pengaktifan dan > > pengembangan Komisi Stratigrafi Indonesia, merupakan hal penting dalam > > melakukan pembenahan SSI didasarkan pada perkembangan geologi. Untuk tahap > > awal Komisi SSI sekarang dapat menyiapkan rencana kerja termasuk merangkum > > saran, usulan dan kritik, perbaikan dan aspirasi berkenaan dengan SSI. > Untuk > > itu agar PP IAGI memfasilitasi pertemuan secara berkala demi penyempurnaan > > dan sosialisasi SSI dan Leksikon Stratitrafi Indonesia. > > > > > > > > 8. Untuk itu seyogyanya kita pergunakan SSI 1996 secara konsisten > > sebagaimana teratur di dalamnya. Apa lagi International Subcommission for > > Stratigraphic Classification menyerahkan masalah stratigrafi pada Kode > > Stratigrafi Nasional masing-masing negara, sesuai dengan kebutuhan > > masing-masing. > > > > > > > > > > > > C. REKOMENDASI > > > > > > > > 1. Diadakan sesi khusus tentang SSI dalam PIT IAGI di Surabaya, > antara > > 1 - 1,5 jam. > > > > 2. SSI 1996 diperbanyak dan dibagikan bagi para ahli geologi, > mahasiswa > > geologi dan ilmu serumpun di dalam lingkup Ilmu kebumian (jika perlu). > > > > 3. Leksikon Stratigrafi Indonesia dikoordinasikan oleh IAGI. > > > > 4. SSI agar menjadi acuan bagi penulisan profesional/publikasi ilmiah > > geologi dan penerbitan profesional kebumian lainnya yang terkait, dan > > dipatuhi oleh penulis, redaksi publikasi, mahasiswa. > > > > 5. Pengaktifan kembali Komisi SSI. > > > > 6. Mendorong pembuatan Leksikon Stratigrafi Indonesia yang berbasis > > SSI. > > > > 7. Memanfaatkan SSI secara konsisten sebagaimana tersurat dalam Sandi > > tersebut. > > > > 8. SSI menjadi salah satu aturan dalam kesepakatan Kontrak Karya. > > > > > > > > > > --------------------------------------------------------------------- > > To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] > > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ > > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi > > ===================================================================== > > Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention > > September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA > > > > > --------------------------------------------------------------------- > To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi > ===================================================================== > Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention > September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA > > > --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi ===================================================================== Indonesian Association of Geologists [IAGI] - 31st Annual Convention September 30 - October2, 2002 - Shangri La Hotel, SURABAYA