Mas Noor,

Jadi ingin mengomentari untuk masalah interpretasi citra Radar, karena saya
dulu pernah juga mengalami dan berdebat cukup seru dengan para field
geologist mengenai posisi. Jadi sebenarnya kebanyakan masalah kesalahan
posisi pada interpretasi citra Radar/ satelit adalah karena data Radar/
satelit tersebut belum di orthorektifikasi.

Orthorektifikasi adalah proses memposisikan kembali citra sesuai lokasi
sebenarnya. Khusus data radar karena diambilnya pada posisi miring (side
looking) maka terjadi distorsi posisi yang sangat besar. Oleh sebab itu
perlu diproses terlebih dahulu supaya posisinya tersebut benar. Demikian
juga untuk data citra satelit, Foto Udara dan sejenisnya. Kalau jaman dahulu
proses tersebut lama dan mahal, saat ini kita bisa lakukan secara digital
dengan software pengolahan citra kebanyakan.

Nah , kita sebagai geologis apakah sudah melakukan hal tersebut
(orthorektifikasi) pada citra yang sedang kita interpretasi ? Jika belum
berarti siap-siap saja berdebat dengan orang yang melakukan pemetaan di
lapangan. Belum lagi persoalan sistem koordinat dan sistem proyeksi yang
berbeda-beda digunakan.

Memang persoalan Orthorektifikasi dan penggunakan sistem kartografi adalah
domain utamanya rekan2 kita dari Geodesi, namun bukankah kita perlu tahu
lebih banyak mengenai hal tersebut supaya perhitungan cadangan yang
dilakukan bisa lebih akurat dan tidak perlu terjadi perdebatan yang
berlarut-larut.

Wassalam, semoga bermanfaat.

Aria


----- Original Message -----
From: "SYARIFUDDIN Noor" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, June 06, 2003 8:54 AM
Subject: [iagi-net-l] Positioning - Resend


> Mas Bambang,
> Tepat sekali, pernah kejadian juga ribut antara orang lapangan dan orang
> kantor (yang nggak ke lapangan). Yang di lapangan bilang well-head (sumur
> lama) ada di sebelah barat bukit, sementara yang di kantor (berdasar citra
>
> radar) ngomong ada di sebelah timurnya...he...he..he..he..
>
> Mengamati hasil plot kita waktu itu ada beberapa source yang membuat
> overlapping itu (jadi tidak semata-mata karena beda proyeksi), diantaranya
>
> :
>
> - keterbatasan alat pada saat kontrak didefinisikan (bisa membayangkan toh
>
> 'error'nya kalau batas blok-nya diturunkan dari peta skala kecil, secara
> manual lagi....)
> - perbedaan peta dasar yang dipakai (tentunya ini urusan konsistensi)
> - penggunaan batas alam (sungai, garis pantai etc yang ternyata berubah
> posisinya seiring dengan jalannya waktu)
> - human error (typo, salah pick point etc)
> - adanya pembulatan angka koordinat
>
> Seperti kita ketahui batas blok itu didefinisikan dalam lat-long (bukan
> UTM atau x, y).  Kalau data itu diturunkan dari peta yang sama sejak dari
> awal, maka kesalahan harusnya akan sistematik (konsisten). Dengan demikian
>
> kalau diplot pada SATU peta dengan proyeksi yang SAMA, seharusnya tidka
> saling overlapping (kecuali karena kesalahan-kesalahan tersebut di atas).
>
> Kesalahan tsb bisa sejak mulai waktu kontrak diteken atau pada saat
> relinquishment. Dan kita tahu semua ini dituangkan dalam 'legal document'
> yang kadang-kadang sampai level 'presidential decree', jadi TIDAK MUDAH
> untuk membetulkannya.......jadi kebanyakan coy 'melupakannya' dan berharap
>
> tidak akan ada 'dispute' karena ada discovery.
>
> Sebagai hasil kesepakatan waktu forum explo di SBY tahun lalu beberapa hal
>
> sudah disepakati untuk mengurangi problem di masa depan (sedikit telat
> kali ya...industri minyak kita khan udah lewat 1 abad......) :
>
> - menghindari penggunaan batas alam
> - koordinat harus bulat dalam ukuran menit
> - garis batas baru harus horizontal atau vertikal (tidak ada yang miring,
> kecuali untuk batas lama)
> - pencantuman system geodesi pada kontrak2 baru
>
> Yang paling parah ya terutama untuk data yang sifatnya diskret dan
> multiple source dari beberapa perusahaan (misalnya data lokasi
> sumur).........yang ini jelas susah untuk digaransi akurasinya karena
> masing-masing memakai system yang berbeda dan jarang sekali dijelaskan
> system apa yang dipakai dan parameter transformasinya...... (so far kita
> sudah identifikasi ada sekitar 25 geodetic system yang dipakai di
> Indonesia). Beda proyeksi bisa menghasilkan beda lokasi dari ukuran meter
> sampai ratusan meter (tergantung posisi relatif terhadap ekuator dan
> central meridiannya).
>
>
> salam,


---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Reply via email to