On Wed Dec 24 10:38:27 2003, "argo" <[EMAIL PROTECTED]> wrote :

> CATATAN AKHIR TAHUN PERTAMBANGAN
> 
> Di bidang sektor pertambangan umum mengalami stagnasi kegiatan investasi 
> selama lebih dari 4 tahun. Permasalahan yang dialami sektor ini lebih 
rumit 
> dibandingkan migas. Masalah tumpang tindih lahan pertambangan dengan 
> ketentuan UU Kehutanan No. 41/1999 merupakan isu yang tak pernah 
> terselesaikan. 
> 
> Sikap pemerintah terbagi dua, setuju dan menolak hal tersebut. DPR pun 
> tidak bersedia mengeluarkan keputusan politis karena menganggap masalah 
ini 
> merupakan “bola” panas yang harus diselesaikan sendiri oleh pemerintah. 
> Selain masalah kepastian hukum, sektor ini juga mengalami banyak masalah 
> seiring dengan pemberlakuan Otonomi Daerah, masalah perpajakan, 
> pertambangan liar, dan lainnya. Sekali lagi , pemerintah tidak mampu 
> melakukan tindakan tegas untuk menyelesaikan masalah-masalah 
> tersebut. “Masalah yang dialami sektor pertambangan sangat kompleks, 
tidak 
> bisa diselesaikan oleh departemen ini sendiri, karena menyangkut 
kebijakan 
> sektor lain,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo 
> Yusgiantoro ketika itu. 
> 
> Ketidakkompakan pemerintah juga terlihat dari penyelesaian divestasi PT 
> Kaltim Prima Coal (KPC). Setelah tim penanganan divestasi bolak balik 
dari 
> Kantor Kementerian BUMN ke Departemen ESDM, akhirnya wajah pemerintah 
> seolah dipermalukan dengan dialihkannya seluruh saham KPC oleh pemiliknya 
> yakni Sangatta Holding Limited dan Kalimatan Coal Limited kepada 
perusahaan 
> lokal PT Bumi Resources Tbk, dengan transaksi yang dilakukan di luar 
> negeri, dengan harga sangat murah, yakni US$ 500 juta. Padahal, harga ini 
> jauh di bawah patokan yang ditetapkan pemerintah, yakni US$ 822 juta. 
> Tak semua peristiwa sektor pertambangan dan migas muram selama 2003. Di 
> lantai bursa, kinerja emiten sektor pertambangan cukup berkibar. Bahkan 
> boleh dikatakan merupakan primadona sepanjang 2003. 
> 
> Gebrakan yang cukup menghentakkan lantai bursa dilakukan oleh PT Bumi 
> Resources Tbk (BUMI) yang dengan sukses mengakuisisi seluruh saham 
> perusahaan tambang batubara paling potensial, PT KPC dari pemegang saham 
> lama, yakni Sangatta Holding Limited dan Kalimatan Coal Limited. 
> 
> BUMI yang semula merupakan emiten yang kurang dilirik investor, karena 
> pergerakan sahamnya yang tidak likuid, kini menjadi perusahaan yang 
> diperebutkan. Lihat saja harga sahamnya yang semula hanya Rp 20 per 
lembar 
> saham menjadi Rp 325 per lembar, meskipun telah dua kali harus mengalami 
> suspend. 
> 
> Gebrakan yang dilakukan BUMI tidak saja karena berhasil memperoleh 
> perusahaan “emas” dengan harga murah, namun juga proses pembelian itu 
> dilakukan saat hiruk-pikuk penyelesaian divestasi KPC yang tak kunjung 
> selesai di tangani pemerintah. “BUMI tanpa KPC tidak berarti apa-apa. 
> Karena itu, segala hal yang berkaitan dengan KPC menjadi isu yang rentan 
> bagi BUMI,” kata analis BNI Securities Norico Gaman. 
> 
> Saham BUMI juga makin berkibar saat harga batubara dunia mengalami 
> peningkatan cukup tajam dari US$ 28-29 per ton menjadi US$ 38-39 per ton. 
> Kenailan harga batubara dunia ini juga menguntungkan PT Tambang Batubara 
> Bukit Asam (PTBA). Dengan target produksi 10 juta ton hingga akhir tahun 
> 2003, diperkirakan pendapatan perusahaan mencapai Rp 2,3 triliun. 
> 
> Secara umum, harga sejumlah komoditas pertambangan memang mengalami 
> peningkatan, seperti nikel, timah, juga minyak mentah. Hal ini pula yang 
> membuat kinerja PT. Inco International (INCO), PT. Medco Energy 
> International (MEDC) bahkan PT Timah Tbk (TINS) yang tahun lalu mengalami 
> kerugian, tahun ini berhasil membukukan laba. Menurut analis, penguatan 
> harga akan terus berlangsung hingga tahun mendatang. Itu artinya, 
pemegang 
> saham emiten di sektor ini bisa tersenyum lega, karena sejumlah deviden 
ada 
> di depan mata.* 
> 
> CATATAN AKHIR TAHUN MIGAS
> 
> “Warna” sektor migas yang paling menonjol adalah dengan beralihnya status 
> Pertamina menjadi sebuah persero sejak 17 September 2003. Perubahan 
mungkin 
> bisa dianggap sebagai hal yang biasa, namun menjadi tidak biasa pada saat 
> perubahan itu diikuti pula oleh pergantian seluruh jajaran direksi dan 
> komisaris secara mendadak. 
> 
> Banyak kalangan menilai, pergantian sesungguhnya menjadi hal yang biasa 
> apabila sang pengganti merupakan sosok yang dinilai tepat. Baihaki Hakim, 
> orang yang selama ini dianggap bersih dicopot dari jabatannya dan 
> digantikan oleh Ariffi Nawawi, tokoh yang dianggap sebagian orang masih 
> bermasalah dengan kasus mark up di kilang Balongan. 
> 
> Hal yang menarik perhatian juga munculnya sejumlah pejabat negara dalam 
> jajaran komisaris Pertamina, seperti Menneg BUMN Laksamana Sukardi, 
Deputi 
> Menneg BUMN Roes Aryawijaya, Kepala BPPN Syaffrudin TEmenggung. Inilah 
yang 
> menimbulkan spekulasi bahwa keberadaan mereka tak lebih sebagai alat 
untuk 
> mendapatkan sumber dana bagi kas partai politik tertentu. 
> 
> Gebrakan awal yang dibuat direksi barupun terbilang cukup berani, yakni 
> mengkaji ulang seluruh program investasi yang dibuat direksi sebelumnya, 
> termasuk membatalkan rencana penerbitan obligasi PT Pertamina Tongkang, 
> karena dinilai tidak ekonomis. 
> 
> Berubahnya status Pertamina juga berarti hilangnya sejumlah previlege 
yang 
> sebelumnya diberikan pemerintah. Untuk mendapatkan lahan migas, misalnya, 
> Pertamina harus melewati proses tender sebagaimana perusahaan lainnya 
> sebelum mendapatkan lapangan tersebut. 
> 
> Alhasil dari sekian banyak sukses pemerintah melakukan tender lapangan 
> migas, tak satu pun dimenangkan Pertamina. Bahkan, untuk lapangan yang 
> ditawarkan di luar mekanisme penawaran resmi pun, seperti Blok Palmerah 
di 
> Jambi yang konon dulu sempat diminati Pertamina, juga tidak dapat 
> diperolehnya. 
> 
> Yang menarik, suara Iin Arifin sebagai Dirjen Migas, harus bertentangan 
> dengan suara beliau sebagai Komisaris Pertamina. “Boleh-boleh saja pak 
Iin 
> sebagai Dirjen mengatakan tidak setuju, tapi sebagai komisaris harus ikut 
> keputusan Dewan komisaris,” kata Roes. 
> 
> Walaupun kemudian isu nasionalis diusung jajaran komisaris, namun tidak 
> mengubah keputusan Departemen ESDM untuk melakukan tender. Dan hasilnya 
> bisa ditebak, lagi-lagi Pertamina gagal memperoleh blok Palmerah karena 
> tidak mengikuti tender. Belum lagi tantangan dari sisi hilir yakni bidang 
> distribusi dan pemasaran BBM yang nantinya tidak akan dipenuhi oleh 
pesaing 
> dari perusahaan perusahaan migas skala Internasional. Tercatat nama-nama 
> seperti BP, Caltex dan lainnya dikabarkan tengah merintis usaha 
pembangunan 
> SPBU di dalam negeri. Namun, peralihan tersebut tetap disikapi secara 
> optimis oleh Pertamina. Sejumlah jurus telah disiapkan, diantaranya 
> memperkuat jaringan di sektor hilir dan memfokuskan kegiatan profit 
> oriented. *
> 
> CATATAN AKHIR TAHUN ENERGY
> 
> Memasuki 2003 pemerintah memberi dua kado yang cukup membebani rakyat, 
> berupa keputusan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) dan harga jual Bahan 
> Bakar Minyak (BBM) dalam negeri. Keputusan TDL dituangkan dalam Keppres 
No 
> 89 tahun 2002 yang menyatakan bahwa TDL 2003 mengalami kenaikan rata-rata 
> sebesar 6% setiap triwulan, masing-masing diberlakukan pada 1 Januari, 1 
> April, 1 Juli dan 1 Oktober. Kenaikan juga akan terus dilakukan hingga 
> tarif listrik mencapai nilai keekonomiannya, yang diperkirakan hingga 
akhir 
> 2005. 
> 
> Berbeda dengan TDL 2002, kenaikan kali ini berlaku untuk semua golongan 
> konsumen, termasuk rumah tangga kecil (R1) 450 VA. Namun, dalam 
> perjalanannya, TDL tahap IV dibatalkan pemerintah atas rekomendasi DPR 
> karena PLN dinilai telah mencapai penjualan harga ekonomis yakni US$ 7 
cent 
> per kwh. Bahkan, keputusan itu akan tetap dipertahankan hingga tahun 2004 
> mendatang. 
> 
> Entah kebetulan atau tidak, tak lama setelah pembatalan tersebut, 
> pemerintah --melalui kementerian BUMN -- memberhentikan Komisaris Utama 
> PLN, Luluk Sumarsono, yang juga Dirjen Listrik dan Pertambangan dan 
Energi. 
> Beredarlah isu bahwa pencopotan tersebut karena sosok Luluk dianggap 
tidak 
> mendukung program PLN. Ambil contoh rencana penerbitan obligasi PLN serta 
> kenaikan TDL tahap IV yang dibatalkan itu. 
> 
> Padahal dengan pembatalan kenaikan TDL, PLN kehilangan potensi pendapatan 
> sebesar Rp 800 miliar. Sementara, kebijakan harga BBM ketentuan 
> pemberlakuan harga fluktuatif mengikuti harga Mid Oil Platts Singapore 
> (MOPS) plus 15% hanya bertahan dua bulan saja, karena akhirnya pemerintah 
> mengeluarkan surat keputusan bersama yang menetapkan harga BBM 
diberlakukan 
> tetap, menyusul meroketnya harga minyak dunia. 
> 
> Alasan pemerintah memecat Luluk adalah agar Luluk sebagai regulator tidak 
> tumpang tindih dengan Luluk sebagai player (pemain). Dan Luluk menjadi 
> Dirjen pertama yang dipecat dalam jabatan komisaris BUMN. Padahal dalam 
> kasus lain, Menneg BUMN juga merangkap jabatan sebagai komisaris utama 
> Pertamina. 
> 
> Namun, bukan berarti PLN juga dapat melenggang mengeluarkan kebijakannya. 
> Nyatanya PLN masih merasa terbebani dengan kebijakan pemerintah lainnya 
> yang dianggap menghambat kinerja PLN. Sebut saja mengenai rencana 
> unbundling (pemecahan aset) yang akan dilakukan pemerintah, menyusul 
> diberlakukannya UU Ketenagalistrikan. 
> 
> Ketentuan ini mendapat tentangan yang cukup keras dari serikat pekerja 
PLN, 
> bahka sempat diikuti ancaman mogok. Belum lagi kebijakan yang telah 
> dilakukan seperti ketentuan harga BBM, perpajakan, penjaminan pinjaman, 
dan 
> lainnya. Solusi masalah ini tentunya harus dilakukan pemerintah secara 
> komulatif, karena menyangkut lintas sektoral. 
> 
> Jika terdapat kekompakan pemerintah menangani masalah, terbukti 
membuahkan 
> hasil. Contohnya saat pemerintah melalui Tim Keppres 133 yang 
beranggotakan 
> berbagai menteri berhasil menuntaskan renegosiasi 26 dari 27 kontrak 
> listrik swasta dengan menekan harga jual listrik serta melanjutkan proyek 
> tersebut dengan angka penghematan US$ 5,5 miliar pada Juli 2003.*
> 
> 
> 
> 
> 
> 

---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke