IAGI diwakili oleh KETUM dan Pak Sofyadi (Sekretaris Dewan Sertifikasi IAGI) berpartisipasi dalam Rapat tersebut diatas pada: Jumat, 30 April 2004, Jam 09.00 - 12.00 di Auditorium lt. X Gd. Setjen DESDM, Jl. Merdeka Selatan No.18.
Rapat tersebut adalah dalam rangka menyamakan persepsi tentang standar kompetensi dan sertifikasi kompetensi tenaga teknik di bidang energi dan sumber daya mineral. Kesamaan persepsi tsb diperlukan untuk menentukan kegiatan apa yang dapat diselenggarakan (dibiayai) oleh pemerintah cq. Dep. ESDM dan oleh ikatan profesi. Tuan rumah dalam rapat ini adalah Sekjen DESDM Bpk. Luluk Sumiarso. Dari asosiasi profesi hadir: IAGI, IATMI, PERHAPI, dan IATKI (Ikatan Ahli Teknik Kelistrikan Indonesia). Dalam rapat tersebut IATKI mengungkapkan dalam presentasi yang membanggakan bahwa sejak terbentuk tahun 2002(?), anggota mereka sudah mencapai 3000 orang ++ (?) yang sekaligus juga memperoleh sertifikasi. Asosiasi ini memang terbentuk karena kebutuhan untuk mendapatkan standard keahlian berupa sertifikat bagi para profesional Teknik Kelistrikan. Jadi wajar saja, baru beberapa tahun terbentuk anggotanya sudah ribuan dan otomatis tersertifikat semua. Kebutuhan akan tenaga profesional kelistrikan yang tersertifikat ini memang sangat dirasakan penting karena urusan bangun-bongkar-pasang listrik ini merupakan urusan sehari-hari dan menyangkut kepentingan/kebutuhan nyata orang banyak. Menggaris-bawahi sukses IATKI tersebut, Sekjen ESDM (yang bekas Dirjen Kelistrikan) menekankan bahwa memang seharusnyalah Asosiasi Profesi yang melaksanakan program sertifikasi bagi para profesional anggotanya; bukan pemerintah, bukan pula lembaga-lembaga diklat ataupun perguruan tinggi. Dengan demikian Sekjen menegaskan bahwa anggaran-anggaran yang diajukan oleh Ditjen maupun Direktorat-2 dibawah ESDM seharusnya tidak memasukkan anggaran untuk program sertifikasi di dalamnya. Lembaga-lembaga DIKLAT dibawah ESDM (PPTMGB Cepu, Diklat Geologi di Bandung, Diklat Batubara,... dsb) maupun apalagi Lembaga-lembaga penelitian (Lemigas, Pusltibang Geologi, PPGL, TEKMIRA, ... dsb) tidak dapat lagi membuat program sertifikasi didalam rencana kerjanya APALAGI meminta dana/anggaran untuk itu. Beberapa keberatan diajukan oleh PPTMGB Cepu, Direktorat Batubara, ..... dan beberapa yang lain tentang belum siapnya Asosiasi Profesi menangani itu semua. Khususnya untuk MIGAS, pembuatan sertifikat-sertifikat ahli pemboran, juru-ledak, dsbnya: sampai sekarang belum ada tindakan nyata dari asosiasi profesi untuk melaksanakannya, baik PII, IATMI, ataupun yang lainnya. Tentunya Cepu tidak bisa menghentikan begitu saja kegiatannya sementara kebutuhan standarisasi itu terus ada, karena menyangkut aspek safety dan keberhasilan bisnis operasi yang notabene juga kepentingan pemerintah sebagai pemegang hak mineral/konsesi. Wakil dari IATMI menegaskan bahwa mereka sampai saat ini masih berkutat dengan "persiapan" sertifikasi tersebut, tetapi hanya mengambil porsi tenaga-tenaga "high-level-skill" semacam Drilling Engineer, Production Engineer, Reservoir Engineer, dsbnya. Untuk tenaga-tenaga menengah-kebawah macam Driller, Juru-Ledak tadi,..... mereka angkat tangan. Nah,.... sementara belum ada Asosiasi Profesi yang siap mengambil alih itu, maka PPTMGB Migas akan terus jalan dengan memberikan sertifikasi tersebut. Khusus untuk IAGI, Ketum dan Pak Sofyadi mengungkapkan bahwa IAGI sudah memberikan sertifikasi untuk Ahli Geologi Perminyakan tetapi minat dari kalangan anggota terbatas pada lingkungan lembaga penelitian dan independen consultant saja. Sementara untuk anggota yang sudah dan akan bekerja di KPS-KPS mereka tidak terlalu tertarik untuk mendapatkan sertifikasi tersebut karena sampai saat ini KPS-KPS masih mengandalkan pada sistim screening dan monitoring profesional internal mereka pada recruitment dan sekaligus penilaian performance kerja. Meskipun demikian IAGI optimis, dengan makin maraknya independent oil company tumbuh di Indonesia (instead of mayor oil companies), maka sertifikasi itu akan makin dibutuhkan pasar. Demikian juga dengan makin maraknya dunia konsultan independen di bidang geologi migas, maka akan makin banyak orang yang mengambil sertifikasi tersebut. Selain itu IAGI juga membeberkan bahwa program sertifkisasi untuk AHLI GEOLOGI BATUBARA dan AHLI GEOLOGI TEKNIK sedang berjalan, dan direncanakan untuk diluncurkan pemberian sertifikatnya pada PIT-33 mendatang di BANDUNG. Apakah dengan demikian IAGI tidak membutuhkan dana bantuan dari pemerintah lagi untuk program sertifikasinya?? Ooo,... kalau memang dimungkinkan, IAGI masih tetap mengharapkan adanya bantuan pemerintah dalam menge-goal-kan program tersebut. Untuk itu diberikan jalan keluar, yaitu dengan memasukkan proposal SOSIALISASI SERTIFIKASI GEOLOGIST BATUBARA ke Direktorat BAtubara DGSDM, dimana nantinya IAGI dapat "membonceng" anggaran Direktorat tsb apabila mengadakan sosialisasi tentang hal tsb ke daerah-daerah. (Proposal sudah dimasukkan, tapi sampai sekarang belum pernah ada realisasi pendanaannya). Demikianlah cerita partisipasi IAGI dalam rapat penyamaan persepsi tersebut. Paling tidak dengan mengikuti rapat tersebut IAGI telah ikut berkontribusi kepada DESDM untuk meyakinkan langkah mereka dalam pembuatan program dan anggaran,.... yaitu supaya tidak ada lagi program-anggaran aneh-aneh yang diusulkan oleh jajaran tsb,... apalgi yang menamakannya sebagai program-anggaran SERTIFIKASI PROFESI. Salam ADB