Sdrk Taufik

Hatur nuhun

Si Abah>

Abah, ini saya kutipkan bahasa orang LSM,
>
> D E K L A R A S I   A G U S T U S A N
>>
>> CUKUP SUDAH!
>> Hentikan Investasi Baru Pertambangan Besar yang
>> Menista Rakyat
>>
>> Lagipula, siapakah yang bisa mengembalikan lagi
>> kekayaan Indonesia yang
>> diambil oleh mijnbedrijven partikelir, yakni
>> perusahaan-perusahaan
>> partikelir, sebagai timah, arang batu dan minyak.
>> Siapakah nanti yang bisa
>> mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan tambang itu?
>> Musnah-musnahlah
>> kekayaan-kekayaan itu buat selama-lamanya bagi
>> pergaulan hidup Indonesia,
>> masuk ke dalam kantong beberapa pemegang andil
>> belaka! (Soekarno, Indonesia
>> Menggugat 1961)
>>
>> Kami menyatakan keprihatinan dan kemarahan kami,
>> atas penistaan para pejabat
>> negara untuk yang kesekian kalinya terhadap warga
>> Buyat. Orang-orang biasa,
>> perempuan dan laki-laki, tua dan muda yang
>> mempertaruhkan keselamatan diri
>> mereka  untuk melakukan protes dan menuntut keadilan
>>  atas bencana
>> lingkungan yang mereka alami. Sebuah bencana
>> pencemaran yang menyebabkan
>> gangguan kesehatan kronis dan kemiskinan akibat
>> hilangnya mata pencaharian
>> yang ditimpakan kepada mereka sebagai dampak operasi
>> pertambangan raksasa PT
>> Newmont Minahasa di wilayah hidup mereka  Alih-alih
>> menerapkan prinsip
>> kehati-hatian, empati serta memihak pada korban,
>> para pejabat negara dengan
>> serta merta menyangkal penderitaan para korban dan
>
>> menyatakan bahwa PT
>> Newmont Minahasa tidak menimbulkan pencemaran.
>> Dengan menyatakan bahwa Teluk
>> Buyat  tidak tercemar, dengan setumpuk hasil
>> penelitian dan bukti
>> laboratoris berbagai pihak yang mengindikasikan
>> terjadinya pencemaran,
>> sesungguhnya para pejabat negara telah memvonis
>> rakyat menyampaikan
>> informasi yang tidak benar alias bohong.
>>
>> Kami menilai sikap ini adalah bagian dari upaya
>> untuk menutup-nutupi borok
>> sistim politik-ekonomi yang korup yang mendukung
>> usaha pertambangan besar
>> yang tidak adil. Dalam kasus Buyat hingga operasi PT
>> Newmont Minahasa
>> berakhir, ternyata perusahaan ini hanya mengantongi
>> ijin sementara
>> pembuangan limbah ke laut. Ketika ijin sementara itu
>> dikeluarkan disyaratkan
>> perusahaan tambang ini menyusun Ecological Risk
>> Assesment (ERA- Penilaian
>> Resiko Ekologi) dengan tenggang waktu enam bulan
>> sejak keputusan
>> dikeluarkan, sebagai dasar pemberian ijin permanen.
>> ERA nantinya akan
>> dijadikan dasar penetapan baku mutu lingkungan.
>> Namun hingga saat ini
>> pemerintah ternyata belum dapat menerima ERA yang
>> disiapkan oleh perusahaan.
>>
>>
>> Dengan demikian jelas bahwa tidak ada jaminan bahwa
>> lingkungan hidup dan
>> masyarakat aman dari dampak sistim pembuangan
>> tailing ke dasar laut yang
>> dilakukan oleh PT Newmont Minahasa. Hal ini
>> sebenarnya sejalan dengan
>> rekomendasi tim peneliti Kementrian Lingkungan Hidup
>> di teluk Buyat tahun
>> 2002 yang menyarankan penduduk sekitar Teluk Buyat
>> mengurangi konsumsi ikan
>> yang hidup di area pembuangan tailing Newmont.
>>
>> Adalah sebuah tragedi bangsa, adalah sebuah ironi
>> 'kemerdekaan', bahwa masih
>> terdapat fakta ketimpangan dan kesenjangan yang
>> mengerikan.
>> Berdamping-dampingan dengan kerakusan operasi
>> raksasa perusahaan
>> pertambangan asing mengeruk kekayaan alam tambang
>> berton-ton dari bumi
>> Indonesia, terdapat kemiskinan yang kronis disekitar
>> wilayah operasi
>> perusahaaan tersebut. Sebut pula apa yang terjadi di
>> tanah Papua, konsesi
>> tambang PT Freport  di tanah Papua telah
>> mengorbitkan perusahaan tambang
>> tersebut sebagai salah satu perusahaan tambang
>> tembaga, emas dan perak
>> terbesar di dunia. Sementara kita tahu masyarakat di
>> sekitar pertambangan PT
>> Freeport masih saja terpuruk dalam kemiskinan dan
>> kemandegan yang dalam.
>> Belum lagi fakta pencemaran lingkungan yang terjadi
>> akibat operasi
>> perusahaan ini. Paling tidak menurut penelitian
>> Walhi dengan menggunakan
>> data satelit Indraja Landsat tahun 2000, diperoleh
>> temuan total wilayah
>> darat yang tercemar tailing mencakup luasan 35.820
>> hektar. Sedangkan wilayah
>> laut yang tercemar paling tidak meliputi wilayah
>> seluas 84.158 ha. Dimana
>> radius pencemaran tailing di laut dari muara Komoro.
>> Gejala ini sesungguhnya
>> bukan saja terjadi di Minahasa dan Papuan Barat
>> namun terjadi pula dihampir
>> seluruh wilayah operasi pertambangan besar di
>> Indonesia.
>>
>> Selain merupakan gejala yang universal bahwa di
>> tengak iklim demokrasi yang
>> kurang berkembang dan masih kuatnya militerisme,
>> sektor pertambangan besar
>> ini potensial menimbulkan pelanggaran hak asasi
>> manusia. Dalam konteks
>> Indonesia kajian  atas pelanggaran-pelanggaran HAM
>> pada industri
>> pertambangan  dengan studi kasus PT Freeport
>> Indonesia dan PT Kelian
>> Equatorial (Elsam, 1998) menunjukkan paling tidak
>> ada delapan bentuk
>> pelanggaran HAM yang ditemukan. Pertama, pelanggaran
>> atas hak untuk
>> menentukan nasib sendiri. Termasuk didalamnya adalah
>> tidak diakuinya
>> tanah-tanah adat yang menjadi milik seseorang,
>> keluarga atau satu suku
>> tertentu, tidak diakuinya struktur sosial masyarakat
>> adat serta  pemaksaan
>> untuk alih fungsi lahan menjadi areal pertambangan.
>> Kedua, pelanggaran atas
>> hak untuk hidup. Ketiga, penghilangan orang dan
>> penangkapan secara
>> sewenang-wenang Keempat, hilangnya hak untuk bebas
>> dari rasa takut. Kelima,
>> hilangnya hak seseorang untuk tidak mendapatkan
>> penyiksaan atau tindak
>> kekerasan, khususnya yang dilakukan oleh pejabat
>> publik. Keenam, dicabutnya
>> hak seseorang atas sumber penghidupan subsistensinya
>> Ketujuh, hilangnya hak
>> anak-anak untuk mendapatkan perlindungan Kedelapan,
>> lenyapnya standar
>> kehidupan yang layak dan pencapaian tingkat
>> kesehatan yang optimal (hak atas
>> lingkungan hidup yang sehat)
>>
>> Pelanggaran hak asasi manusia, pemiskinan rakyat dan
>> penghancuran lingkungan
>> hidup di sekitar wilayah konsesi pertambangan besar
>> yang didominasi pemain
>> internasional, sesungguhnya menegaskan masih
>> bertahannya karakter model
>> penguasaan sektor pertambangan masa penjajahan.
>>
>> Praktek-praktek ekonomi-politik perusahaan tambang
>> internasional di
>> Indonesia sesungguhnya adalah praktek  imperialisme,
>> meminjam definisi
>> Connors adalah  praktek-praktek "penguasaan secara
>> formal (atau tidak
>> formal) atas sumber-sumber daya ekonomi setempat
>> yang lebih banyak
>> menguntungkan kekuatan metropolitan, dengan
>> merugikan ekonomi setempat'.
>>
>> Di tingkat agregat perekonomian nasional,
>> sesungguhnya distribusi keuntungan
>> dari pendapat negara dari sektor pertambangan besar
>> ini yang diperoleh dari
>> bagi hasil, royalti dan pajak, serta kontribusinya
>> bagi perluasan lapangan
>> kerja (yang sebenarnya kecil saja) vis a vis
>> perusahaan pertambangan
>> internasional dan negara-negara maju menunjukkan
>> ketimpangan yang kronis
>> pula.
>>
>> Pola hubungan ekonomi yang lazim terjadi antara
>> negara sedang berkembang
>> yang kaya dengan sumberdaya alam terutama mineral
>> dan negara maju atau
>> industri, menunjukkan karakter ketimpangan dalam
>> menyerap manfaat ekonomi
>> atau nilai tambah dari pengolahan bahan baku atau
>> bahan mineral.
>> Perusahaan-perusahaan internasional dari negara maju
>> memiliki kontribusi
>> terbesar dalam proses ekstraktif atau eksploitasi
>> sumberdaya mineral. Bahan
>> baku ini kemudian menjadi komoditi ekspor bagi
>> negara-negara berkembang
>> tersebut yang utamanya diserap oleh industri
>> pengolahan di negara-negara
>> maju. Produk setengah jadi  dan produk jadi ini
>> kemudian diimpor oleh
>> negara-negara berkembang, untuk diolah kembali oleh
>> industri-industri di
>> negara berkembang yang juga di dominasi oleh
>> perusahaan-perusahaan asing,
>> atau dalam hal produk jadi untuk konsumsi pasar
>> dalam negeri
>>
>> Apropriasi (pengambilalihan) nilai lebih ini tidak
>> hanya terjadi melalui
>> lika-liku praktek ekonomi diatas, tetapi juga
>> melalui nilai lebih yang
>> hilang akibat tergusurnya dan terganggunya berbagai
>> mata pencaharian rakyat
>> (termasuk akibat kerusakan lingkungan) di sekitar
>> wilayah tambang. Belum
>> lagi bila kita menghitung hilangnya potensi
>> sumberdaya manusia akibat
>> kemiskinan dan kesehatan yang buruk. Lebih jauh lagi
>> apropriasi terjadi bila
>> dihitung pula nilai modal ekologis yang hilang
>> akibat rusaknya fungsi-sungsi
>> ekologis alam akibat proses destruktif industri
>> pertambangan.
>>
>> Kami menilai bahwa tragedi Buyat hanyalah puncak es
>> dari kebobrokan yang
>> jauh lebih besar dalam industri pertambangan besar
>> bahkan dalam sistem
>> politik-ekonomi di negeri ini.
>>
>> Kami menegaskan bahwa narasi besar dari tragedi
>> Buyat, sesungguhnya adalah
>> imperialisme dan sistem politik-ekonomi yang korup
>> termasuk militerisme yang
>> melanggengkan penjajahan baru tersebut.
>>
>> Untuk itu kami menuntut pemerintah untuk melakukan :
>>
>> 1. Moratorium Investasi Baru di sektor Pertambangan
>> Besar
>> Moratorium di lakukan untuk memberikan waktu bagai
>> penyiapan infrastruktur
>> perekonomian Indonesia hingga lebih siap menyerap
>> nilai tambah dari
>> pengelolaan sumberdaya mineral. Selain itu
>> moratorium memberi kesempatan
>> untuk perombakan terhadap kebijakan negara dan
>> sistim industri pertambangan
>> besar yang korup dan eksploitatif baik dari aspek
>> ekonomi, sosial dan
>> lingkungan hidup untuk sebesar-besarnya
>> kesejahteraan rakyat. Proses ini
>> harus didahului dengan audit Ekonomi, Sosial dan
>> Lingkungan Hidup terhadap sektor pertambangan besar.
>>
>> 2. Renegosiasi Kontrak Karya
>>  Peninjauan kembali perjanjian kontrak karya yang
>> sudah disepakati dan
>> melakukan pengaturan kembali terhadap distribusi
>> keuntungan, keterkaitan
>> dengan dengan industri hilir, transfer teknologi,
>> serta tanggungjawab sosial
>> dan lingkungan hidup (termasuk pengetatan
>> syarat-syarat lingkungan hidup
>> mengikuti standar lingkungan hidup di negara-negara
>> maju).
>>
>> 3. Tindakan Hukum Yang Tegas
>> Pemerintah harus menunjukkan political will untuk
>> 'melindungi, mencegah dan
>> mempromosikan  hak-hak asasi manusia di bidang
>> ekonomi, sosial dan
>> lingkungan hidup' dalam sektor industri pertambangan
>> . Pertama-tama
>> 'political will' tersebut harus ditunjukkan dengan
>> tindakan pengusutan dan
>> tindakan  yang tegas terhadap pelanggaran hukum yang
>> dilakukan oleh PT
>> Newmont Minahasa dan aparat pemerintahan yang
>> membiarkan pelanggaran hukum
>> dan hak asasi manusia tersebut.   Termasuk pula
>> tanggungjawab perusahaan
>> untuk memberikan kompensasi kepada para korban dan
>> memulihkan kerusakan
>> ekonomi-sosial-budaya dan lingkungan hidup yang
>> terjadi. Kedua, memberikan
>> perlindungan hukum terhadap warga Buyatyang sedang
>> berjuang  untuk menuntut
>> keadilan dari proses kriminalisasi dan adu domba.
>> Ketiga, melalui
>> langkah-langkah  itu pemerintah kemudian melanjutkan
>> penyelidikan yang
>> menyeluruh terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan
>>  perusahaan
>> pertambangan besar lainnya .
>>
>> 4. Menyiapkan Fondasi Kebijakan Mineral yang Adil
>> dan Berkelanjutan
>>
>> Kami menyerukan pula kepada segenap masyarakat
>> Indonesia
>> 1. Dukung dengan sekuat-kuatnya perjuangan warga
>> Buyat yang bertaruh
>> keselamatan diri untuk menuntut keadilan atas
>> hak-haknya yang dilanggar.
>> 2. Dukung dengan sekuat-kuatnya perjuangan jutaan
>> masyarakat korban,
>> sesungguhnya para survivor yang berada didalam dan
>> sekitar wilayah konsesi
>> tambang.
>> 3. Bangun front-front perlawanan rakyat untuk
>> merebut kembali kedaulatan
>> sejati dan menyerukan proklamasi Indonesia kedua.
>> Rakyat Bersatu, Rakyat
>> Berdaulat; Merdeka Seratus Persen.
>>
>> Indonesia . Agustus 2004
>>
>> 1. Eksekutif Nasional WALHI (Jakarta)
>> 2. PADI Indonesia (Kaltim)
>> 3. Persatuan Masyarakat Adat Paser (PEMA) (Kaltim)
>> 4. Koesnadi Wirasapoetra (Balikpapan)
>> 5. Sarmiah (Balikpapan)
>> 6. Isal Wardhana (Balikpapan)
>> 7. Achmad SJA (Balikpapan)
>> 8. Aida Rahmah (Balikpapan)
>> 9. Achmad (Balikpapan)
>> 10. Tri Satyaningsih (Balikpapan)
>> 11. Johansyah Achmad EYT.(Balikpapan)
>> 12. M. Zulkipli. AS (Balikpapan)
>> 13. Rudi (Balikpapan)
>> 14. Nasrudin (Goge) (Balikpapan)
>> 15. Komunitas Merdeka Seratus Persen (Banten)
>> 16. KPA Arkadia UIN (Jakarta)
>> 17. ........
>> 18. ........
>
> -----Original Message-----
> From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Monday, August 16, 2004 9:34 AM
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Subject: [iagi-net-l] Tragedi Buyat
> Importance: High
>
>
>
>
> Wah wah , jadi salah ngerti juga rekan rekan !!!
>
> Maaf baru bisa mengomantari sekarang , karena stu minggi si Abah off .
> Yang Si Abah maksud " kepentingan Nasional" bukan berarti mengorbankan
> rakyat ditempat / lokasi penambangan akan tetapi mengorbankan seluruh
> pertambangan nasional gara satu kasus (kalau memang ini terjadi di
> Buyat,
> karena masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini).
> Janganlah kasus ini menjadi semacam pendapat umum bahwa seluruh
> pertambangan saya ulangi seluruh pertambangan harus  dituduh sebagai
> pencemar nomotr wahid.
> Hal ini pernah dijadikan tujuan akhir dari JATAM yaitu"moratorium
> seluruh
> kegiatan pertambangan" di Indonesia.
>
> Harap diingat bahwa moto orang Indonesia saat ini apalagi mass media
> adalah "bad news is good news".
>
> Nah kita jangan terperangkap oleh hal seperti ini, yang pada akhirnya
> akan
> menjadi kerugian  nasional  yang lebih besar.
>
> Walaupun begiru kita tetap harus menjadikan "pembangunan yang
> berkelanjutan" sebagai moto uama dalam membangun apapun dinegri recinta
> ini.
>
> Semoga mejadi jelas.
>
> ---------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
> Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
> [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
> ---------------------------------------------------------------------
>
>
> ---------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan
> Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau
> [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
> ---------------------------------------------------------------------
>


---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke