On Tue, 19 Oct 2004 15:37:33 +0800,
[EMAIL PROTECTED]
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Itu juga yang sering jadi pertanyaan saya masalah lokal dan tidak
> lokal....
> 
> Kalau menurut saya bahwa kitab seperti alkitab/alquran adalah kitab yang
> ditulis oleh suatu kaum tertentu, yang menceritakan tentang kaum tersebut,
> pada masa kaum itu hidup....
> jadi memang sifatnya lokal ....(maaf terlepas dari keimanan dsb...saya
> hanya menelaah dari yang tertulis di kitab tersebut...)

RDP :

Kadangkala emang bikin senyum-senyum kalau sebuah metafor dalam 'buku
besar' dipakai dan diahami secara 'lugas' sebagai sebuah realitas
ilmiah. Bahasa-bahasa kitab lebih banyak bersifat metafor, dengan
perumpamaan, dengan kiasan serta seringkali dengan dalil-dalil dalam
kumpulan kata-kata besar lainnya.
Membaca sajak-sajak Melayu koeno saja kadang mesti harus mempertajam
keriput di dahi. Apalagi membaca kitab yg sudah dituliskan ratusan bahkan ribuan
tahun yang lalu.

Dua kutub ekstreem akal dan keimanan ini sudah sejak dulu
berkejar-kejaran dalam perjalanan sejarah panjang kehidupan manusia.
Kedua kutub ini berusaha untuk mengerti dan memahami dirinya sendiri
(human being).

Pemahaman dua kutub ekstreem ini membutuhkan 'kesabaran'. Sabar disini
bukan hanya berarti pasrah menerima apa adanya, tetapi juga harus
diartikan dengan usaha keras lewat perjalanan panjang dan melelahkan.
Kesabaran ini juga bukan hanya sewaktu bulan puasa menahan lapar
menunggu bedug kan ?

Teks serta Konteks

Salah satu cara pemahaman yg akhir-akhir ini dipakai adalah pemahaman
secara 'kontekstual' selain mengerti tentang tekstualnya. Seperti yg
dituliskan Ferdi diatas, bahwa makna banjir besar apakah global
ataukah lokal memang sebaiknya dipahami melihat knowledge, serta
pemahaman waktu itu yaitu "flat earth" yg disitir Kang Awang.

Pemahaman kontekstual ini sendiri sudah kita mengerti ketika kita
melihat, membuat serta melakukan analisa dalam geologi. Sebagai contoh
ketika kita melakukan korelasi sumur-sumur tua dan sumur-sumur muda,
tentunya ketika melihat sebuah well log yang dibuat tahun 1960-an,
maka harga gamma-ray log, resistivity log serta log-log lain tidaklah
sama (setara dan sebangun) dengan log-log yg dibuat pada tahun 90an.
Konteksnya tentunya sudah lain. Namun pengetahuan lain mengajarkan
kepada kita bahwa korelasi-korelasinya masih bisa dilakukan.

Hal yg sama ketika melihat 'stratigraphic column' yg dibuat tahun
60an, dimana waktu itu teori stratigrafi sekuen belum ada. Tentunya yg
kita peroleh adalah lithostratigrafi atau chronostratigrafi. Dan
korelasinyapun tidak akan sama dengan yg kita pahami saat ini.

Nah kalau saja kita mencoba mengerti secara kontekstual, barangkali
akan lebih banyak yg akan kita peroleh makna yg terkandung dalam
sebuah "teks" yg kita 'baca'.

salam,
RDP

---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke