Prediksi gempa atau bencana seolah-olah menjadi sesuatu yg ditunggu2
oleh siapa saja. Bahkan tulisan di Kompas dan IAGI-Web 2003 tahun lalu
menjadi buah bibir dibeberapa milist. Berita ini menjadi "the most
read news" di www.iagi.or.id

http://www.iagi.or.id/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=25&mode=thread&order=0&thold=0

Seberapa pentingya sih prediksi ini untuk menyelamatkan korban ?
Tentunya orang akan tertarik dengan 'what next', apa yang akan
terjadi, berapa nomer nomer buntut yg bakalan keluar, atau siapa yg
bakalan menang sepak bola nanti .... Ramalan emang sesuatu yg sering
dan selalu ditunggu-tunggu dan dicari oleh orang tertentu, termasuk
anda kah ?.

Apakah iya prediksi ini paling berperan mengurangi korban ? 
Saya rasa akan lebih bermanfaat jika masyarakat sendiri sudah mampu
membekali diri dengan "pengenalan gejala bencana" ketimbang menunggu
pengumuman si tukang perintah (pemerintah :) tentang akan munculnya
bencana dengan early warning, maupun ramalan/prediksi dari ahli
geofisika/geologi.

Seperti yg aku gemborkan di beberapa milist ---> "Prediksi dan
peringatan dini (early warning)" itu konsumsinya orang- orang "diatas"
sedangkan sosialisasi "kewaspadaan" pada bahaya di lingkungan sendiri
itu konsumsinya orang "awam", macem kita-kita lah ... :).

Skali lagi kuncinya --> Knowledge / Pengetahuan / Ilmu !!!

Prediksi gempa yg keterjadiannya bisa puluhan tahun sekali, dan
tsunami besar ini bisa sekali dalam ratusan tahun. Sehingga prediksi
ini mungkin hanya bermanfaat utk perencanaan bendungan, jembatan,
gedung2 tinggi, serta bangunan2 dan perencanaan strategis lainnya.
Kesalahan prediksinyapun bisa meleset puluhan tahun, tempatnya
(epicenternya) juga bisa meliputi ratusan Km persegi. Kejadiannyapun
bisa sepuluh tahun lagi, seratus tahun lagi, bulan depan, atau bahkan
nanti sore !

Peringatan dini ("Early warning") merupakan serangkaian sistem alat
utk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam. Bisa bencana maupun
tanda2 alam yg menarik utk dinikmati. Sistem peringatan dini (early
warning) akan melibatkan dan membutuhkan 'hardware' (alat) dan
technology, juga prosedur penyampaian (software), termasuk otoritas
siapa yg berhak/wajib menyampaikan (brainware). Bahkan ketika
disampaikanpun belum tentu orang akan menghindar setelah tahu.
Beberapa tulisan aku baca di web cukup menarik yg intinya "Apakah yg
terjadi ketika kau beritahu bakalan akan ada tsunami ? .... beberapa
orang akan berjejer di pantai untuk melihatnya !".

Pada kenyataannya yang selamat dari bencana kemarin banyak yg sudah
mengetahui gejala-gejala akan datangnya "bencana" tsunami. Sepupu
saya, salah seorang dokter AD yg sedang bertugas di Aceh sana waktu
kejadian, ketika mengetahui ada gempa kekuatan besar langsung
melarikan diri ke tempat lain (naik gunung) dengan mobil, dan selamat.
Salah seorang teman anak saya juga berceritera hal yg sama ttg
selamatnya pamannya yg ada di Aceh, yaitu mengenal kemungkinan tsunami
setelah merasakan gempa sempet menjemput anaknya yang akhirnya
selamat.

Beberapa korban adalah yg tidak tahu dan yg tidak waspada, juga
terlihat dari video2 amatir. Misalnya :
1. Crita2 di media menyebutkan bahwa ketika terjadi surut sebelum
tsunami justru banyak yg lari menjorok kelaut mencari ikan yg terjebak
namun dirinya sendiri yang  akhirnya terjebak -> karena tidak tahu.
2. Yang lainnya akibat menonton tsunami karena ada badai tsunami
pertama yg relatif lebih kecil.--> yg ini karena tertarik.
Kalau anda denger apa yg terjadi di rekaman video2 amatir ini
terdengar kata-kata " ... here the bigger one ... here coming again
... wow, now its huge ...etc, etc" ... artinya mereka sudah tahu
sebelumnya. Namun di video itu nampak orang yg berjejer di pinggir
pantai, dan terhempas !.

Saat ini saya masih lagi kepingin memberikan "pengetahuan" ke
masyarakat tentang bagaimana terjadinya bencana serta tanda2nya,
terserahlah mereka dengan pengetahuan ini mau menonton atau
menghindar, itu pilihan mereka... thats beyond my control !.

Nah aku pingin bertanya kepada ahli-ahli pendidikan di negeri ini.
Kapankah saat yg tepat memberikan pelajaran ttg bahaya ?
- Saat inikah atau segera setelah kejadian.
- Atau menunggu nanti (tahun depan) kalau sudah tenang.

Perlu diingat keterjadian bencana ini puluhan tahun bahkan ratusan
tahun sekali, namun rakyat Indonesia ini mnurutku termasuk yg malas
belajar dan "pelupa" ... maaf.

Kejadian gempa yg sekali dalam ratusan tahun ini memiliki dampak
khusus dalam proses belajar umat manusia  ... its part of learning
proccess. Belajar tidak harus dengan mengalami sendiri ... ini penting
!!
Kakek nenek saya tidak megalaminya ...
Cucu saya mungkin juga tidak mengalaminya ...
Tapi cicit serta cicit-cicitnya .... dalam artian "human race" ...
mesti dan harus tahu dan belajar ini. Karena "cascading knowledge"
atau "getok tular" inilah salah satu cara "manusia" mempertahankan
rasnya. Atau manusia akan punah dimakan bencana yg tidak pernah
dipelajarinya turun menurun ...

"Ilmu yg disampaikan" ... skali lagi ilmu yg disampaikan
turun-menurunlah yg menyelamatkan "umat manusia " dari kepunahan !!

RDP
-- 
my blog :
http://putrohari.tripod.com/Putrohari/

---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke