Cepi, Siapa ya ? Pak Sutikno Bronto ? Pak Mas Atje Purbawinata ? Memang sih untuk pasnya ya para volcanologist itu yang harusnya memberi penjelasan. Tapi karena gak ada juga yang memberi penjelasan, ya saya volunteer-lah. Memang banyak specialist dan para pakar yang tergabung di milis ini, hanya sedikit menulisnya he2.. Waktu Galunggung meletus Mei 1982 itu saya masih SMA di Bandung, di mana-mana abu volkanik, tiap sore terpaksa menyirami jalan depan rumah agar abu tak terbang ke mana2, abu-nya pernah saya kumpulkan dalam satu botol kecil, sayang sekarang entah di mana. Hujan yang ditunggu2 lama tidak turun, genteng2 putih abu2. Tetangga sebelah rumah sudah berkarung2 mengumpulkan abu agar halamannya tak penuh abu. Saat itu, mendadak penutup hidung menjadi komoditi laku keras. Sebagian besar deposit abu itu kemudian dipakai sebagai bahan bangunan. Maka banyak jalan2 setapak di Bandung yang asalnya tanah menjadi ditutup, termasuk jalan depan SMA saya di jalan Belitung. Memang, mekanisme erupsi ada pengaruh bentuk kawah (crater) juga, antara yang bentuknya celah dan membulat ternyata terhubung juga ke kekuatan letusan. Yang celah umumnya tak sekuat yang bulat, saya pikir ini berhubungan ke mekanisme penyumbatan kawah itu oleh magma, yang kemudian ditekan dan diletuskan saat tekanan gasnya sudah kuat. Kawah Krakatau membulat. Banyak kawah di Hawaii berbentuk celah, magmanya basa, jadi leleran saja, efusif, tak pernah jadi magmatic plug. Ten Thousand Hills (Perbukitan 10.000) di Tasik sudah berkurang tokh jumlahnya. Memang sih jumlahnya juga dari awal tak 10.000 (seperti serangga kaki 1000 kan juga tak 1000 jumlah kakinya). Tapi berkurang ya karena diambil pasir terasnya. Berkurang dong contoh gumuk piroklastika yang banyak itu. Salam, awang NB : sistem kredit orang Tasik itu hebat, dan mereka terkenal ulet... [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Awang apa intensitas letusan gunung api bisa diperkirakan hanya dengan mengetahui komposisi magmanya saja? rasanya perlu diperhatikan juga kondisi craternya.
Waktu kuliah volkanologi dulu salah satu dosennya dari Direktorat Volkanologi namanya saya lupa (saya yakin beliau ada di milis ini, dan saya benar-benar mohon maaf atas kelupaan ini, takut kualat) beliau mendapatkan doktor dari letusan gunung Galunggung tahun 82. Karena saya berasal dari Tasik jadi tertarik mendengarkan kuliah ini. Beliau mengatakan bahwa sebenarnya magma Galunggung tahun 82 adalah basaltik yang memang lavanya meleleh efusive saja seperti yang Pak Awang katakan. Tetapi craternya yang aktif sekarang ada di lereng bawah Galunggung, semacam failure sector yang benar-benar menganga ke arah kota Tasikmalaya. Letusan yang sebelum tahun 82 saya tidak tahu kapan, tetapi terbentuknya crater di lereng merontokan lereng Galunggung menimbulkan semacam giant landslide sehingga terbentuk banyak bukit-bukit kecil di kaki Galunggung, orang menyebutnya gunung Sarebu (sekarang sudah tidak ada lagi karena bukitnya dikeruk diambil pasirnya). Di crater aktifnya yang sekarang ada danau crater dan tentu saja air tanah. Sehingga setiap lavanya meleleh, karena ada pendinginan dari air tanah maka lavanya membeku dan menutup jalan lava membentuk semacam plug. Seperti halnya kebiasaan orang Tasik lelehannya berlangsung selama beberapa bulan dikredit sedikit-demi sedikit. Pada saat magma utama keluar air tanah tidak lagi mampu mendinginkan malah terpanaskan secara tiba-tiba sehingga letusannya sangat hebat. Saya masih ingat waktu hujan abu galunggung, siang bolong seperti malam gelap-gulita. setelah hujan pyrocastic selesai abu nya benar-benar halus seperti abu gosok dan hitam menyelimuti kota setebal 10 sampai 30 cm. Sekarang di craternya dibuatkan tunel untuk mengontrol jumlah air di danau crater. Jadi dalam hal ini faktor yang menguatkan letusan gunung api adalah malah air. Mungkin mekanisme yang saya ceritakan diatas salah atau tidak tepat maklum waktu kuliah terkantuk-kantuk , tetapi itulah kesimpulan yang saya ambil. Salam Cepi --------------------------------- Do you Yahoo!? Yahoo! Search presents - Jib Jab's 'Second Term'