Saya dapat forward dari teman. Yang jadi sedikit agak heran kok IAGI di sebut 
sebagai Pelaku bisnis tambang ?
Mohon maaf kalau sudah di bicarakan.
 
 
NB : Pak Awang trimakasih pencerahan mengenai vulkanologi & komposisi magma.



-----Original Message-----
From: Pokja Ornop PA-PSDA 

Date: Monday, January 31, 2005 6:57 PM
Subject: [psda] MOHON DUKUNGAN SEGERA: SURAT PENOLAKAN RUU PERTAMBANGAN
MINERAL & BATUBARA



>From: [EMAIL PROTECTED]
>Subject: MOHON DUKUNGAN SEGERA: SURAT PENOLAKAN RUU PERTAMBANGAN
>MINERAL &
BATUBARA


Kawan-kawan,

Saat ini Pemerintah (departemen ESDM) sedang menyiapkan draft Rancangan
Undang-undang Pertambangan Mineral dan batu-bara (RUU PMB). Pembahasan
draft RUU PMB, dulunya bernama RUU Pertambangan, sempat terhenti selama
hampir 4 (empat) tahun tanpa alasan yang jelas.

Pada akhir Desember 2004, pemerintah tiba-tiba mengagendakan penyusunan
RUU ini. Lucunya, RUU PMB disusun bersama para pelaku bisnis tambang
seperti Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA), IAGI, Aspindo, APBI, dan
Perhapi yang seharusnya menjadi sasaran peraturan ini. Artinya,
pemerintah justru memfasilitasi pelaku bisnis MENYUSUN PERATURAN UNTUK
MEREKA SENDIRI.

Ironisnya, ruang untuk partisipasi publik mengkritisi RUU PMB tak pernah
disediakan. Rakyat yang selalu menjadi korban dampak operasi tambang
tidak dilibatkan. RUU ini sangat KERING PARTISIPASI PUBLIK dan sangat
eksploitatif sehingga MENGANCAM KESELAMATAN RAKYAT DAN LINGKUNGAN.

Sekretariat Jatam telah mengirim surat penolakan RUU PMB kepada instansi
terkait. Kami mengajak kawan-kawan ikut serta membendung laju RUU
tersebut dengan ikut menandatangani surat ini. Cantumkan nama dan
lembaga anda di bagian akhir surat di bawah ini, kemudian reply dan
forward kepada kawan yang belum menerima.

Waktu yang ada sangat mendesak, kita BERPACU DENGAN WAKTU karena ESDM
segera memasukkan draft RUU tersebut ke DPR. Berikan Dukungan Anda,
Gagalkan Pembahasan RUU PMB yang akan melemahkan kekuatan rakyat melawan
ancaman industri perusak seperti pertambangan.

Sebarkan Surat Penolakan ini dengan mem-forward kepada kawan-kawan lain.
Terimakasih.


Salam lestari,


Adi Widyanto
************************************************************************
*

(cantumkan nama & lembaga anda di akhir surat berikut)

Kepada Yth.
1. Bapak Agusman Efendi, Ketua Komisi VII DPR RI
2. Bapak Ginanjar Kartasasmita, Ketua DPD DPR RI
3. Bapak Purnomo Yusgiantoro, Menteri ESDM RI
4. Bapak Rahmat Witoelar, Menteri Negara Lingkungan Hidup RI
5. Bapak MS Kaban, Menteri Kehutanan RI
6. Bapak Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan RI
7. Bapak Hamid Awaludin, Menteri Hukum dan HAM RI

Dengan Hormat,

Bersama surat ini, kami ingin menyampaikan keprihatinan yang mendalam
terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara (RUU PMB) yang baru saja diusulkan oleh Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM). Kami mengamati proses penyusunan RUU PMB
ini dilakukan dengan cara yang tertutup dan tidak transparan, bahkan
bisa dibilang tanpa melalui konsultasi publik sedikitpun. Tidak adanya
ruang yang sengaja diciptakan agar publik berpartisipasi dalam
penyusunannya juga terlihat jelas dari subtansi RUU PMB ini yang
mengabaikan keselamatan rakyat dan lingkungan.

Kami menyadari bahwa UU Pertambangan Umum No. 11 tahun 1967 harus segera
direvisi karena isinya merugikan rakyat, negara dan sudah tidak sesuai
dengan perkembangan geopolitik dan sosial yang ada. Namun, pemerintah
tidak boleh "potong kompas" menyelesaikan RUU PMB kalau hanya sekedar
untuk mengejar target capaian kerja program 100 hari pemerintahan SBY.
Jika dipaksakan terjadi, citra pemerintahan SBY-Kalla bukannya semakin
membaik dimata publik. sebaliknya, justru bakal memperburuk citra
pemerintah karena penyusunan RUU itu lebih banyak mengakomodir
kepentingan pelaku bisnis pertambangan.

Dari segi proses, tindakan pemerintah (Dep.ESDM) yang terlalu memaksakan
untuk menyelesaikan RUU Pertambangan tanpa melalui konsultasi publik itu
telah mengabaikan ketentuan UU No. 10/2004 tentang Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan, khususnya pasal 5 (g) yang mensyaratkan adanya
keterbukaan, dan pasal 53 tentang partisipasi masyarakat (lisan atau
tertulis) dalam rangka penetapan maupun pembahasan Rancangan
Undang-Undang dan Rancangan Perda.

Sementara itu, jika memperhatikan substansinya, tidak ada perubahan
paradigma dan perubahan mendasar jika dibanding RUU sebelumnya (draft
versi tahun 2001), semangatnya masih eksploitatif dan sangat sektoral.
Beberapa hal yang menjadi perhatian kami diantaranya :

1. Konsideran RUU seharusnya mencantumkan Tap MPR No IX tahun 2001
tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA yang menyebutkan
pentingnya melakukan kaji ulang yang komprehensif, harmonisasi peraturan
perundang-undangan, penyelesaian konflik serta mandat pemulihan
ekosistem. Serta mencantumkan Tap MPR No. VI tahun 2002 tentang
Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPR,
DPA, BPK, MA yang isinya merekomendasikan dengan tegas bahwa presiden
sebaiknya menyiapkan penyusunan peraturan perundang-undangan yang
mengatur redistribusi dan pemanfaatan sumberdaya alam termasuk bumi,
air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya serta
menyelesaikan berbagai konflik pemanfaatan sumberdaya alam dan agraria
yang timbul selama ini sekaligus mengantisipasi konflik pada masa
mendatang guna mencapai keadilan dan kepastian hukum sebagaimana telah
ditetapkan dalam TAP MPR RI No. IX Tahun 2001.
2. Lebih menyedihkan lagi, RUU yang baru ini makin membuka ruang
kriminalisasi terhadap rakyat. Rakyat (pemegang hak atas tanah)
diwajibkan mengizinkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk
melaksanakan Usaha Pertambangan di atas tanah yang bersangkutan (pasal
56). Jika tidak, rakyat yang menolak kehadiran perusahaan tambang harus
siap masuk penjara dan denda hingga 1 miliar rupiah (pasal 69 ayat 1 dan
2).
3. Tak satu pun pasal yang mewajibkan perusahaan untuk
berkonsultasi
atau menyampaikan informasi secara benar kepada rakyat terkait dengan
kegiatan yang akan dilakukan dan dampak-dampak yang bakal terjadi
4. Rendahnya keberpihakan terhadap tambang rakyat, terlihat dari
banyaknya jumlah pasal yang mengatur pertambangan skala besar sementara
pertambangan rakyat seolah dinegasikan. Bahkan pengaturannya hanya
sebatas peijinan, bagaimana dengan kewajiban pembinaan dan perlindungan
pada tambang rakyat, yang selama ini selalu dikambing hitamkan sebagai
PETI.
5. Tidak mengandung unsur pemulihan hak-hak rakyat. Pemerintah
mengingkari dan terkesan cuci tangan dengan fakta selama hampir 4 dekade
berlakunya UU No. 11 tahun 1967 telah banyak melahirkan konflik sosial
dan pelanggaran HAM. Tercatat hingga tahun 2002, sedikitnya telah
terjadi 148 konflik pertambangan. Ironisnya, tak ada satupun pasal yang
mengurusi tentang resolusi konflik.
6. Batubara bukanlah rejim mineral tetapi rejim energi. Seharusnya
pengaturan penambangan batubara masuk dalam pengaturan rejim energi
dalam konteks sumber energi untuk pemenuhan kebutuhan rakyat banyak
kedepan saat cadangan minyak bumi habis.
7. Subtansi RUU PMB sangat sektoral dan mengabaikan tumpang tindih
fungsi kawasan perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil serta kawasan
penyangga kehidupan, yang akan berujung terhadap konflik antar sektoral.

MENGINGAT HAL-HAL DIATAS, KAMI MENDESAK:

1.. Pemerintah menghentikan seluruh proses penyusunan RUU PMB dan
melakukan konsultasi publik yang mencukupi untuk mendapatkan masukan
untuk memperbaiki subtansi RUU PMB.
2.. DPR RI menolak membahas dan mengesahkan RUU PMB sebelum pemerintah
melakukan konsultasi publik yang mencukupi.

Jakarta, 31 Januari 2005

Hormat Kami,


(Nama & lembaga)






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
Would you Help a Child in need?
It is easier than you think.
Click Here to meet a Child you can help.
http://us.click.yahoo.com/O2aXmA/I_qJAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~->




                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Yahoo! Search presents - Jib Jab's 'Second Term'

Kirim email ke