Di Perpustakaan P3G ada. Bahkan lengkap ada tiga peta. Telpon 022 7203205. Minta perpustakaan. M. Untung ----- Original Message ----- From: "Taufik Manan" <[EMAIL PROTECTED]> To: "Alumni SMAN 3 Jakarta" <[EMAIL PROTECTED]>; "Intelektual Muda Fisika_UI" <[EMAIL PROTECTED]>; "Milis IAGI" <iagi-net@iagi.or.id>; "HFI Fisikawan Indonesia" <fisika_indonesia@yahoogroups.com>; "Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)" <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Monday, March 28, 2005 2:09 PM Subject: [iagi-net-l] Renungan untuk introspeksi diri kita sendiri
> Sahabat, > > Di sela kesibukan dan aktifitas rutin kita, dapat kita > renungkan suatu artikel yang baik untuk introspeksi > diri kita sendiri. > > Mohon maaf bila tidak berkenan atau pernah > mendapatkannya. > > Wassalam. > > TAM > > ==================================================== > > Jabatan Tinggi, EQ Rendah? > > TIDAK semua mereka yang memiliki jabatan dan titel > kesarjanaan tinggi memiliki kecerdasan emosional yang > tinggi. Istilah kecerdasan emosional adakalanya > disebut EI (emotional intelligence), EQ (emotional > quotient), dan kecerdasan sosial. > > Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang > mengendalikan emosinya saat menghadapi situasi yang > menyenangkan maupun menyakitkan. Mantan Presiden > Soeharto dan Akbar Tandjung adalah contoh orang yang > memiliki kecerdasan emosional tinggi, mampu > mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi. > > Ketika membaca berita mengenai kekisruhan dalam rapat > antara DPR dan Kejaksaan Agung belum lama ini, pikiran > saya terdorong mengingat kembali teori Daniel Goleman > seputar EQ untuk menganalisa perilaku pejabat tinggi > dan politisi di pentas publik. Berdasar riset panjang, > Goleman menyimpulkan, kecerdasan intelektual bukan > faktor dominan dalam keberhasilan seseorang, terutama > dalam dunia bisnis maupun sosial. Menurut Goleman, > banyak sarjana yang cerdas dan saat kuliah selalu > menjadi bintang kelas, namun ketika masuk dunia kerja > menjadi anak buah teman sekelasnya yang prestasi > akademiknya pas-pasan. > > Lalu, apa kunci keberhasilan hidup? > > Menurut dia, lebih banyak ditentukan oleh kecerdasan > emosional, yaitu aspek-aspek yang berkait dengan > kepribadian, yang di dalamnya setidaknya ada empat > unsur pokok. > > Pertama, kemampuan seseorang memahami dan memotivasi > potensi dirinya. > > Kedua, memiliki rasa empati yang tinggi terhadap orang > lain. > > Ketiga, senang bahkan mendorong melihat anak buah > sukses, tanpa dirinya merasa terancam. > > Keempat, asertif, yaitu terampil menyampaikan pikiran > dan perasaan dengan baik, lugas, dan jelas tanpa harus > membuat orang lain tersinggung. > > Untuk mengukur apakah seorang pimpinan memiliki > kecerdasan emosional tinggi, jangan diukur dengan > titel kesarjanaan dan kepangkatannya, tetapi tanyakan > pada mereka yang selalu berhubungan dengannya, entah > itu sopir, satpam, pembantu rumah tangga, anak buah, > keluarga, maupun teman. Dari merekalah akan terpantul > citra kepribadian seorang pemimpin, terutama di > saat-saat seseorang terkondisikan untuk marah. > > Seberapa tinggi EQ seseorang mudah terlihat saat > kritis, ketika suasananya tidak menguntungkan, bahkan > dalam posisi terancam. > > Dengan tolok ukur ini kita mendapat kesan banyak > pejabat tinggi yang EQ-nya rendah meski titel > akademisnya tinggi, termasuk dalam penguasaan ilmu > agama. > > Cirinya, Pertama, jika bicara cenderung menyakiti dan > menyalahkan pihak lain sehingga persoalan pokok > tergeser oleh pertengkaran ego pribadi. Yang terjadi > kemudian persoalan tidak selesai, bahkan bertambah. > Kedua, rendahnya motivasi kinerja anak buah untuk > meraih prestasi karena tidak mendapat dorongan dan > apresiasi dari atasan. > > Pimpinan dengan EQ tinggi akan mampu memotivasi diri, > lalu beresonansi pada orang-orang di sekelilingnya, > terutama anak buahnya. Berdasarkan pengalaman memberi > pelatihan di lingkungan birokrasi pemerintahan maupun > BUMN, ditemukan indikator kuat, hanya sedikit pemimpin > yang mampu memberi motivasi kerja pada anak buahnya. > Banyak pemimpin menjadi sasaran caci maki anak buah > sehingga potensi dan dedikasi anak buah tidak optimal > untuk memajukan perusahaan. > > BEGITU rendahnya EQ sebagian pejabat tinggi kita, > tidak mengherankan jika produktivitas rendah, bahkan > banyak terjadi kebocoran anggaran. Menjelang akhir > tahun, yang menjadi agenda utama adalah bagaimana > menghabiskan anggaran dan membuat laporan keuangan > agar tampak mulus meski hasil kinerjanya minus. > Situasi ini dipertegas hasil penelitian TII yang > menyatakan perilaku korupsi birokrasi dan bisnis di > Jakarta sudah amat parah. Orang bukannya dipacu untuk > meraih prestasi kerja, tetapi dibuat pusing dan sibuk > mengenal serta memberi servis pada orang-orang yang > dekat dengan pengambil keputusan. > > Banyak mahasiswa dan sarjana terkesan idealis saat di > kampus, tetapi terhanyut begitu menjadi birokrat. > Rasanya perlu dipikirkan adanya pekan orientasi > sarjana sebelum wisuda. Isinya, memberi peringatan > disertai data akurat bahwa setelah wisuda mereka akan > memasuki dunia baru yang penuh ranjau dan lingkungan > kerja serta sosial yang telah terkontaminasi virus > korupsi dan manipulasi. Ini merupakan tugas akhir > almamater, memberi peringatan dan tanggung jawab moral > pada putra-putrinya agar memiliki komitmen untuk hidup > terhormat, mengejar karier dengan panduan skill dan > suara hati. > > PARA psikolog mengatakan, rasa sukses dan bahagia akan > diraih jika seseorang bisa menggabungkan setidaknya > tiga kecerdasan, yaitu intelektual, emosional, dan > spiritual. > > 1. IQ - KECERDASAN INTELEKTUAL. > > Kecerdasan intelektual (IQ) berkait dengan > keterampilan seseorang menghadapi persoalan teknikal > dan intelektual. Jika pendidikan kita mengabaikan > aspek keunggulan IQ, sulit bagi Indonesia untuk > bersaing dalam bidang sains dan teknologi pada > persaingan global. Kini kita sudah merasakan betapa > tertinggalnya kita dalam pendidikan sains. Pemerintah > pun kurang melakukan penjaringan siswa berbakat untuk > difasilitasi agar nanti menjadi ilmuwan tangguh. > > 2. EQ - KECERDASAN EMOSIONAL. > > EQ yang tinggi akan membantu seseorang dalam membangun > relasi sosial dalam lingkungan keluarga, kantor, > bisnis, maupun sosial. Bagi seorang manajer, > kecerdasan emosional merupakan syarat mutlak. > Lagi-lagi amat disayangkan, pendidikan kita miskin > konsep dalam membantu mengembangkan EQ, bagi siswa > maupun mahasiswa. Pelatihan EQ ini amat penting guna > menumbuhkan iklim dialogis, demokratis, dan > partisipatif karena semua menuntut adanya kedewasaan > emosional dalam memahami dan menerima perbedaan. > Pluralitas etnis, agama, dan budaya akan menjadi > sumber konflik laten jika tidak disertai tumbuhnya > budaya dialogis dan sikap empati. > > 3. SQ - KECERDASAN SPIRITUAL. > > Tidak kalah penting, kecerdasan spiritual (SQ) yang > berkait dengan masalah makna, motivasi, dan tujuan > hidup sendiri. Jika IQ berperan memberi solusi > intelektual-teknikal, EQ meratakan jalan membangun > relasi sosial, SQ mempertanyakan apakah makna, tujuan, > dan filsafat hidup seseorang. > > Menurut Ian Marshall dan Danah Zohar, penulis buku SQ, > The Ultimate Intelligence, tanpa disertai kedalaman > spiritual, kepandaian (IQ) dan popularitas (EQ) > seseorang tidak akan memberi ketenangan dan > kebahagiaan hidup. > > Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, berbagai > pakar psikologi dan manajemen di Barat mulai menyadari > betapa vitalnya aspek spiritualitas dalam karier > seseorang, meski dalam menyampaikannya terkesan > hati-hati. Yang fenomenal, tak kurang dari Stephen R > Covey meluncurkan buku The 8th Habit (2004), padahal > selama ini dia sudah menjadi ikon dari teori manajemen > kelas dunia The Seven Habits. Rupanya Covey sampai > pada kesimpulan, kecerdasan intelektualitas dan > emosionalitas tanpa bersumber spiritualitas akan > kehabisan energi dan berbelok arah. > > Di Indonesia, krisis kepercayaan terhadap > intelektualitas kian menguat saat bangsa yang secara > ekonomi amat kaya ini dikenal sebagai sarang koruptor > dan miskin, padahal hampir semua yang menjadi menteri > maupun birokrat memiliki latar belakang pendidikan > tinggi. Asumsi bahwa kesarjanaan dan intelektualitas > akan mengantar masyarakat yang damai dan bermoral > digugat Donald B Caine dalam buku: Batas Nalar, > Rasionalitas dan Perilaku Manusia yang sedang > dibicarakan banyak orang. Mengapa bangsa Jerman yang > dikenal paling maju pendidikannya dan melahirkan > banyak pemikir kelas dunia pernah dan bisa berbuat > amat kejam? Pertanyaan serupa bisa dialamatkan kepada > Inggris, Amerika Serikat, dan Israel. > > KEMBALI pada soal EQ. Teori ini valid untuk melihat > perilaku dan gaya kepemimpinan seseorang dalam > kelompok terbatas. Dalam wilayah sosial dan politik, > terlalu banyak variabel yang tidak cukup dianalisis > dengan teori EQ. > > Namun satu hal pasti, kita mengharapkan negeri ini > diurus oleh mereka yang cerdas secara intelektual, > emosional, dan spiritual. Yaitu mereka yang kualitas > akademisnya baik, mampu berkomunikasi sosial secara > simpatik, inspiring dan motivating, serta memiliki > komitmen kuat terhadap nilai-nilai spiritual sebagai > panduan hidup. Jika ketiga kualitas ini tidak > terpenuhi, sebaiknya minggir saja atau bangsa ini akan > kian hancur oleh perilaku pemimpinnya sendiri.* > > (Penulis: Komaruddin Hidayat Direktur Program > Pascasarjana UIN Jakarta/Pembina Sekolah Madania) > > > __________________________________________________ > Do You Yahoo!? > Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around > http://mail.yahoo.com > > --------------------------------------------------------------------- > To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] > To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi > Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id > Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) > Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) > Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) > --------------------------------------------------------------------- > --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED] Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED]) Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED]) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED]) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED]) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED]) ---------------------------------------------------------------------