Setuju ma Bun Noor,

Institusi yang ada seperti lemigas, perguruan tinggi (terutama ITB), ataupun PGSC-nya Bung Sigit ataupun Groupnya Bung Andang,secara SDM maupun kemampuan untuk mengaplikasikan tehcnology terbaru sudah mumpuni. Kekurangannya, Time management dan Final Report yang suka ngambang, plus harga yang terlalu murah. Untuk alasan TSA sebenarnya BP Migas-lah yang bisa mengontrol secara ketat dan fair sehingga Pembebanan Cost Recovery dari Proyek TSA ini bisa diminimalkan.

Jadi untuk rekan-rekan di Institusi maupun Swasta Nasional ada beberapa point yang harus dibenahi,

- Time Management yang akurat bin tidak molor (ketidak mampuan untuk mengelola 'Time management" ini yang paling mengesalkan dan menjadi preseden buruk bagi PSC pengguna jasa mereka)

- Cost yang reasonable, sehingga pekerja di institusi bisa lebih menikmati hasil kerja keras mereka dengan bayaran yang memadai)

- Jangan overloaded dan menerima setiap proyek tanpa menghitung kemampuan tenaga kerja dan waktu yang ada.

Saya percaya institusi kita mampu untuk mengerjakan proyek Migas dengan technology yang terbaru, hanya perlu pembenahan dan Profesionalisme yang Tinggi.

dd
----- Original Message ----- From: "Noor Syarifuddin" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Sent: Monday, May 23, 2005 2:07 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pemanfaatan Cost Recovery - analisis pakar FKDPM


wah...wah genderang perang sudah ditabuh rupanya........:-)

Tapi omong-omong "kita" siap nggak sih untuk menampung tumpahan semua
kebutuhan riset itu kalau sampai BP  Migas "bisa memaksa" untuk membelokan
katakanlah sebagian saja dari TSA itu ke dalam negeri.....

Yang saya maksud siap di sini adalah dalam segala-galanya....... termasuk
hal-hal kecil......misalnya menyelesaikan pekerjaan sampai laporan
selesai.....etc etc....

Kalau melihat arsip jaman tahun 80-an, saya pernah menemukan bahwa hubungan
antara KPS dan lembaga riset dalam negeri termasuk PT sangat "bagus"....
Saya menemukan banyak dokumentasi kerja sama penelitian dan
macam-macamnya..... tapi seringkali penemuan saya juga berlanjut dengan
penemuan dokumentasi korespondesi antara si pemberi proyek dan si penerima
proyek.... dan isinya =sayang sekali= biasanya soal menagih laporan dan
hasil akhir yang rupanya sudah jauh melewati dateline.....

Tapi saya setuju bahwa tidak ada kata terlambat untuk memulainya...... tapi
kita juga musti konsekuen dong untuk bebenah diri....he  he  he
Mudah-mudahan group geosciencenya Kang Sigit yang di Patra Jasa bisa
menangkap peluang ini dengan "sebaik-baiknya"...(dan dalam tempoh yang
sesingkat-singkatnya...)


salam,

(lagi ngerjain TSAnya North Sea.....)



----- Original Message -----
From: "Ariadi Subandrio" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "IAGI NET" <iagi-net@iagi.or.id>
Sent: Sunday, May 22, 2005 6:03 PM
Subject: [iagi-net-l] Pemanfaatan Cost Recovery - analisis pakar FKDPM


Cost Recovery Banyak Diserap
KPS di Luar Negeri

Kamis, 19 Mei 2005
JAKARTA (Suara Karya): Di samping banyak digunakan di luar peruntukan,
dana cost recovery yang seharusnya berputar dan dinikmati di dalam negeri
juga tak sedikit pula terbang ke kantor pusat kontraktor migas asing (KPS).
Itu bisa terjadi karena ketidakmampuan BP Migas melakukan komunikasi
menyangkut kebutuhan teknis dan kebutuhan finansial.

   "Karena tidak mampu dan kurang pengetahuan dalam membaca serta
menyinkronkan kebutuhan teknis dan finansial, otoritas kita (BP Migas) hanya
setuju-setuju saja terhadap apa yang dikatakan KPS menyangkut teknis dan
finansial ini. Karena itu, banyak pekerjaan yang didanai cost recovery
dilakukan di luar negeri," kata anggota Dewan Pakar Forum Konsultasi Daerah
Penghasil Migas (FKDPM) Dr Andang Bachtiar.


   Kepada Suara Karya di Jakarta, kemarin, pakar geologi itu menuturkan,
banyak kegiatan yang sebenarnya bisa dilakukan di dalam negeri dengan harga
dan ongkos lebih murah. Karena itu, apa yang dilakukan KPS di luar negeri
dengan memanfaatkan dana cost recovery, pembiayaannya menjadi berlipat-lipat
dan sangat mahal. Itu pula yang kemudian disebut dengan TAS (technical
served abroad), yaitu pengerjaan proyek di dalam negeri yang sebenarnya
termasuk cost recovery namun dilakukan di negara asal KPS.


   "Itu merugikan kita karena dana cost recovery kembali ke negara asal
KPS," ujar Andang. Dengan kata lain, dana cost recovery menjadi tidak
bermanfaat di dalam negeri. Indonesia akhirnya lebih banyak mengerjakan
proyek-proyek "skrup" -- berskala kecil --, sementara proyek-proyek besar
digarap di home office KPS.


   "Bisa saya katakan terjadi inefisiensi dan tidak efektif akibat
rendahnya pengetahuan kita soal teknis serta finansial. Intinya, karena
tidak paham atau tak mau capek, kita lantas setuju-setuju saja terhadap
keputusan yang dibuat KPS," tutur Andang.


   Bentuk proyek yang dananya berkaitan dengan cost recovery dan
dikerjakan di luar negeri adalah evaluasi lapangan minyak, survei, juga
penelitian-penelitian lapangan. Nilanya bisa mencapai ratusan juta dolar AS.


   Meski sekarang ini sudah mulai mengalami perbaikan, tetapi BP Migas
perlu hati-hati dan tidak mudah tergoda menyetujui segala yang merugikan
kepentingan nasional.


   Memang, kata Andang, di dalam negeri sendiri masih ada
perilaku-perilaku yang membuat cost recovery boros dan tidak tepat.
Misalnya, cost recovery dirogoh untuk main golf atau pembangunan rumah
sakit.


   Namun demikian, Andang tidak yakin bahwa dana cost recovery ini
digelembungkan (mark up). Kemungkinan tentang itu, katanya, sangat kecil
karena pengawasan sangat ketat. "Namun bila mark up kecil-kecilan, ya bisa
saja. Tetapi itu tidak signifikan," katanya.


   Sementara itu, juru bicara PT Caltex Pacific Indonesia Harry Bustaman
menolak tudingan bahwa KPS menerbangkan dana cost recovery ke negara asal
mereka. Menurut dia, di Indonesia tidak mempunyai lembaga bisa
mengejawantahkan hasil riset, evaluasi, serta survei tentang keberadaan
migas.


   Menurut dia, kegiatan itu tidak masuk cost recovery karena dikerjakan
sebelum penandatanganan kontrak dilakukan -- dan karena itu tidak ada pihak
yang dirugikan. "Kalau sudah kontrak, baru bandrol cost recovery berjalan.
Artinya, setelah itu tidak ada lagi riset karena sudah ada pembuktian bahwa
migas ditemukan," ujar Harry.


   Tapi di lain pihak, Andang Bachtiar menampik pernyataan itu. Menurut
dia, saat penandatanganan dilakukan, KPS baru di tingkat yakin tentang
potensi migas. Jadi, saat penandatanganan kontrak, belum ada pembuktian
bahwa keyakinan KPS sudah terwujud dalam kenyataan.


   Karena itu, kata Andang, setelah penandatanganan kontrak pun tetap
dibutuhkan survei, analisis, juga riset lanjutan untuk membuktikan keyakinan
KPS tentang potensi migas. (Sabpri)


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com



---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------


---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
To subscribe, send email to: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Deddy Sebayang([EMAIL 
PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke