> Sdr Harry Anda benar memang kita sangat "mudah lupa" dan " malas belajar", pendapat saya lontarkan dengan harapan generasi yang sekarang sedang "mekar"2 nya , seperti Anda jangan lupa pelajaran mahal itu. Saya jadi ingat pidato Bung Karno yang berjudul "Jasmerah" singkatan dari Jangan sekali-kali melupakan sejarah".
Si Abah ________________________________________________________________________ Pak Yanto dan rekan2 IAGI yg saya hormati, > > Kalau pelajaran yg diberikan sih rasanya sudah banyak, tetapi apakah > semua itu membuat kita belajar? Mungkin pertanyaan inipun merupakan > salah satu hal yg harus kita pelajari, mengapa kita tidak belajar dari > pelajaran2 yg sudah2. > > Saya teringat akan harga LNG Tangguh yg dipasarkan dng harga S$2 sekian > .... (mohon maaf dan mohon koreksi jika saya salah). Kalau kita lihat > sejarah, Indonesia adalah produser LNG pertama terbesar di dunia, tetapi > mungkin yg banyak memetik pelajaran dari ini adalah perusahaan asingnya, > yaitu Mobil Oil, baik dari teknologinya, maupun marketing-nya. Dari apa > yg mereka dapatkan di Arun, mereka berhasil menemukan, mengembangkan dan > memasarkan lapangan gas raksasa Qatar. Bagaimana dengan perusahaan > nasional kitanya? > Apakah sesudah 30 tahun kita mengelola lapangan gas Arun, kita menjadi > ahli disana, ahli dalam teknologinya, ahli dalam > marketing/negosiasi-nya? Sekarang sesudah lapangan tsb akan habis, > masih banyakkah tenaga ahli hasil regenerasinya yg bisa go international > untuk ikut berpartisipasi di dunia lain? Atau jangan2 sesuai dengan umur > lapangan tsb, tenaga ahlinya pun depleted, ... ikut habis, karena > pendidikan sewaktu kesempatan tsb ada tidak kita pergunakan dng > sebaik2nya. > > Mungkinkah lapangan Arun menjelang habis ini bisa dijadikan pusat > pelatihan lapangan gas untuk anak2 muda Indonesia, sehingga nantinya > mereka dengan bangga bisa berpartisipasi di beberapa lapangan gas dunia > sebagai tenaga ahli? Saya kira kita akan lebih bangga jika kita bisa > meng-export tenaga ahli kita yg muda2 ke ujung dunia, daripada > meng-export TKW ke sana. > > Semoga ke depan kita bisa lebih baik. Amin > > Wassalam, > Harry Kusna > > [EMAIL PROTECTED] wrote: > >h > Vick > > ... deleted .... > Kita semua harus memakai "cepu tragedi" (kalau lah ini mau dikatakan > demikian), sebagai pelajaran paling mahal bagi Bangsa Indonesia , agar > hal ini tidak terjadi lagi. > ....... deleted .... > > Semoga. > > Si-Abah. > > > _________________________________________________________________________ > > > "Mungkin yang ditulis Mas Syaiful Jazan ada benarnya. Pada akhirnya >> mungkin putusan politis yg dipergunakan dalam memutuskan operatorship >> Cepu Block." >> >> On 2/27/06, Syaiful Jazan wrote: >>> >>> Sudah kelihatan dengan jelas bahwa block Cepu sarat dengan nuansa >>> Politisnya,jadi apapun kehendak kita semua tidak akan terlaksana,dan >>> sebaiknya ikuti aja dan biarkan masyarakat setempat yang akan >>> menentukan >>> nantinya,yang penting agar hydrocarbon segera bisa dimanfaatkan. >>> >>> sjn >> >> Mulailah dari evaluasi secara ilmiah-akademis yang benar ! >> >> Technical Background >> >> Sejak awal saya selalu berusaha mencari dan berusaha memberikan >> informasi yang berdasarkan atas penelaahan secara ilmiah-akademis. >> Salah satunya krono-logis, melihat urut-urutan terjadinya benang kusut >> dalam kerangka waktu. Juga pendekatan saintifik akademis harus lebih >> didahulukan dalam setiap evaluasi. Banyak istilah-istilah yg >> merancukan dalam keputusan lanjut yg menjadikan keputusan tidak tepat. >> Awalnya saya sangat keberatan ketika banyak menyebutkan BanyuUrip >> sebagai Giant Field. Tentunya ada kaidah-kaidah tertentu dalam >> menyebutkan Giant Field. Pertama perhitungan dengan kaidah ilmiah dan >> akademis yg benar. Apakah benar "dia" sebesar angka itu. Kedua apakah >> angka itu masuk dalam kategori Giant Field ? >> Istilah giant field hanya utk satu individu lapangan, bukan kolektif >> dalam satu block. Jadi tidak ada istilah Giant Block. Lapangan Banyu >> Urip-pun sudah membusang (mirip kasus busang dengan exagerasi >> reserves). >> >> Konsekuensi logis dari pemberian istilah ini saja sudah akan >> memberikan dampak yg cukup berat ketika kelanjutan proses ini berjalan >> alot dengan munculnya kalimat "Mampukah Indonesia mengelola GIANT >> field". Beberapa komentar bernuansa politis serta merta bermunculan. >> Apakah Pertamina mampu, apakah orang Indonesia mampu. Nuansa inipun >> sudah mulai sarat dengan muatan politis dan kepentingan. >> >> Hanya dengan istilah ini saja sudah akan sangat memojokkan Pertamina >> bahkan secara khusus keahlian bangsa Indonesia. Disisi lain ada >> beberapa yg menganggap bahwa teknologi untuk mengelola giant field >> adalah teknologi canggih. Tentunya anggapan ini sudah menjadi >> kelirumologi. Teknologi yg dipergunakan untuk memproduksi lapangan >> giantpun bukan secanggih teknologi NASA bukan ? Teknologi mengelola >> lapangan besar sudah dibuktikan mampu dikerjakan oleh perusahaan >> nasional. Medco berhasil mengembangkan lapangan dengan kondisi mirip >> (carbonates reservoir di Selatan Sumatra). Istilah giantpun >> terpelintir untuk mempengaruhi keputusan. >> >> Hukum >> Proses lain yg berjalan paralel dengan evaluasi teknis adalah >> perjalanan kasus hukum yg dimulai sejak awal daerah ini dioperasikan >> oleh Humpuss, sebagai TAC contract area. Namun situsasi politik dalam >> negeri yg berubah serta awal dari sebuah kesalahan dalam "awarding" >> the block yg semakin runyam. Dahulu, sekitar tahun 90an ketika aku >> masih bekerja di LASMO New Venture, pernah terbesit issue bahwa >> daerah-daerah prosepct di daratan Pulau Jawa hanya akan dioperasikan >> oleh perusahaan nasional. Namun keputusan2 kemaren menjadikan impian >> yg masih issue tersebut buyar. Pada prinsipnya PSC (Production Sharing >> Contract) ini mirip BOT (Build Operate and Transfer). Artinya pada >> akhir kontrak daerah tersebut dikembalikan dahulu ke negara. Proses >> perpanjangan yg aslinya dalam setiap kotrak "optional"-pun sudah >> terpelintir menjadi sebuah "keharusan" demi menjaga masuknya investor >> asing. Sesuatu yg seharusnya sebuah pemberian approval perpanjangan >> diplintir menjadi "dispute". Bener-bener pemelintiran kontrak yg >> akhirnya membuyat. >> >> Ekonomi >> Pada saat berlangsungnya "negosiasi" (maaf dalam tanda kutip karena >> bisa saja yg terjadi adalah pemaksaan :), kondisi perekonomian di >> Indonesia sedang carutmarut juga kondisi kondisi politis ygtegang >> menjelang pemilihan presiden langsung. Busung lapar-pun pernah diusung >> sebagai issue untuk sesegera mungkin mendapatkan income dengan >> mengocorkan minyak dari lapangan-lapangan ini. Harga minyak yg >> melambungpun menjadikan keinginan ini semakin berubah menjadi "nafsu" >> untuk sesegera mungkin mengucurkan minyak. Namun pada saat ini dan >> hari ini semua sudah melupakan si korban "busung lapar" yg namanya >> pernah dicatut dalam "negosiasi". >> >> Keekonomian ini tentunya bisa saja sebagai dasar dalam memutuskan. >> Tentunya setelah memiliki angka cadangan yg diperoleh dari kaidah >> ilmiah dan akademis diatas. Bila angka-angka cadangan dan keekonomian >> sudah siap, mungkin lebih mudah memutuskan siapa diantara kemungkinan2 >> perusahaan-perusahan EP yg paling banyak memberikan manfaat ekonomi >> pada negara, pada bangsa Indonesia. Tentunya hanya dengan adu POD-lah >> (POD=Plan Of Developement) yang paling tepat. Belum tentu Pertamina >> memberikan yg terbaik buat negara dan bangsa, belum tentu ExxonMobil, >> bisa jadi third option company (bukan diantara keduanya). Namun >> keputusan cara inipun juga tidak pernah terjadi. >> >> Politis. >> Karena beberapa langkah awal sudah terpelintir (twisted), maka >> memutuskan dengan kaidah bisnis sudah menjadi begitu sulit. Aspek >> bisnispun sudah tercoreng, bahkan aspek hukum yg harus dijunjung >> terkena cipratan noda, dimana TAC berubah menjadi PSC menjadi preseden >> buruk di dunia perminyakan. Masing-masing yg bertikai menggunakan >> segala cara untuk memperoleh bagian. Keputusan inipun akan melukai >> semua pemain-pemain industri migas di Indonesia. Mulai dari aspek >> ilmiah-akademis, aspek hukum, aspek ekonomi semua runyam karena >> politis. >> >> Nah apa yg bisa kita pelajari dari kasus ini ? >> Saya selalu mengajak untuk memulai dari menelaah sesuai kaidah "ilmiah >> akademis" dalam memulai setiap assesment. Sebagai seorang yg selalu >> kekeuh dengan memulai evaluasi sesuai kaidah ilmiah akademis dan juga >> praktisi di bidang migas, terus terang saya malu. Ya malu .... mengapa >> keputusan yg seharusnya diawali dengan landasan pemikiran >> ilmiah-akademis dan evaluasi keekonomian yg benar "terpaksa" harus >> diputuskan secara politis. >> >> I lost my power ! >> >> >> Salam >> >> RDP >> "power = ability to make descision" >> >> --------------------------------------------------------------------- >> To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id >> To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id >> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id >> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ >> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi >> Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina >> (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id >> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) >> Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) >> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) >> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau >> [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) >> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) >> --------------------------------------------------------------------- >> >> > > > > > > --------------------------------------------------------------------- > To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id > To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ > IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi > Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina > (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id > Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) > Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) > Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) > Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau > [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) > Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) > --------------------------------------------------------------------- > > > > > > --------------------------------- > Yahoo! Mail > Bring photos to life! New PhotoMail makes sharing a breeze. --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) ---------------------------------------------------------------------