Dear Putri,

Kalau mengikuti artikel2/buku2 yang saya kutip, global warming yang
akhirnya menuju ke kepunahan massal itu terjadi disebabkan volkanisme
yang menyolok meningkat. Tetapi benar bahwa kita juga bisa mengurangi
emisi CO2 ke atmosfer sebatas dalam kendali kita. Setiap lapangan gas
yang kandungan CO2-nya tinggi sekarang selalu diwajibkan menambah
fasilitas CO2 sequestration. CO2 yang menyolok tinggi seperti di Natuna
D-Alpha misalnya bisa diinjeksikan balik ke reservoir. Yang lebih
berbahaya adalah gas buangan bersifat greenhouse effect yang tak
terkontrol dari pabrik2 atau kendaraan bermotor. Kalau dari lapangan2
gas rasanya Pemerintah telah punya cukup aturan-aturan.

Salam,
awang

-----Original Message-----
From: Snow White [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, November 17, 2006 9:36 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] "Impact from the Deep" : Pandangan Baru
Kepunahan Massal dalam Sejarah Bumi

Dear Pak Awang,

Sangat menarik membaca uraian Pak Awang tentang "Impact from the Deep".
Mengutip alinea terakhir tentang kadar CO2 yang cukup tinggi saat ini,
kenaikan pertahunnya dan hubungannya dengan mekanisme pemusnahan
kehidupan, apakah ada tindakan lebih lanjut untuk mengurangi kadar CO2
di atmosfere terutama yang datangnya dari gas fields dimana kandungan
CO2nya cukup significant, apakah ada tindak lanjut mekanisme penyimpanan
CO2 (CO2 sequestration) akan dilakukan setidaknya dipikirkan pemerintah
di masa yang akan datang, at least membantu mengurangi effect dari CO2,
salah satunya global warming?

Terima Kasih.

Salam,
Putri

----- Original Message ----
From: Awang Satyana <[EMAIL PROTECTED]>
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, November 17, 2006 9:06:03 AM
Subject: [iagi-net-l] "Impact from the Deep" : Pandangan Baru Kepunahan
Massal dalam Sejarah Bumi


"Deep Impact" kita tahu adalah judul sebuah film terkenal yang
menceritakan bagaimana sebuah komet/asteroid bisa memunahkan kehidupan
di Bumi. Tetapi, "Impact from the Deep" adalah judul sebuah teori baru
yang pada intinya menyatakan bahwa kepunahan masal justru datang dari
Bumi sendiri. 
   
  Kepunahan massal (mass extinction) selalu menarik untuk dikaji. Telah
cukup banyak buku dan artikel ilmiah ditulis untuk menampung
argumen-argumen yang ada. Simposium khusus pun telah beberapa kali
diadakan, terutama setelah teori Alvarez dikemukakan pada tahun 1980.
Walter dan Luis Alvarez, pasangan anak-bapak (anaknya ahli geologi,
bapaknya ahli fisika) mengemukakan teori bahwa dinosaurus punah pada
Kapur Akhir 65 Ma (million years ago) akibat Bumi dihantam sebuah komet
(deep impact). Teori ini kemudian terbukti benar karena banyak bukti
fisik di lapangan ditemukan akibat benturan itu : a.l. (1) lapisan
iridium ditemukan di mana-mana di seluruh dunia pada lapisan berumur 65
Ma (di Indonesia belum ada yang menelitinya), (2) impact debris,
termasuk semua batuan dengan ciri petrografi pressure-shocked tersebar
di seputar globe (3) kawah benturan (impact crater) berumur 65 Ma
ditemukan terkubur di Semenanjung Yucatan Mexico yang disebut Kawah
Chicxulub. Unsur Iridium langka
ditemukan di Bumi, tetapi berlimpah di extra-terrestrial bodies seperti
meteor, komet, dan asteroid. Berdasarkan lebar kawah Chicxulub, ditaksir
komet/asteroid pemusnah kaum dinosaurus itu berdiameter 10 km.
   
  Karena kepunahan di K-T (Kapur-Tersier) boundary itu terbukti benar
oleh extra-terrestrial impact, maka setiap periode kepunahan di Bumi
selalu dihubungkan dengan hantaman komet/asteroid. David Raup,
paleontologist penulis buku "Extinctions : Bad Genes or Bad Luck ? "
(terbit awal 1990an) menyatakan begitu, memang impacts selalu disalahkan
sebagai penyebab major extinctions, penyebab lain mungkin ada, tetapi
tak dominant. Apakah benar begitu ? 
   
  Paling tidak, di dalam 500 juta tahun terakhir ini bisa kita catat
telah terjadi lima kali kepunahan massal yang besar : (1) pada 443 Ma
(ujung Ordovisium), (2) pada 374 Ma (ujung Devon), (3) pada 251 Ma
(ujung Perem), (4) pada 201 Ma (ujung Trias),dan (5) pada 65 Ma (ujung
Kapur).  Kepunahan pada 251 Ma (ujung Perem atau ujung Paleozoikum)
adalah kepunahan terbesar yang menghapus 90 % penghuni lautan dan 70 %
penghuni daratan bahkan sampai sekecil serangga pun. Kepunahan ujung
Perem adalah "great dying" atau "the mother of mass extinctions" tulis
Douglas Erwin di majalah Scientific American edisi Juli 1996. Apakah
kepunahan Permian ini juga akibat asteroid impact ? Peter Ward, profesor
biology-earth and space sciences dari University of Washington
melaporkan penemuan baru tentang kepunahan masal terbesar di ujung
Permian ini (Scientific American, Oktober 2006, p. 42-49).
   
  Lima tahun lalu, sekelompok ahli geologi dan ahli kimia organik mulai
mempelajari kondisi-kondisi lingkungan pada masa-masa kritis dalam
sejarah Bumi. Pekerjaan mereka meliputi mengekstraksi residu zat kimia
dari lapisan-lapisan berumur tertentu berusaha mencari fosil molekuler
kimiawi yang dikenal sebagai biomarker yang ditinggalkan organisme yang
telah punah. Karena kuatnya, suatu biomarker masih terawetkan di
sedimen2 meskipun jazad organismenya telah lenyap meluruh. Analisis
biomarker telah biasa dilakukan di petroleum geochemistry. 
   
  Biomarker ini merupakan  kunci ke pengetahuan kondisi seperti apa yang
terjadi di Bumi pada saat kehidupan suatu organisme  berlangsung.
Sampling dan penelitian telah dilakukan pada periode-periode kepunahan
masal. Dan para ilmuwan tersebut mendapatkan kejutan bahwa data dari
periode2 mass extinction selain pada periode K-T boundary, selalu
menunjukkan kondisi lingkungan yang menunjukkan bahwa lautan2 purba
telah beberapa kali berada pada kondisi kandungan oksigen yang sangat
rendah (anoxia). Bersamaan dengan kondisi ini ditemukan biomarker dalam
jumlah besar berupa green sulfur bacteria yang bisa melakukan
fotosintesis. Pada zaman sekarang, bakteri sejenis itu ditemukan berupa
green-purple sulfur bacteria di tempat2 dalam laut stagnant seperti Laut
Hitam yang mengoksidasi H2S sebagai sumber energinya dan mengubahnya
menjadi belerang. Gas H2S adalah gas beracun bagi banyak makhluk hidup.
Kelimpahan bakteri ini pada periode2 kepunahan massal yang seperiode
dengan turunnya
kandungan oksigen secara ekstrim telah membuka wawasan baru tentang
penyebab kepunahan masal.
   
  Para ilmuwan telah tahu bahwa pada setiap periode kepunahan masal
level oksigen selalu lebih rendah daripada biasanya. Juga, mereka tahu
bahwa banyak volkanisme terjadi pada setiap periode kepunahan masal -
volkanisme adalah teori tandingan asteroid impact bagi kepunahan masal.
Volkanisme bisa meningkatkan CO2 di atmosfer, mengurangi kadar oksigen,
dan menyebabkan global warming.  Tetapi, volkanisme dan berlimpahnya CO2
di atmosfer tak langsung menjelaskan punahnya banyak hewan laut pada
ujung Permian juga punahnya tanaman darat, justru tanaman darat akan
berlimpah dengan banyaknya CO2. Lalu, apa hubungan antara kelimpahan
sulfur bacteria, depleted oxygen, volkanisme yang meningkat, global
warming dan kepunahan masal ? Adakah kaitan satu dengan yang lainnya,
bagaimana ?
   
  Kuncinya ternyata ada di biomarker. Biomarker dari oceanic sediments
berumur ujung Permian dan juga dari batuan Trias akhir menghasilkan
bukti kimia tentang adanya suatu kelimpahan yang luar biasa bakteri
pengkonsumsi H2S di lautan-lautan Permian dan ujung Trias. Karena
mikroba ini hanya dapat hidup di lingkungan yang bebas oksigen
(an-aerob) tetapi tetap membutuhkan cahaya Matahari untuk melakukan
fotosintesis, keberadaan bakteri ini di suatu lapisan batuan Permian
mengindikasikan bahwa lingkungan laut pada saat itu adalah juga suatu
marker yang menunjukkan laut tanpa oksigen tetapi kaya H2S.
   
  Di lautan-lautan sekarang, keterdapatan oksigen dan H2S terjadi dalam
keadaan setimbang. H2S terdapat di tempat2 dalam di wilayah yang
stagnan. Di kawasan H2S yang beracun ini hidup organisme pencinta H2S
tetapi pembenci oksigen. Hal yang unik, karena sirkulasi air, oksigen
berdifusi ke bawah, sedangkan H2S berdifusi ke atas, akhirnya lapisan
oksigen dan lapisan H2S bertemu di tengah di suatu level yang disebut
"chemocline" yang bisa setimbang, tetapi bisa juga terganggu.Gangguan
atas batas chemocline ini bisa berakibat dahsyat dan inilah yang terjadi
di ujung Permian yang menyebabkan kepunahan masal yang paling besar
dalam episode sejarah Bumi.
   
  Perhitungan oleh dua ahli geologi dari Pennsylvania State University :
Lee Kump dan Mike Arthur menunjukkan apabila level oksigen drop di
lautan, kondisinya akan sangat menguntungkan bakteri an-aerob dari
tempat dalam, yang akan menghasilkan sejumlah besar gas H2S. Dalam
perhitungannya, bila konsentrasi H2S lautdalam ini melampaui batas
kritis selama periode oceanic anoxia (laut miskin oksigen), maka lapisan
chemocline akan mengerucut ke atas (seperti gejala water coning) dan
akhirnya semburan gas H2S beracun dari tempat dalam akan masuk ke
atmosfer.
   
  Studi Kump dan Arthur menujukkan bahwa pada penghujung Permian telah
terjadi toxic H2S gas upwelling yang telah menyebabkan kepunahan di
daratan dan lautan. Kemudian, model yang dibangun oleh Pavlov dari
University of Arizona menunjukkan bahwa semburan H2S Permian ini telah
merobek lapisan ozon Bumi pada Permian sehingga radiasi ultraviolet (UV)
yang mematikan menerobos masuk membunuh setiap makhluk hidup di daratan
dan lautan. Bukti terhadap model ini datang dari fosil spora berumur
ujung Permian di Greenland, yang menunjukkan deformitas (perubahan
bentuk) akibat exposure terhadap high level of UV.
   
  Kump dan Arthur menghitung bahwa jumlah gas H2S yang memasuki atmosfer
di ujung Permian itu 2000 kali lebih banyak daripada yang dierupsikan
oleh semua gunungapi2 sekarang. Efek mematikan H2S meningkat seiring
naiknya temperatur, bila pada saat yang sama terjadi greenhouse effect
dan global warming, maka permusnahan akan semakin efektif ! Urutan model
pemusnahan dengan cara ini adalah sebagai berikut : (1) kegiatan
volkanik yang meningkat melepaskan CO2 dan metan ke atmosfer, (2) rapid
global warming, (3) laut yang menghangat akan mengurangi daya serap
oksigen dari atmosfer ke laut, (4) terjadi kekurangan oksigen - anoxia
di lautan, (5) keadaan anoxia akan mengganggu kesetimbangan chemocline -
chemocline yang semula datar menjadi mengerucut dengan kolom dissolved
oxygen berkurang sedangkan dissolved H2S meningkat, terjadi H2S
upwellling, (6) green & purple sulfur bacteria berlimpah sementara
mahkluk lautan yang bernafas dengan oksigen musnah akibat hilangnya
oksigen dan
naiknya gas H2S yang beracun, (7) gas H2S yang menyembur membunuh
makhluk daratan, (8) gas H2S naik terus ke atmosfer dan akhirnya merobek
perisai ozon, (9) radiasi UV menerobos via celah di perisai ozon
membunuh kehidupan di Bumi yang masih tersisa, (10) kepunahan masal.
   
  Mekanisme pemusnahan kehidupan seperti di Permian dan Triassic telah
terjadi, apakah kelak bisa terjadi lagi ? Kepunahan hebat pada ujung
Permian terjadi pada saat kadar CO2 di atmosfer telah mencapai sekitar
3000 ppm, kadar CO2 di atmosfer kita sekarang berada pada 385 ppm.
Apakah kita tidak perlu takut ? Tunggu dulu, kepunahan pada ujung
Triassic terjadi pada saat CO2 di level 1000 ppm, dan CO2 kita sekarang
meningkat 2-3 ppm setiap tahun. Bila dihitung secara linier peningkatan
itu akan kita temukan bahwa pada tahun 2200 nanti kadar CO2 di atmosfer
kita bisa mendekati 900 ppm -suatu kondisi yang sangat bisa mendorong
keadaan stress anoxia di lautan dan rentetan efek2 mematikan berikutnya
seperti ditulis di atas. 
   
  The past is the key to the future. Bumi menyediakan catatan hariannya,
semoga kita bisa arif membacanya buat kepentingan kehidupan masa
mendatang.
   
  Salam,
  awang


---------------------------------
Sponsored Link

Mortgage rates near 39yr lows. $510,000 Mortgage for $1,698/mo -
Calculate new house payment



---------------------------------------------------------------------
-----  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru, 20-22 November 2006
-----  detail information in http://pekanbaru2006.iagi.or.id
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------


---------------------------------------------------------------------
-----  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru, 20-22 November 2006
-----  detail information in http://pekanbaru2006.iagi.or.id
---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke